Page 20 - Majalah Berita Indonesia Edisi 78
P. 20


                                    20 BERITAINDONESIA, 15 Juli - 15 Agustus 2010BERITA UTAMAUtang Kemkeu Rahmat Waluyanto mengemukakan bahwa pemerintah telah mengurangi ketergantungan atas pinjamanasing. Pemerintah kini telah memprioritaskan surat berharga negara (SBN).Walaupun diakui pula bahwa pemerintahmasih mengandalkan SBN valas akibat kemampuan dalam negeri (rupiah) masihlemah.Menurut Rahmat Waluyanto, perkembangan pasar keuangan seperti sukuk,telah dapat memperkuat basis investordomestik (ORI, Sukri) sehingga mendukung kebijakkan moneter Bank Indonesia (BI) dan mengurangi ketergantunganpada pinjaman dari luar negeri.Dirjen Pengelolaan Utang KemkeuRahmat Waluyanto, dalam konferensipers, di Gedung Menko Perekonomian, diJakarta, Senin (19/4/2010) menegaskanpinjaman luar negeri saat ini pun dibatasikarena dua hal pokok. Pertama, pinjamanlunak untuk pembangunan infrastrukturdan energi, perubahan iklim (climatechange) dan proyek pembangunan lainnya terutama untuk sektor pendidikandan kesehatan, dari lembaga-lembagapinjaman internasional, seperti WorldBank, ADB, IDB, Japan, Prancis dan lainsebagainya. Kedua, alokasi untuk alutsistaTNI dan alut Polri dalam beberapa bagianyang berlaku untuk kegiatan yang dihasilkan, khususnya di dalam negeri.Selain itu, menurut Rahmat Waluyanto,pemerintah juga melakukan berbagaiupaya dalam mengelola utang. Pertama,mengutamakan SBN rupiah dalam negeriKebijakan Pengelolaan UtangPemerintah, melalui Direktorat PengelolaanUtang Kementerian Keuangan menyebut tujuanumum pengelolaan utang dalam jangka panjangadalah meminimalkan biaya utang dengantingkat risiko yang semakin terkendali.Kebijakan yang ditempuh adalah: 1) Tidak adaagenda politik yang dipersyaratkan oleh pihakkreditor; 2) Persyaratan lunak (jangka panjang,biaya relatif ringan), terutama dari multilateraldan kreditor bilateral (G to G); 3) Tambahanpinjaman luar negeri neto dianggarkan negatifsejak 2004, artinya jumlah pembayaran kembaliutang dianggarkan lebih besar dibanding denganjumlah penarikan pinjaman luar negeri baru;4) Mengutamakan penerbitan Surat BerhargaNegara (SBN) Rupiah di pasar dalam negeri,untuk: a) Mewujudkan kemandirian dalampembiayaan APBN; b) Mendukung pengembangan pasar modal dengan memperluas basisinvestor melalui diversifikasi berbagai instrumeninvestasi bagi masyarakat; c) Membantupengelolaan likuiditas pasar, misalnya melaluipenerbitan instrumen pasar uang (SPN).5) Membuka akses sumber pembiayaan dipasar internasional (global bond, global sukuk,samurai bond) untuk meningkatkan posisi tawarpemerintah sebagai peminjam (upper-hand borrower).Jenis UtangPinjaman (utang) terdiri dari pinjaman luarnegeri dan pinjaman dalam negeri. PinjamanLuar Negeri bersumber dari World Bank, AsianDevelopment Bank, Islamic Development Bankdan kreditor bilateral (Jepang, Jerman, Perancisdll), serta Kredit Ekspor. Berupa: 1) PinjamanProgram: Untuk budget support dan pencairannya dikaitkan dengan pemenuhan Policy Matrixdi bidang kegiatan untuk mencapai MDGs(pengentasan kemiskinan, pendidikan, pemberantasan korupsi), pemberdayaan masyarakat,policy terkait dengan climate change daninfrastruktur; dan 2) Pinjaman Proyek: Untukpembiayaan proyek infrastruktur di berbagaisektor (perhubungan, energi, dll); proyek-proyekdalam rangka pengentasan kemiskinan (PNPM).Sementara, Pinjaman Dalam Negeri didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 54Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pengadaan danPenerusan Pinjaman Dalam Negeri olehPemerintah. Pinjaman Dalam Negeri ini diperuntukkan membiayai kegiatan dalam rangkapemberdayaan industri dalam negeri danpembangunan infrastruktur untuk pelayananumum dan kegiatan investasi yang menghasilkan penerimaan.Berupa Surat Berharga Negara (SBN) dalamrupiah dan valuta asing, tradable & non-tradable,fixed & variable, terdiri dari: 1) Surat UtangNegara (SUN), berupa a) Surat PerbendaharaanNegara (SPN/T-Bills): SUN jangka pendek(s.d.12bln); dan b) Obligasi Negara (> 1 thn)yakni Coupon Bond (Tradable: ORI, FR/VRbond, Global bond dan Non tradable: SRBI untukBLBI, dan Surat Utang/SU ke BI untuk penyehatan dan restrukturisasi perbankan) dan Zerocoupon;2) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara dalam rupiah dan valuta asingdengan berbagai struktur, misalnya Ijarah,Musyarakah, Istisna dll, berupa: a) SBSN jangkapendek (Islamic T-Bills); SBSN Ritail (Sukri); b)SBSN jangka panjang (IFR/Ijarah Fixed Rate;Global Sukuk; SDHI/Sukuk Dana Haji Indonesia).„ BI/pdti(wealth effect). Kedua, penerapan projectreadiness criteria dan monitoring sertaevaluasi untuk kegiatan yang ditujudengan pinjaman luar negeri.Menteri Keuangan Agus Martowardojomengungkapkan (Kamis, 24 Juni 2010)bahwa pemerintah Indonesia berupayamendesak negara-negara anggota G20untuk berkomitmen menurunkan bebanutang dan defisitnya. Menurutnya, keseimbangan utang dan defisit perlu untukmenjaga perekonomian global. Desakanpenurunan beban utang itu telah menjadisalah satu isu utama yang dibawa pemerintah dalam sidang pimpinan negara G20pada 26-27 Juni 2010 di Toronto, Kanada.Sementara itu, pengamat ekonomiINDEF (Institute for Development of Economics and Finance) Fadhil Hasan, Rabu(20/5/2010) mengkritisi pemerintah Indonesia yang selalu menerima tawarannegara lain yang bersedia memberikanutang kendati kurang memerlukan danatersebut. “Akibatnya banyak proyek yangseharusnya kurang dirasakan manfaatnyaterpaksa diada-adakan untuk menghabiskan dana utang,” katanya tanpa menyebutkan proyek apa itu.Walaupun Fadhil Hasan menilai, transparansi pengelolaan utang sudah cukupbagus. “Hanya saja pengelolaan danmanajemen utang yang harus dibenahidan dikelola dengan lebih baik. Saat ini,utang luar negeri dikelola oleh hampirsemua lembaga pemerintah yang ada,sehingga pengawasan dan pengalokasiannya menjadi tidak efektif karena terpecahpecah,” katanya.Dia menyarankan pengelolaan utangluar negeri dilakukan oleh satu lembagatersendiri, sehingga pengawasannya akanlebih mudah dan efektif. “Begitu jugapendistribusian dan pemanfaatan utang,cukup dilakukan oleh satu lembaga, untukmenghindari pembiayaan proyek yangdilakukan dua kali,” kata Fadhil.„ BI/crs-bhs
                                
   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24