Page 56 - Majalah Berita Indonesia Edisi 77
P. 56
56 BERITAINDONESIA, Juni 2010BERITA HUMANIORAilustrasi: sonny pMerokok Itu Kampunganudah sebelas tahun, Tian SianLong berhenti merokok. Priakurus ini menceritakan pengalamannya jatuh bangun berhentimerokok kepada Berita Indonesia. Iamengatakan, upaya kerasnya untuk berhenti akhirnya membawa perubahansignifikan terhadap kondisi kesehatannya.Kini, pria berusia 57 tahun yang akrabdipanggil Ian itu sudah bisa menghirupnapas dalam-dalam dan dadanya tidakterasa sesak lagi, hal yang tidak pernahdirasakannya ketika dirinya masih gemarmerokok. Bahkan, ketika menjadi perokok, Tian kerap kali batuk-batuk padamalam hari.Saat menjadi perokok, Tian bisa menghabiskan dua sampai tiga bungkus rokok,baik rokok kretek maupun rokok putih.Sebagai perokok berat, seringkali asaprokok yang dikeluarkan dari mulutnya, diamasukkan lagi lewat hidungnya. Artinya,asap rokok itu berputar-putar saja diseputar mulut dan hidung.Sebagai pecandu rokok berat, kebiasaanini tetap ia lakoni meski pernah mengidappenyakit TBC. Hingga pada suatu ketikaTian akhirnya memutuskan berhentimerokok yang dipicu oleh teguran seorangpendeta. “Awal saya berhenti merokok karena mendengar khutbah Pendeta di televisi yang mengatakan merokok menyebabkan Tuhan marah karena paru-paru merupakan organ tubuh ciptaan Tuhan yangsangat berharga. Kalau saya merokokberarti saya merusak ciptaan Tuhan itu.”“Ketika itu saya pun pelan-pelan mulaimenyadari dan kemudian berhenti total,”ujar Tian yang berprofesi sebagai jurnalisitu. Setelah meninggalkan kebiasaan merokok, Tian merasakan banyak manfaat.Selain tubuhnya lebih sehat, dia mampumenabung. Setiap hari, minimal uang 10ribu rupiah yang biasanya digunakanuntuk membeli rokok dikumpulkannya.Kini, jumlah tabungannya telah mencapaihampir 45 juta rupiah. “Tadinya sayaberpikir merokok itu bagian dari hak asasidan gaya hidup. Tapi sekarang, buat saya,orang yang merokok itu orang yangkampungan, tidak menghargai hidup yangdiberikan Tuhan,” ujar Tian menutuppembicaraan dengan Berita Indonesia.Adanya dampak positif dari keputusanmenghentikan kebiasaan merokok diakuipula oleh Kartono Muhamad, pengamatkesehatan dari Indonesia Tobacco ControlNetwork. Dalam pandangannya, nilaikerugian akibat merokok bahkan lebihbesar daripada ‘manfaat’-nya, seperti nilaicukai yang didapatkan negara dari rokok.Penghasilan negara dari cukai rokoktercatat 60 triliun rupiah per tahun.Namun, angka itu tidak sebanding dengannilai kerugian dari timbulnya penyakitakibat kebiasaan merokok tersebut.“Berdasarkan penelitian KementerianKesehatan pada 2007, diketahui nilaibiaya pengobatan penyakit akibat rokokmencapai 185 triliun rupiah. Biaya itumencakup anggaran pemerintah melaluirumah sakit pemerintah serta biaya yangdikeluarkan masyarakat,” ujar Kartono.Oleh karena itu, dia menyarankan agarrokok diekspor saja untuk menghasilkandevisa negara. Kartono juga mengungkapkan kekhawatirannya akan semakinbanyaknya kaum perempuan yang merokok dan terpapar asap rokok.Kekhawatiran Kartono juga dirasakanoleh Nita Yudi, Ketua Umum Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT). Soalnya, kian hari, kecenderungan orang Indonesia jadi perokok, terus meningkat.Dalam kurun 2001-2004 saja, naik sampai sembilan kali lipat. Bahkan, menurutdata Biro Pusat Statistik (BPS) sebanyak25 persen anak Indonesia usia 3-15 tahunsudah mencoba rokok dimana 3,2 persendi antaranya adalah perokok aktif.Yang lebih memprihatinkan, menurutdata Susenas (Survei Sosial EkonomiNasional) sebanyak 70% perokok yangPerokok itu sosok yang egois. Selain merugikan orangorang di sekitarnya, mereka juga mengeluarkan uangnyauntuk rokok enam kali lebih penting dari pendidikan dankesehatan.S