Page 52 - Majalah Berita Indonesia Edisi 80
P. 52


                                    52 BERITAINDONESIA, November 2010BERITA DAERAHfoto: ist/sl pohanOmong Kotor, Tarakan BerkobarTarakan dilanda kerusuhan antar suku. Sedikitnya limaorang tewas, dan puluhan luka-luka. Belasan rumah danruko dibakar dan dirusak. Siapa mengail di air keruh?ingga saat ini, aparat keamanandari Brimob maupun TNI Angkatan Darat, masih tampak berjaga-jaga di sudut-sudut kotaTarakan, Kalimantan Timur. Belum dapatdipastikan kapan mereka ditarik ke barakmasing-masing. Memang, keadaan di kotayang direncanakan menjadi ibukotaProvinsi Kalimantan Utara ini sudahtampak kondusif setelah kerusuhan yangterjadi Minggu (26/9) lalu.Tetapi, itu hanya tampak di permukaansaja, sementara akar permasalahan yangsebenarnya, sampai saat ini belum tersentuh. Ibarat api di kayu jabuk, yang membakar rumput di sekitarnya. Yang dipadamkan, hanya api dalam rumput, tapi apidalam kayu masih terus menyala, padasuatu saat dapat membakar rumputilalang yang tumbuh di sekitarnya.Kerusuhan itu sendiri berawal darimasalah sepele. Seorang pemuda mengucapkan kata-kata kotor kepada AbdulRachman dan Jaelani, ketika membelirokok di sebuah warung di Jln BelalungRT 01 Kelurahan Juwata Permai, Kecamatan Tarakan Utara, Tarakan, pada hariMinggu, sekitar pukul 23.00 WITengah(26/9) lalu. Mendapat makian itu Jaelanimenjawab: “Jangan macam-macam, sayaini orang Tidung suku asli Kalimantan,mau apa kalian.”Perang mulutpun tak terelakkan berbuntut pengeroyokan yang mengakibatkan Abdul Rahman luka kena sabetanparang. Diperlakukan seperti itu, Jaelanimengadu kepada Abdul Salim, orangtuaAbdul Rahman. Tapi celakanya, kedatangan orangtua itu, yang bermaksudmendamaikan disambut puluhan laki-lakiBugis Letta bersenjatakan parang. AbdulSalim, lelaki berusia 55 tahun itu, tewasseketika dengan luka-luka bacokan disekujur tubuhnya.Kejadian inilah yang memicu kemarahan kalangan suku Tidung. Bagai disirambensin, kerusuhan pun berkobar ke berbagai penjuru Tarakan. Ribuan massaTidung turun ke jalan. Selama empat hariseluruh kegiatan, baik kantor, sekolahmaupun perekonomian mati total. Limaorang meninggal, dan belasan orang lukaluka. Delapan rumah dibakar, lima lainnya dirusak. Satu unit mobil dan empatsepeda motor dibakar.Huru-hara itu bisa diredakan setelahKepala Polri dari Jakarta turun tanganbersama Gubernur Kaltim, DPD RI, KetuaDPRD Kaltim, Pangdam VI/Mulawarman, Asops Kapolri, Kapolda Kaltim,Walikota Tarakan, Bupati Bulungan,Bupati Tanah Tidung, dan Wakil BupatiMalinau, untuk mempertemukan keduabelah pihak yang bersitegang dari sukuTidung, penduduk asli Tarakan dengansuku Bugis Letta, sebagai orang pendatang.Pertanyaan! Apakah dengan adanyakesepakatan kedua suku yang bertikaimengakhiri segala bentuk pertikaian,mampu membangun kerjasama yangharmonis demi kelanjutan pembangunanKota Tarakan khususnya, dan Kaltim padaumumnya? Dari sekian banyak tokohmasyarakat yang diminta pendapatnyatidak seorang pun yang dapat menjamin.Dua bulan sebelum kerusuhan meletup,atau tepatnya 21 Juli 2010 di sebuah hotel berbintang di Jln Mulawarman Tarakan, berlangsung pertemuan yang dihadiri tokoh masyarakat tertentu. Dalampertemuan yang diselenggarakan Pemerintah Kota Tarakan itu, Haji Suleb yangsecara khusus didatangkan dari Kaltengmengatakan: Sudah 28 kali menerimaghoib, belum pernah meleset. Dan, untukyang ke 29 ini ghoib yang dia terima, diKota Tarakan akan terjadi pertumpahandarah pada bulan Agustus 2010 yang lalu.Oleh karena itu, untuk mengantisipasiagar tidak terjadi pertumpahan darah,penerima ghoib ini meminta WalikotaTarakan, Udin Hianggio untuk mengadakan ‘Acara Ritual Adat’ di dua tempat,Pantai Amal dan Stadion Datu Adil. Tujuannya, untuk menolak bala atau bencana. Sebab bencana itu bisa berasal darialam ataupun manusia, “Seperti kerusuhan yang terjadi di Sambas Kalbardan Sampit Kalteng,” ujar H Suleb.Dikatakan, permintaan ghoibnya darahmanusia. “Saya tawarkan, bisa digantidengan darah hewan. Tapi, butuh danasebesar Rp 750 juta. Saya juga nantinyaakan dibantu tim yang kita datangkan dariKalimantan Tengah,” katanya. Namunyang mengherankan, sebelum penerimaghoib ini selesai bicara ia menerimainformasi lewat telepon selulernya. Terjadi penyerangan yang dilakukan kelompoktertentu terhadap warga Sulawesi diTanjung Pasir, Kelurahan Mamburungan,Tarakan Timur.Ada pihak yang mengail di air keruh?Menurut Datu Norbeck, memang selaluada. Apalagi, “Massa yang marah gampang diperalat,” ujar tokoh masyarakatTidung yang tinggal di Jln Mulawarman,Simpang Tiga, Tarakan ini. Soalnya,sepanjang akar permasalahannya tidakdiselesaikan, masyarakat akan mudahdiperalat untuk bertindak kriminal.“Penduduk asli merasa dimarginalkan dibidang politik, ekonomi, sosial budaya,dan keamanan,” katanya.Keadaan sosial-ekonomi misalnya,semuanya dikuasai pendatang. Pendudukasli Tarakan bukan masyarakat berkebunatau petani. Mereka aslinya “nelayan”.Pemilikan tanah dipahami hanya secaratradisional atau adat. Mereka tidakmelihatnya dari segi hukum. Sementaramasyarakat pendatang, tidak tahu kapanmenggarap, tahu-tahu lahan sudah hakmiliknya. “Inilah akar permasalahan yangsebenarnya,” ujar Datu Norbeck.Beberapa keganjilan memang nampakmewarnai proses kepemilikan dan pembebasan lahan yang dilakukan pihakPemerintah Kota Tarakan. Beberapakasusnya mulai muncul bahkan sudah adayang sampai ke meja hijau. “Masalah initidak boleh dibiarkan. Pemerintah pusat,dalam hal ini Komisi PemberantasanKorupsi (KPK) harus segera turun tangan,” ujar Datu Abduh, kepada BeritaIndonesia Biro Tarakan awal Novemberlalu. „ SLPHMassa Tidung di Tarakan merasa dimarginalkan
                                
   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56