Page 32 - Majalah Berita Indonesia Edisi 59
P. 32
32 BERITAINDONESIA, 29 Agustus 2008endidikan itu memang mahal. Namun, sudah menjadi kewajibannegara untuk menjamin warganyaagar bisa memperoleh pendidikanyang layak dan terjangkau. Di negeri ini,biaya pendidikan setiap tahun semakinmahal. Di samping uang sekolah, hargabuku teks pelajaran juga menjadi penyebab hal tersebut. Apalagi, pihak sekolahatau oknum guru juga ikut melakukanpungli dengan \buku yang dijualnya.Mengenai masalah buku ini, pemerintah sebenarnya tidak tutup mata. Tahun2005, melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 11/2005 tentang Buku Teks Pelajaran, pemerintah sudah mengeluarkan kebijakanyang menetapkan masa pemakaian bukuteks pelajaran selama lima tahun. Aturanini dimaksudkan agar buku tidak hanyadipakai satu tahun saja, tapi bisa digunakan untuk beberapa tahun oleh angkatanberikutnya. Namun peraturan ini tidakberjalan dengan baik. Setiap semester,murid tetap disuruh beli buku.Selain itu, sesuai Peraturan PemerintahNomor 19 Tahun 2005 tentang StandarPendidikan Nasional yang mengamanatkan Departemen Pendidikan Nasional(Depdiknas) menyediakan buku teks bagisemua mata pelajaran di sekolah, makaDepdiknas pun mendistribusikan bukupelajaran gratis ke sekolah-sekolah. Namun, lagi-lagi pendistribusian buku-bukutersebut tidak bermanfaat banyak. Kegagalan ini disinyalir akibat masih tingginyanafsu sekolah dan guru menjual buku keBuku elektronik yangditawarkan pemerintahmalah membuat bingungmasyarakat. Praktikpenjualan buku oleh pihaksekolah atau guru yangmemberatkan siswa tetapmarak.BERITA NASIONALpada siswa. Karena ternyata, buku gratistersebut tidak banyak dipakai. Guru masihtetap menyuruh murid membeli bukubaru.Bagi sekolah dan oknum guru yang memiliki 'bakat' marketing itu, kebijakan pemerintah mendistribusikan buku gratismemang menjadi musibah. Sebab, jika'proyek' jual buku tidak ada lagi, otomatispenghasilan mereka dari komisi penjualanjuga akan terhenti. Maka dengan berbagaitaktik, para 'oportunis' pendidikan initerus mencari celah bagaimana caramenjual buku kepada siswa. Bila perlu,dengan cara membelalakkan mata kepadapara siswa pun dilakukan.Depdiknas sebenarnya sudah mengeluarkan larangan bagi pihak sekolahmaupun guru untuk menjual buku-bukuteks pelajaran kepada siswa. Namun entahmemang karena kualitas buku gratis yangkurang bagus atau agar ada alasan menjual bukunya, sebagian sekolah dan gurudengan gaya penjual kecap, tetap menganjurkan siswa membeli buku lain.Merasa Tumpul dengan cara-cara tersebut, Depdiknas kemudian melakukangebrakan baru dengan membuat programkebijakan buku elektronik atau e-book untuk siswa Sekolah Dasar hingga SMU. Buku elektronik ini nantinya akan bisa diakses dari internet. Melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 2/2008 yangberisi antara lain pemerintah pusat dandaerah dapat membeli hak cipta buku daripemiliknya. Semua orang berhak menggandakan, mencetak, memfotokopi,mengalihmediakan, dan atau memperdagangkan buku yang hak ciptanya telah dibeli pemerintah.Untuk itu, pemerintah telah membuatanggaran dana berkisar Rp 20 miliar sepanjang 2008 bagi kesuksesan e-book ini.Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan, kisaran harga hak cipta yang dibeliyakni sekitar Rp 100 juta hingga Rp 250juta per satu jilid buku untuk 15 tahun.Sistem kerja buku elektronik ini adalah,semua buku yang sudah dibeli hak ciptanya oleh pemerintah, berdasarkan naskahnya akan dimasukkan ke situs web.Dari situs web tersebut semua orang bebasmengambil dan mencetaknya tanpa harusijin terlebih dulu dari penulis maupun dariDepdiknas. Hal ini dilakukan karenapemerintah berupaya untuk menekanharga buku yang tadinya sangat mahal bagi masyarakat menjadi bisa terjangkauSaatGuruMenjadiSalesPfoto: flickr