Page 37 - Majalah Berita Indonesia Edisi 57
P. 37
BERITAINDONESIA, 19 Juni 2008 37BERITA UTAMAdi pasar global. Apalagi dalamkondisi harga mahal saat ini,khususnya beras, selain menjadi peluang, juga bisa menjadisangat riskan bagi Indonesiayang 98 persen dari 220 jutapenduduknya mengonsumsiberas sebagai makanan pokok.Maka jika kita masih harusimpor, bagaimana nasib rumah tangga miskin yang 65-85persen pengeluarannya akanhabis tersita untuk belanjapangan.Maka pilihan Indonesia memang harus menjadi pengekspor bukan pengimpor denganlebih dulu memperkuat ketahanan pangan di dalam negeri.Caranya, mendorong peningkatan produksi sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat untuk mampu membeli pangan yang harganyasemakin naik.Ketahanan pangan ini tampaknya menjadi pertimbanganpemerintah dalam hal kebijakan ekspor beras. “Laranganekspor beras untuk mengendalikan harga di dalam negeridinilai belum perlu. Pemerintah cukup mengeluarkan kebijakan yang intinya mengamankan persediaan beras nasional,” kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, diIstana Negara, Rabu (26/3).Presiden Susilo BambangYudhoyono saat mencanangkan program pemberantasankemiskinan di Palangkaraya,Kamis (24/04) memerintahkan para pejabat di tingkatpusat dan daerah mencegahekspor beras. Menurut Yudhoyono, produksi beras dalamnegeri harus dipakai terlebihdahulu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalamnegeri.Penegasan Presiden itu jugadiperkuat Menteri PertanianAnton Apriyantono yang menegaskan, ekspor beras belumakan dilakukan tahun ini. “Pemerintah fokus memenuhikebutuhan dalam negeri,” katanya. Mentan juga mengupayakan mendorong peningkatan produksi pertanian yangberimplikasi pada pembukaanlapangan kerja.Sementara itu, peneliti CSISPande Radja Silalahi mengatakan, dalam situasi krisispangan global saat ini, Indonesia seharusnya bisa meningkatkan produksi tanaman pangan. Dia menyarankan agarpemerintah jangan dulu mengeluarkan izin ekspor komoditas pangan, khususnya bePande juga sependapat bahwa situasi saat ini merupakanmomentum yang tepat untukmeningkatkan produktivitaspertanian sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.Hal itu dikemukakannya, melihat kenyataan saat ini, walauharga produk pertanian tinggi,tetapi petani tak sejahtera. Halini harus diperbaiki. Untuk itu,Pande menyarankan pemerintah memotong semua hambatan produksi pangan dan menghargainya dengan baik.Bustanul Arifin, pengamatpertanian dari UniversitasLampung mengatakan, dalamjangka pendek peningkatanproduksi pangan strategis wajib menjadi acuan kebijakanbaik di tingkat pusat maupundaerah. Dia menyarankan agarpemerintah fokus pada empatkomoditas pangan strategis,yaitu beras, jagung, kedelai,dan gula yang sedang diperjuangkan Indonesia dalam Kelompok G-33 di WTO.Sementara untuk jangkapanjang, Bustanul Arifin menyarankan agar pemerintahmenjalankan paling tidak limakebijakan. Pertama, basis penelitian dan pengembangan(litbang) harus ditingkatkan,sehingga mampu menghasilkan varietas padi yang bersemidi pagi hari di saat temperaturudara tidak terlalu panas.Kedua, dukungan infrastruktur dari tingkat desa, daerahdan provinsi perlu dijadikanfixed variable dalam setiapperumusan kebijakan ekonomi.Ketiga, diplomasi ekonomitingkat global perlu lebih konsisten dalam merumuskan danmengawal kebijakan pemihakan dan perlindungan bagi petani di dalam negeri. Keempat,mekanisme lindung nilai, asuransi tanaman, pasar lelangdan resi gudang yang merupakan contoh instrumen pentingyang mampu mengurangi risiko usaha dan ketidakpastianpasar. Kelima, perlunya administrator kebijakan di tingkat daerah yang mampu memberi pencerahan kepada petanidan memperkuat organisasikemasyarakatan untuk berperan dalam pasar berjangkakomoditas yang lebih menantang. BI/MS-BHSBustanul Arifinras. “Kita tidak tahu sampaikapan gejala krisis pangan global akan berakhir. Maka kitaharus mendahulukan kepentingan dalam negeri,” kataPande.Panen: Mahasiswa FakultasPertanian Universitas Al-Zaytunpanen padi unggul.dok. tidok. al-zaytun