Page 16 - Majalah Berita Indonesia Edisi 78
P. 16
16 BERITAINDONESIA, 15 Juli - 15 Agustus 2010BERITA UTAMAfoto-foto: istterlalu tinggi, Rahmat Waluyanto mengatakan pemerintah tidak memiliki kapasitas untuk menetapkan yield atas SUNtersebut. Karena Yield obligasi ditetapkanmelalui mekanisme pasar yang prosesnyadilakukan secara akuntabel dan transparan.Sebelumnya, Sri Mulyani, sebelummengundurkan diri dari jabatan menteriKeuangan, dalam paparannya di Musrenbangnas 2010, di Hotel Bidakara, Jakarta,Rabu (28/4/2010) mengatakan kendatiberdasarkan perhitungan asumsi makro2011, jumlah utang pemerintah diperkirakan akan mencapai Rp1.878 triliunatau meningkat dari utang pada kondisiawal 2010 yang sebesar Rp1.617 triliun,namun, jika dibandingkan antara jumlahutang dan PDB, rasio utang Indonesiapada tahun 2011 justru akan lebih rendahdibandingkan tahun sebelumnya yaituhanya sebesar 26,7 persen saja.“Pada 2011, utang Indonesia rasionyaterhadap PDB semakin kecil yaitu hanyasebesar 26,7 persen dari PDB atau turundari tahun ini yang sudah ada di kisaran30 persen,” ujar Sri Mulyani. Dia menegaskan, peningkatan jumlah utang tersebut masih sejalan dengan pertumbuhanPDB. Menurut Sri Mulyani, kondisiekonomi Indonesia sudah jauh lebih baiksaat ini, namun tetap saja diperlukankewaspadaan tinggi terhadap perkembangan ekonomi global. Dipaparkan,defisit dalam RAPBN-P 2011 ditetapkansebesar 1,7 persen dari PDB atau menurundibandingkan dengan asumsi defisit dariAPBN-P 2010 adalah 2,1 persen.Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, menunjukkan kebutuhanpembiayaan utang pada tahun 2010mencapai Rp 234,776 triliun, yaknidigunakan untuk membiayai desifit anggaran sebesar Rp 98,010 triliun, pembayaran utang jatuh tempo dan cicilanpokok pinjaman luar negeri Rp 129,384triliun, serta biaya lain-lain sebesar Rp7,381 triliun.Untuk menutupi sebagian besar kebutuhan pembiayan tahun ini, pemerintahakan menerbitkan Surat Berharga Negara(SBN) sebesar Rp 174,97 triliun. DirjenPengelolaan Utang mengatakan SBNdiprioritaskan karena membantu pengembangan pasar keuangan, memperkuat basis investor domestik, mendukungkebijakan moneter Bank Indonesia, danyang juga penting adalah mengurangiketergantungan pada pinjaman luarnegeri.Sisanya, menurut Rahmat Waluyanto,akan dibiayai melalui pinjaman programRp 24,443 triliun, pinjaman proyek Rp24,519 triliun, pinjaman dalam negeri Rp1 triliun, penerusan pinjaman Rp 8,644triliun, serta pengelolaan aset negara Rp1,2 triliun.Jangan Ngutang Sampai KiamatRezim boleh berubah. Namun ada yangtidak pernah berubah yakni kebijakanekonomi dengan kegemaran berutang.Mulai dari era Soekarno, terutama eraOrde Baru (Soeharto), dan era TransisiReformasi (BJ Habibie) sampai eraReformasi (Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri dan Susilo BambangYudhoyono), kebijakan ekonomi sangattergantung pada utang. Terutama sejakera Orde Baru hingga era Reformasi,penggunaan utang sebagai sumber danapembangunan dan pembiayaan pemerintah senantiasa tercantum dalam struktur Anggaran Pendapatan Belanja Negara(APBN).Tentu saja berakibat akumulasi penumpukan utang pemerintah semakin membesar dari tahun ke tahun. Sehingga takheran bila posisi utang Indonesia beradapada jajaran top rank negara pengutangdunia. Untuk membayar utang (cicilanpokok utang dan bunga) pemerintahmenggali lubang utang baru. Ironisnya,jumlahnya tidak pernah mencukupi untukmelunasi kewajiban utang pada setiaptahun.Chris Komari, warga negara Indonesiayang tinggal di California, mengibaratkanutang pemerintah Indonesia denganmengejar yang naik bus pakai sepeda.Tidak akan bisa terkejar, malah semakinhari akan semakin ketinggalan jauh. Diapun bertanya, kapan hutang-hutang iniakan dilunasi? Sampai anak cucu dansampai generasi ke berapa hutang itu akanbisa lepas dari beban APBN, lepas daripundak dan tidak lagi mencekik leherbangsa Indonesia? Apakah kebijaksanaanPemerintah Pusat hanya bisa tambalsulam sekadar mengelola hutang-hutangitu?Dia menggambarkan pengelolaan utangpemerintah saat ini: “Kalau tidak hutangsama Paul untuk bayar Peter, ya gantiutang sama achong-achong di dalamnegeri untuk bayar Peter di luar negeri?”Chris Komari bertanya, sekaligus menggambarkan bagaimana pemerintah menggali pinjaman luar negeri baru untukmembayar utang luar negeri, atau menggali utang dalam negeri dengan menjualobligasi atau SUN (Surat Utang Negara)dan SBN (Surat Berharga Negara) untukmembayar utang luar negeri.Dulu zaman Orde Baru sebelum tahun1997/1998, kata Komari, hutang dalamnegeri hampir tidak ada atau kecil sekali,karena rejim Orde Baru, selalu pinjamPaul untuk bayar Peter, termasuk IMF.Sekarang di zaman reformasi, hutangsama Peter dibayar dengan meminjamhutang dari achong-achong dengan menjual SUN (Surat Utang Negara) dan SBN(Surat Berharga Negara), menjadikanhutang dalam negeri besarnya melampuihutang luar negeri hanya dalam waktu 12tahun.Dia mengungkapkan hutang sama IMFdilunasi dengan menciptakan hutang barudalam negeri yang jumlahnya dua kalilipat dari jumlah hutang di luar negeriyang dilunasi. Apa bedanya? Lalu, kapanhutang dalam negeri (SBN) akan bisadilunasi yang jumlahnya jauh lebih besardari hutang (pinjaman) luar negeri?Maka, jika pemimpin tidak memiliki visikemandirian yang tinggi, di tengah arusglobalisasi saat ini, negeri ini akan dibelenggu utang sampai kiamat tiba. BI/Ch. Robin SimanullangChris Komari Rahmat Waluyanto Rizal Ramli