Page 36 - Majalah Berita Indonesia Edisi 57
P. 36


                                    36 BERITAINDONESIA, 19 Juni 2008BERITA UTAMApetani dari berbagai negaradengan kondisi sosial ekonomidan penggunaan teknologiyang berbeda harus bersaingbebas di pasar yang sama.Dalam kaitan ini, dia mengatakan bahwa tekanan untukmelakukan liberalisasi perdagangan telah memaksa Indonesia membuka pasar domestiknya, baik dalam kerangkaliberalisasi regional maupunglobal di tengah kondisi pertanian kita yang daya saingnyaamat rendah.Kedua, kita perlu segeramemiliki kemampuan untukmengekspor sebanyak mungkin produk pertanian dalamnegeri dalam bentuk produkakhir yang nilai tambahnyadapat ikut menyejahterakanrakyat Indonesia.Ketiga, pemerintah harusdapat memanfaatkan setiappeluang dari pengaturan dimasa transisi yang ditetapkanWTO secara optimal untukmemperkuat pertanian di Indonesia. Siswono mengingatkan bahwa isu pertanian adalah isu yang paling sulit disepakati dalam WTO.Akhiri Kebiasaan ImporPemerintah tampaknya sudah berkeinginan untuk meninggalkan kebiasaan mengimpor beras. Pemerintah telahmewacanakan, mulai tahundepan, Indonesia akan menjadi pengekspor beras. Wacanaitu muncul setelah MenteriPertanian Anton Apriyantono,menyatakan bahwa produksiberas yang berlebih saat inimembuat harga beras di dalamnegeri cenderung turun. Menurutnya, situasi ini seharusnya dapat dimanfaatkan Indonesia untuk mengekspor beras.Namun pendapat berbedadisampaikan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu.“Meski harga beras di luarnegeri lebih tinggi ketimbangdi dalam negeri, pemerintahtidak akan melakukan ekspor.Pemerintah lebih mengutamakan stabilitas pangan di dalamnegeri daripada mengejar untung. Bagi pemerintah, yangterpenting adalah menjaminpengadaan di dalam negeriketimbang melakukan eksporberas,” kata Mari.Kemudian Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestumengumumkan pengaturanekspor beras. Dalam ketentuanitu, ekspor beras boleh dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian.Wacana ekspor beras itusempat mengundang pro-kontra. Sebagian pengamat menduga wacana ekspor itu sengaja dilontarkan untuk mengangkat popularitas PresidenSBY yang belakangan makinmerosot. Namun sebagian lagimendukung wacana eksporitu, tapi dengan syarat harussurplus dulu kebutuhan dalamnegeri.Wacana dan polemik eksporberas itu dibahas dalam rapatkabinet terbatas (Ratas) yangdipimpin Presiden SusiloBambang Yudhoyono (SBY)dan Wakil Presiden Jusuf Kalladi Kantor Presiden (1/4) sertadiikuti Menteri Pertanian(Mentan) Anton Apriyantono,Dirut Perum Bulog MustafaAbubakar dan para menteribidang ekonomi lainnya. Seusai Ratas itu, Mentan yangtampaknya mendapat kesepahaman menjelaskan, dalamRatas telah dihitung kemungkinan pemerintah mengeksporberas. “Kita sudah tidak bicaraimpor, tapi ekspor,” kata Anton.Namun menurut Mentan,ekspor beras dilakukan jikastok mencapai 3 juta ton. “Tahun ini sebenarnya stok berasbisa digenjot sampai 3 juta tonsebagai syarat melakukan ekspor. “Tapi, tidak kita lakukantahun ini. Tahun depan barukita laksanakan,” ujarnya. Diamenegaskan tidak akan memberikan rekomendasi eksporberas kecuali untuk beras jenisberas organik.HKTI mendukung keinginan ekspor beras tersebut.“HKTI mendukung pemerintah yang mau mengekspor beras,” kata Siswono Yudohusodo, Ketua Dewan Pertimbangan HKTI. Tapi, menurut Siswono, ada baiknya jangansekarang, soalnya lagi masapanen sehingga kita bisa surplus beras. Siswono menyarankan, apabila ingin mengekspor beras sebaiknya dilakukan setelah masa panen Februari 2009. Dia memperkirakan, apabila ekspor beras dipaksakan saat ini, dikuatirkanIndonesia akan kembali mengimpor beras lagi.Mantan Menteri PertanianProf Dr Bungaran Saragihmenyarankan agar pemerintah berhati-hati dengan dataproduksi beras yang dimilikisaat ini. Menurutnya, acuandata yang menyatakan telahterjadi surplus beras janganmenimbulkan pikiran untukmelakukan ekspor. Dia menyarankan agar lebih dicermatidulu data produksi beras, sekalipun data tersebut berasaldari Badan Pusat Statistik(BPS). “Saya ragu kalau untukdata produksi beras. Tapi kalau untuk data harga berassaya percaya dengan BPS,”ujarnya.Maka dia menyarankan jangan dulu berpikir eksportahun ini, rasanya belummampu. Tahun lalu saja impormasih tinggi. Bungaran menegaskan, tindakan ekspor berasdi saat stok beras di dalamnegeri belum mencukupi, bisaberakibat implikasi politikyang harus ditanggung justruakan lebih berat. “Syukur kalau kita bisa ekspor, tapi jangan gagah-gagahan dulu,”kata Bungaran. Dia kuatirnanti pada musim paceklikakan parah. Menurutnya, kalau Indonesia tidak impor sajasudah prestasi luar biasa.Sejak swasembada berastahun 1984, Indonesia terusmenjadi importir beras. Dalam15 tahun terakhir rata-rataimpor sekitar 4 persen darikebutuhan. Bahkan Indonesiajuga beberapa kali mengalamikrisis pangan dan pernah masuk daftar 10 importir terbesaruntuk beberapa komoditaspangan strategis, seperti beras,kedelai, terigu, dan gula.Kebiasaan impor ini memang sudah seharusnya segeradiakhiri. Kini saatnya Indonesia harus mengambil peluangdari booming harga komoditas Siswono: Indonesia perlu segeramemiliki kemampuan ekspor produk pertanian dalam bentuk produk akhir.dok. ti
                                
   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40