Page 47 - Majalah Berita Indonesia Edisi 64
P. 47


                                    BERITAINDONESIA, Februari 2009 47BERITA POLITIKbenar terjadi, kesalahan jelas akan ditumpahkan ke KPU. Sebab, sejak beberapabulan yang lalu, media massa sudahmemberi peringatan melalui pemberitaannya terkait kekhawatiran berbagaipihak. KPU sebagai penyelenggara pemilujuga diyakini menyadari hal itu. Namun,upaya yang dilakukan KPU justru mencoba cara pintas yang kontroversial, yaknisibuk memperjuangkan payung hukumpenunjukan langsung pengadaan suratsuara melalui Perpu. Walaupun usulan ituakhirnya ditarik kembali dari meja kepresidenan dengan alasan tak inginpolemik tentang hal itu meluas, namunmasa penantian keputusan presiden itutelah menghabiskan waktu kerja KPU.Walau kekhawatiran terus marak, tapisebaliknya, KPU tetap optimis pengadaanlogistik tak mengganggu tahapan pemilu.Optimisme itu tumbuh karena dalamrapat konsultasi dengan KPUD beberapawaktu sebelumnya, ketua KPU mengatakan KPUD-KPUD telah menyatakan siapmenyediakan logistik.Tapi menurut informasi yang dihimpunBerita Indonesia, walau KPUD telah menyatakan kesiapan, namun tidak dengansendirinya berjalan dengan lancar danmulus. Beberapa hal masih menghambatkinerja mereka seperti terlambatnyadaftar isian penggunaan anggaran dariKPU Pusat.Selain KPUD-KPUD, Tentara NasionalIndonesia (TNI) yang juga dimintai KPUbantuannya untuk ikut mendistribusikanlogistik pemilu, khususnya ke daerahdaerah terpencil dan sulit dijangkau, jugamerasa bingung karena kelambanan KPUini. Menurut Panglima TNI Djoko Santoso, hingga akhir Januari lalu belum adapermintaaan secara rinci dari KPU menyangkut bantuan TNI yang diperlukan.Padahal, kejelasan rincian bantuan itudiperlukan agar TNI sejak dini bisamerencanakan dan menghitung secaramatang beberapa hal, seperti jumlahperalatan, personil, dan anggaran yangdiperlukan untuk itu.Kebijakan Kontroversial Soal AfirmasiMeski sedang dikejar tenggat waktuyang semakin pendek, dan banyaknyapekerjaan penting yang memerlukanpembenahan, KPU malah ‘menambah’ pekerjaan. KPU masih sempat mengeluarkan kebijakan kontroversial yakni aksiafirmatif (affirmative action) untukperempuan. Kebijakan yang disepakatianggota KPU dalam rapat pleno (21/1) inimengartikan, bahwa setiap tiga kursiDPR/DPRD yang diperoleh suatu partaipolitik di satu daerah pemilihan (dapil),wajib memasukkan minimal satu calonperempuan di dalamnya.Lebih jelasnya, jika ketiga kursi itu terisioleh caleg laki-laki, maka caleg laki-lakidi urutan ketiga harus diganti oleh calegperempuan yang memiliki suara terbanyak dari caleg perempuan lainnya.Namun, jika ketiga-tiganya ditempati olehcaleg perempuan, caleg yang ketiganyatidak perlu diganti laki-laki.Kebijakan KPU ini merupakan pemaknaan atas keluarnya Keputusan MKNo.22-24/PUU-VI/2008 yang memTIDAK JELAS: Sebagian kalangan meragukan kinerja Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary (tengah)batalkan pasal 214 UU No.10 Tahun 2008,yakni membatalkan sistem penentuananggota DPR-DPRD terpilih berdasarkannomor urut menjadi sistem suara terbanyak, namun tidak membatalkan pasalmenyangkut keterwakilan perempuansebagaimana dimuat pada Pasal 53 dan 55UU No 10 Tahun 2008.Soal pemberlakuan afirmatif ini, anggota KPU Endang Sulastri dan Andi Nurpati menyatakan, KPU tetap berencanamenerbitkan ketentuan tersebut sekalipun Perpu tidak memuat ketentuan tersebut. Menurut mereka, yang penting,dalam Perpu itu nanti terdapat klausulbahwa KPU dapat menerbitkan peraturantata cara penetapan calon terpilih. Karenakewenangan menetapkan caleg terpilihmemang di tangan KPU. Namun menurutKetua KPU Anshary, KPU masih menunggu Perpu, karena itu diperlukansebagai dasar hukum langkah KPU.Sejak diwacanakan, afirmatif ini langsung mendapat respon pro-kontra darimasyarakat. Usulan ini mendapat dukungan dari Ketua Dewan PerwakilanDaerah (DPD) Ginanjar Kartasasmita. Diamengatakan, “Tanpa itu, tidak mungkincaleg perempuan berkualitas masuk.”Sementara penolakan, di antaranyadatang dari pakar hukum tata negara,Irman Putra Sidin, Ketua Fraksi PKS DPRRI Mahfudz Sidiq, dan Ketua DPP PartaiGolkar Priyo Budi Santoso. Mereka padaprinsipnya berpendapat, KPU mengambillangkah inkonstitusional jika mengeluarkan peraturan tentang kursi ketiga bagicaleg perempuan. „ MOR
                                
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51