Page 32 - Majalah Berita Indonesia Edisi 81
P. 32
32 BERITAINDONESIA, Desember 2010BERITA UTAMAfoto: dok.berindokata Buyung, kejujuran dan kebebasanhati nurani harus terus dijaga. Dia mengingatkan, substansi hukum adalah keadilan yang mengedepankan etika. “Tetapi,saya harus mengakui, kondisinya kinimakin menurun,” kata mantan Ketua Tim8 Kasus Bibit-Chandra itu.Adnan Buyung mengingatkan, konstitusi di negeri ini tak ada maknanya jikawarganya tak bisa menghayati maknanyadan melaksanakan. Makna konstitusi ituadalah jaminan pada hak asasi manusia.Dr. Frans Hendra Winarta, S.H., M.H.,FCBArb., ACIArb, seorang pakar danpraktisi hukum (advokat) ternama, aktivisHAM dan pengajar di beberapa universitas, di antaranya di Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang, dan Fakultas Hukum UniversitasAtmajaya, Jakarta, jua memandang persoalan hukum di Indonesia cukup pelik.Maka, ujarnya, untuk memperbaikinyaharus dilakukan perombakan, baik undang-undangnya maupun praktisinya.Frans menguraikan, hukum kita asalnya dari hukum kolonial Belanda. “Sampai sekarang kita tidak punya keberanianuntuk merubahnya, baru KUHP saja.Sebenarnya KUHPerdata dan KUHPidana juga harus diubah. Sudah umurratusan tahun, sudah tidak layak pakailagi. Kita harus berani menerobos itu,”katanya. Kemudian, menurut Frans,lembaga-lembaga penegak hukum yangkorup seperti kepolisian, kejaksaan,kehakiman itu harus dirombak. “Profesihukum seperti advokat itu juga harusdirombak, sudah terlibat dalam mafiaperadilan namanya, judicial corruptionitu,” kata Pendiri dan Ketua UmumDewan Pengurus Yayasan PengkajianHukum Indonesia (YPHI) itu.Salahnya, menurut Frans, kita mendahului pembangunan ekonomi, lalu sekarang baru terpikir pembangunan hukum.“Lain dengan Singapura, setelah memerdekakan diri dari Malaysia, sepuluh tahunpertama, mereka mulai membangunhukum, sehingga hukumnya beres. Lalu,ketika mereka membangun ekonomi,industri, 10 tahun lagi, itu sudah bisa jalankarena pengadilannya sudah jujur, lembaga hukumnya kuat,” jelas Frans memberi bandingan.Sementara, lanjutnya, kita terbalik,ekonominya maju tapi hukumnya hancur,maka kemudian ikut hancur ekonominyajuga. “Jadi ada kesalahan strategi kitadalam pembangunan hukum. Harusnya,dengan pembenahan hukum dulu baruekonomi,” kata mantan Anggota DewanPenasehat LawAsia di Perth, 1992-1995itu.Frans menegaskan kita tidak akan bisamenegakkan hukum kalau empat pilarpenegak hukum, yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan keadvokatan tidakdibersihkan dari perilaku korup. “Kemudian, ada kepemimpinan, etos kerja, etikayang baik dan ada kejujuran. Di situ,barulah kita bisa menuju Indonesia adildan makmur. Tanpa itu saya kira nonsense,” kata Frans.Sementara, menurut Prof. Romli Atmasasmita, kegagalan kita selama 60-an tahun merdeka dalam pembangunan hukum dan penegakan hukum adalah karenasering dilupakannya karakter dan moralpara pemegang amanah penegakan hukum. Sesungguhnya, menurut Romli,semakin banyak perkara yang masuk dandiputus pengadilan serta semakin banyakmanusia yang dimasukkan ke bui, itusuatu pertanda bahwa pembangunanhukum dan penegakan hukum itu telahmengalami kegagalan, bukan harus dinilaidan ditafsirkan sebagai sukses.“Sukses dalam pembangunan dan penegakan hukum adalah jika perkembangankejahatan semakin menurun dan merekayang dibui semakin berkurang sehinggamerupakan bukti bahwa kehidupan masyarakat telah tertib dan aman,” kataRomli.Pemimpin Visioner dan BeraniMenurut Adnan Buyung Nasution danFrans Hendra Winarta, kegagalan pembangunan hukum terutama karena belummunculnya pemimpin yang visioner danberani. Adnan Buyung merasa kecewadengan para pemimpin negeri ini, tidakhanya pemimpin Orde Baru, tetapi jugapemimpin era reformasi ini. AdnanBuyung menilai mereka tidak punya visidan tidak punya keberanian menegakkanhukum, terutama dalam pemberantasankorupsi.Adnan Buyung mengungkapkan bahwadia pernah berbicara (mengusulkan)dengan Presiden Megawati Soekarnoputritentang bagaimana penegakan hukumdan pemberantasan korupsi seharusnyadilakukan. ‘Tapi, Ibu Mega nggak begituresponsif. Dua jam saya bicara sampaiberbusa-busa dia mendengarkan dengansangat serius tapi pada akhirnya diabilang, “Bang, terus bagaimana? Sudahterlanjur begini, kita harus tunggu beberapa generasi lagi,” ungkap Bang Buyung.Menurut Buyung, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun begitu, butuh 20-30tahun. Sebagai pribadi dan AnggotaDewan Pertimbangan Presiden, dia seringbicara dengan SBY. “Saya kecewa beratkarena tidak boleh menunggu, kita harusmulai dari sekarang mulai. Apapun yangbisa kita lakukan dari sekarang, kitalakukan, “ kata Buyung.Adnan Buyung melihat, kalau mau kitakembali ke negara hukum, musuh nomorsatu adalah bagaimana memberantaskorupsi. Tapi, keluhnya, sampai hari initidak ada planningnya. “KPK pun nggakpunya planning jangka panjang. Samaseperti Komisi Yudisial, juga terlalu cepatmengambil tindakan yang sifatnya memang katakanlah signifikan, semacamshock therapy. Memang mendapatkanapplause masyarakat, tapi tidak berjangkapanjang,” jelas Buyung.Padahal, menurut Buyung, yang diperlukan sekarang pemikiran yang mendalam bagaimana membuat perencanaanyang panjang. “Langkah demi langkah,sehingga kalau pun kita masih begini,anak cucu kita sudah tertib hukum. Inipemikiran yang visioner,” ujarnya.Adnan Buyung memberi contoh tentangpengisian jabatan Jaksa Agung. “Mestidilandasi betul-betul dengan niat yangbersih, keberanian dan kejujuran padanurani. Pertaruhannya nyawa. Kalausekarang, siapapun yang berani memegang jabatan Jakgung, mesti beranimempertaruhkan nyawanya. Sebab musuh kita terlalu besar dari segala lapisan.Korupsi sudah melanda bangsa ini diseluruh lapisan dan bukan hanya korupsiuang, tapi juga mental korup, ya susah.Jadi yang dipikirkan, gimana semuaproyek, semua lobang bisa cari uang.Berpikirnya sudah korup. Berpikirnya,cara apa yang bisa cari uang. Urusannegara yang harusnya diurus dengan baik,oleh pejabat-pejabatnya dia proyekkan.Ada lagi yang berbuat seolah dia menolong negara dengan pengadaan suatu alatyang katanya supaya kerja instansinyaefisien, tapi ada udang di balik batu,” kataAdnan Buyung Nasution.Pendapat senada dikemukakan FransHendra Winarta. “Saya pikir itu mengenaileadership, karena memang tidak disiapkan. Kita kan baru berkembang, stokpemimpin terbatas. Karena tidak dipersiapkan, begitulah akhirnya. Kita melihatazas bukan sesuatu yang mesti diperjuangkan. Azas itu dilihat menguntungkanapa tidak? Jadi terbalik, bukan azasProf. Dr. Romli Atmasasmita, SH, LLM.