Page 31 - Majalah Berita Indonesia Edisi 68
P. 31


                                    BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006 31BERITA KHASBERITAINDONESIA, 16 Juni - 20 Juli 2009Menurut pandangan pribadi Sudaryatmo, seorang pasien tak bisa disebutmencemarkan nama baik rumah sakit jikasebelumnya sudah mengadukan keluhannya secara langsung. “Kalau dia belummengadukannya, terus langsung mengungkapkannya kepada publik, itu berpeluang sebagai pencemaran nama baik.”Sikap pelaku usaha yang terlalu defensifatas keluhan konsumen dan bahkanmenyerang balik konsumen dengan gugatan, sebenarnya merugikan keduapihak. Konsumen bakal trauma dalammenyampaikan saran dan usulan. Sementara pelaku usaha bisa kehilangan masukan yang konstruktif demi perbaikankualitas layanannya.Kritik juga disampaikan KriminologUniversitas Indonesia, Erlangga Masdiana. Menurutnya, pihak kejaksaan dankepolisian berlebihan dalam menyikapikasus Prita. Ibu dua balita itu seharusnyatidak perlu sampai harus mendekampuluhan hari di tahanan.Menurut Erlangga, seseorang bisaditahan apabila ada unsur berbahaya daritersangka itu. Sebagai contoh, tersangkapencurian bisa ditahan bila dikhawatirkanakan menghilangkan barang bukti. Iaberpendapat, keluhan Prita hanya merupakan bagian dari ekspresi kebebasanberpendapat dan dilindungi UUD. Terlebih UUD menjadi panduan tertinggibagi UU lain. Karena itu, penangananhukum atas seseorang tidak boleh ber31tentangan dengan UUD itu.Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga mempunyai pendapattersendiri. Lembaga ini menilai, penggunaan Undang-Undang (UU) No 11Tahun 2008 tentang Informasi danTransaksi Elektronik pada kasus Pritajustru bertentangan dengan ketentuanPasal 10 UU No 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dimanadisebutkan, saksi, korban, dan pelaportidak dapat dituntut secara hukum, baikpidana maupun perdata, atas laporan,kesaksian yang akan, sedang, atau telahdiberikannya.Menurut Komisioner Bidang HukumDiseminasi dan Humas LPSK Lies Sulistiani, Prita adalah orang yang secarafaktual mengalami dua kali viktimisasi.Prita dirugikan akibat suatu tindakanmedis. Kedua, Prita dirugikan karenaproses peradilan yang tidak cermat sehingga membalikkan posisi faktualnyasebagai korban yang saat ini justru secarayuridis berada dalam posisi terdakwa.„ MLPBerbagai media di Tanah Air sangat menyoroti kasus yang dihadapi Prita MulyasariKisah Sedih Jered-JaydenBelum selesai kasus Prita, muncul lagi ‘Pritabaru’ korban RS Omni International. Juliana,orangtua bayi kembar Jayden dan Jared melaporke polisi dan mendatangi OC Kaligis untukmeminta bantuan hukum. Anaknya, JaydenChristophel, buta setelah dirawat di rumah sakittersebut.Ceritanya berawal pada 26 Mei 2008, Julianamelahirkan sepasang anak kembar lelaki yangdiberi nama Jered Christophel dan Jayden Christophel dengan kondisi belum cukup usia kandungan (prematur), yakni 33 minggu. Karenalahir prematur, dokter yang menangani memutuskan bayi kembar ini dimasukkan ke inkubator.Namun beberapa minggu kemudian, keduaanaknya mengalami gangguan di bagianmatanya. Menurut Juliana, ketika itu tidak adadokter spesialis yang menangani kedua bayinyahingga mengalami kebutaan.Juliana lalu membawa kedua buah hatinya ituke rumah sakit di Australia. Dokter di Australiamengatakan, kerusakan mata anaknya didugaakibat penanganan yang tidak benar terhadapbayi prematur. Selain itu, kedua anaknya jugaover oksigen ketika dimasukkan ke dalaminkubator sehingga sarat mata Jayden lepas dariretina karena kelebihan oksigen saat di inkubator.Sudah stadium empat.Setelah sebulan di negeri kangguru itu, Julianadan kedua bayinya kembali ke Indonesia. Laludengan berbekal berbagai dokumen pemeriksaan para dokter di Australia, dirinya mendatangi RS Omni International untuk memintacatatan medis bayinya selama ditangani rumahsakit itu. Namun permintaannya selalu ditolak.Pada pertengahan April lalu, pihak RS Omnimemang sempat meminta bertemu denganJuliana dan suaminya. Dalam pertemuan itu,manajemen memberi penjelasan tentang kondisiJared dan Jayden selama dirawat. Namun, pihakRS tetap menolak memberi catatan medis keduaanaknya.Bahkan melalui majelis etika pihak RS Omniyang dijawab lewat surat menyatakan merekatidak bersalah dan telah melakukan proseduryang benar. Jawaban ini membuat ibu yangmalang ini meminta pengacara senior O.C.Kaligis untuk membantu kasusnya sekaligusmelaporkannya ke Polda (10/6). Dalam laporannya, RS Omni dituduhkan pasal 360 KUHPtentang kelalaian yang mengakibatkan lukaberat.Menanggapi hal ini, manajemen OmniInternasional Alam Sutera menyatakan pihaknyasudah berbuat maksimal terhadap pasien Julianadan kedua anak kembarnya. Kerusakan matapada si kembar Jayden Christophel dan JaredChristophel sudah pernah dikomunikasikandengan Juliana.Namun, hal ini dibantah oleh Juliana. Memangbenar dokter telah menyampaikan soal gangguan mata pada kedua anaknya, “Tetapi, hanyasebatas mengatakan, anak saya mungkin akanmemakai kacamata”.Oleh sebab itu, Juliana menduga, RS Omnitidak memiliki standar prosedur operasional(SOP). Sebab, kalau RS itu memiliki SOP, seharusnya ia diberitahu tentang ROP (Retinapathyof Prematurity), yaitu penyakit yang menyebabkan kerusakan pada mata kedua anaknya.Dengan pemberitahuan itu, dirinya bisa lebihcepat mengantisipasi keadaan sehingga penyakit mata anaknya tidak bertambah parah.Seharusnya, kedua anaknya dirawat lebihintensif selama perawatan. “Ini kok bisa, doktermeninggalkan perawatan kedua anak sayahanya untuk mengikuti seminar di Surabaya(maksudnya dokter FL),” tegas Juliana. „foto: dok. berindo
                                
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35