Page 39 - Majalah Berita Indonesia Edisi 57
P. 39


                                    BERITAINDONESIA, 19 Juni 2008 39BERITA UTAMApertanian dari UniversitasGadjah Mada (UGM) memperkirakan, daya beli petani tidakakan meningkat dengan kenaikan HPP itu. “KenaikanHPP itu hanya sedikit di atasinflasi 2007,” katanya.Pemerintah memang diperhadapkan pada posisi yangharus lebih cerdas dan beranidalam mengambil kebijakanmengenai perberasan ini. Ditengah fenomena harga pangan dunia yang makin naikdiperhadapkan dengan makinbertambahnya jumlah penduduk miskin di Indonesia, sertakenyataan mayoritas (75%)petani hanya petani gurem(kepemilikan lahan kurangdari 0,5 hektar) dan buruh taniyang net comsumer (mengonsumsi lebih banyak daripadayang dihasilkan), mengisyaratkan bangsa dan negara inimembutuhkan pemimpin yangtidak sekadar pandai berwacana dan berpidato.Negeri ini membutuhkanpemimpin yang memiliki visidalam pengambilan kebijakanyang menempatkan petanisebagai sentral dan memilikikeberanian menjalankan reformasi agraria. Poilitik ketahanan pangan dengan visi dankeberanian seperti ini sangatmutlak, apalagi pada era berakhirnya beras murah yangsedang menjadi fenomena hariini.Politik ketahanan pangan,tidak cukup hanya denganmeningkatkan produksi hingga mencapai surplus. Hargapangan yang mahal, tentusebuah peluang bagi negaraagraris subur seperti Indonesia. Margin harga yang besarproduk pertanian ini telahmelahirkan fenomena barupara pelaku usaha besar beramai-ramai terjun ke pertanian,termasuk pertanian pangan.Tentu, hal ini adalah kabarbaik. Tetapi, fenomena iniharus dibarengi dengan reformasi agraria yang menempatkan petani sebagai sentral.Hal ini mutlak, bukan hanyakarena mayoritas pendudukIndonesia petani dan buruhtani, tetapi juga karena sektorpertanian sangat berperanpenting dalam mengatasi kemiskinan di pedesaan, penyediaan lapangan kerja, pangandan bahan baku industri, sertasebagai penghasil devisa, sertapenopang penting stabilitasmakroekonomi.Zaman harga beras murahsudah berakhir dan harga beras mahal adalah sebuah peluang. Politik perberasan nasional dituntut menjawab tantangan dan peluang ini. Sementara ini, jawaban untuktantangan dan peluang inibelum tercermin dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2008 tentangKebijakan Perberasan, yangberlaku mulai 22 April 2008,menggantikan Inpres No 3/2007.Inpres ini diterbitkan untuksekadar memenuhi janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seminggu sebelumnya. Menurut Bayu Krisnamurthi, kenaikan HPP juga dikaitkandengan progam penguatanpasokan beras, serta akibatdari perkembangan nasionaldan global di bidang pangan,khususnya harga beras yangmakin tinggi di pasar dunia.Sehingga terjadi disparitasharga yang cukup besar didalam negeri dan luar negeri.Jadi, menurut Bayu, kebijakan baru itu tetap memberipenekanan pada pengamanandaya beli masyarakat berpendapatan rendah, terutamamasyarakat penerima berasuntuk rakyat miskin (raskin)yang mencapai 19,1 juta rumahtangga. Pengamanan ini tetapmempertahankan ProgramRaskin yang diperbanyak, yakni dari 10 kg menjadi 15 kg.Penjelasan ini cukup mencerminkan bahwa kebijakanini cukup pragmatis dan kurang visioner. Secara pragmatis hanya dimaksudkan sebagai penentuan standar hargayang akan digunakan pemerintah (Bulog) dalam membeligabah dan beras dari petani.Sementara itu, Dirut PerumBulog, Mustafa Abubakar,mengatakan dengan kenaikanHPP, Bulog akan dapat melakukan percepatan pengadaanberas nasional untuk mengamankan cadangan pangannasional. Mustafa mengungkapkan pengadaan beras olehBulog memang mengalamipenurunan dari sebelumnya27.000 ton per hari menjadihanya 6.000 ton per hari.Kenaikan HPP itu membuatMustafa Abubakar optimistisbisa membantu Bulog meningkatkan volume pembelian gabah dan beras untuk stok nasional. “Dengan adanya InpresSejak Muda: Santri Pusat Pendidikan Terpadu Al-Zaytun dilatihbisa bertani.Menteri Pertanian Anton Apriyantodok. berindodok. ti
                                
   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43