Page 56 - Majalah Berita Indonesia Edisi 85
P. 56


                                    56 BERITAINDONESIA, Desember 2012CORRUPTION WATCHZupaya politisasi anggaran untuk mengUhambat pembangunan gedung KPK danpenggunaan fungsi legislasi untuk merevisi UU No. 30 Tahun 2002 tentangKomisi Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi yang mengarah pada pelumpuhan KPK.ICW mensinyalir upaya pelumpuhantersebut dilatarbelakangi fakta bahwasaat ini KPK sangat gencar menanganikasus korupsi politik di DPR. ICW mencatat adanya beberapa politisi dari berbagai partai politik dicokok olehKPK. Badan Anggaran (Banggar) yang juga disinyalir ICWsebagai episentrum korupsi diDPR pun tidak luput dari pengawasan dan aksi KPK. “Sehingga politisi korup di DPR merasaterganggu dan melakukan upaya serangan balik menggunakandua fungsinya yaitu penganggaran dan legislasi,” rilis ICWdalam situsnya antikorupsi.org.ICW menguraikan anggaranpembangunan gedung KPK sebetulnya telah disetujui olehDPR dan pemerintah melaluiAPBN 2012 dengan nilai Rp72,8 milyar atau sekitar 4,7Úri seluruh usulan gedungbaru untuk lembaga yudikatifyang ada. Namun dalam prakteknya, DPR justru berupayamenghalang-halangi pencairananggaran untuk membangungedung tersebut. DPR menyatakan bahwa anggaran KPK diberitanda “bintang” sehingga tidakbisa digunakan.Menurut ICW, alasan yangdigunakan juga cenderung dipaksakan. Awalnya DPR menyarankanagar KPK menggunakan gedung milikpemerintah yang tidak terpakai. Namun,alasan ini dimentahkan oleh pernyataanDirjen Kekayaan Negara KementerianKeuangan bahwa tidak ada gedung yangbisa digunakan sesuai kebutuhan KPK.Perlu diingat bahwa KPK adalah lembagapenegak hukum yang membutuhkansarana dan prasarana khusus untukmenunjang tugas dan kewenangannyadalam penegakan hukum seperti halnyakepolisian dan kejaksaan.ICW membandingkan dengan lembagasektor penegakan hukum, yang anggaranpembangunan gedungnya juga disetujuioleh DPR: Mahkamah Agung Rp663,216,819,000 (43.15%); Kepolisian Rp556,742,039,000 (36.22%);Kejaksaan Rp244,233,569,000 (15.89%); dan KPK* Rp72,834,918,000 (hanya 4.74%) dari totalRp1,537,027,345,000 (100%) (SumberRAPBN TA. 2013, diolah IBC).Namun, jelas ICW, ada perlakuanberbeda yang dilakukan oleh DPR. “Inimengisyaratkan bahwa fungsi anggaranDPR telah disalahgunakan untuk meleanggaran. Di lain pihak, ada begitubanyak anggota DPR yang malah menjaditersangka, terdakwa, bahkan terpidanakorupsi. Ada peningkatan jumlah anggotaDPR yang menjadi ’pesakitan’ karenamelakukan kejahatan korupsi,” jelas ICW.Pelemahan kedua, menurut ICW, adalahdengan mempreteli instrumen kewenangan KPK terutama yang terkait penindakanhukum (penyelidikan, penyidikan, danpenuntutan). Upaya ini dilakukan melaluirevisi terhadap UU No. 30 Tahun 2002.Bentuk upaya pelemahan di antaranya: (i)kewenangan penuntutan KPK yang akandipangkas oleh DPR; (ii) DPR juga akanmempersoalkan masa jabatanpimpinan pengganti KPK dansoal Surat Perintah PenghentianPenyidikan (SP3); (iii) rencanapembentukan Dewan PengawasKPK yang dibentuk DPR justrumembuka potensi intervensipolitik ke KPK sekaligus memperbesar kewenangan DPR; dan(iv) penyadapan KPK harus sesuai ijin pengadilan, padahalkorupsi adalah extra-ordinarycrime.Berdasarkan atas fakta diatas, Koalisi Penegak Citra Parlemen yang terdiri dari Transparency International Indonesia(TII), Indonesia Budget Center(IBC), ICW, Pusat Studi Hukum& Kebijakan Indonesia (PSHK),Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), dan Fatayat NU,pada 30 September 2012 menyatakan sikap: 1) Cabut tanda“bintang” pada alokasi anggarangedung KPK; 2) Penggunaanfungsi anggaran DPR secararasional dan tanpa subjektivitaspolitis; 3) Membatalkan revisiterhadap UU No. 30 Tahun2002 tentang Komisi PemberantasanTindak Pidana Korupsi dan mengeluarkannya dari daftar Prolegnas 2010-2014; 4) Meminta Presiden secara tegasuntuk menolak revisi UU KPK dalampembahasan dengan DPR; dan 5) Menghimbau kepada seluruh masyarakat,untuk bersama-sama melakukan perlawanan terhadap semua upaya ’pelemahan’dalam pemberantasan korupsi, khususnya pelumpuhan terhadap KPK secara sistematik yang dilakukan oleh DPR. „ bhICW: DPR Lumpuhkan KPKMenurut pengamatan Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam beberapatahun terakhir, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan salah satu aktor‘pelumpuh’ terhadap upaya pemberantasan korupsi.paya pelemahan itu, menurutsiaran pers ICW, begitu nyataterlihat dalam dua hal, yaituTentang ICWIndonesia Corruption Watch (ICW) saat ini menjadi salah satulembaga independen paling lantang bersuara dalam gerakanantikorupsi. Eksistensi ICW dalam pemberantasan korupsi sejak tahun1998 telah diakui publik. Secara berturut-turut, tahun ini ICW mendapatpenghargaan UII Award dari Universitas Islam Indonesia, SoegengSarjadi Syndicate Award, dan penghargaan dari Dewan Pers.Selain award dari sejumlah institusi, ICW juga mendapatpenghargaan yang jauh lebih bernilai, yakni dukungan dari masyarakatluas. Sejak membuka Divisi Kampanye Publik dan Penggalangan Danapada 2010 lalu, ICW telah berhasil mengumpulkan dukungan nyataberupa barisan suporter ICW yang kini berjumlah 560 orang. Parasuporter ini secara rutin memberikan donasi untuk mendukung kerjakerja pemberantasan korupsi.Korupsi yang sudah sedemikian menggurita di Indonesia memangharus dilawan secara bersama-sama. Bersama masyarakat, ICWberupaya meningkatkan kapasitas publik untuk menuntut haknyamendapatkan fasilitas dasar yang dijamin oleh negara tanpa dikorupsi.Kontrol masyarakat yang kuat sangat diperlukan untuk membuatperubahan. ICW juga berupaya mendobrak kebuntuan hukum untuklebih dapat diandalkan dalam upaya pemberantasan korupsi. Kini,Kordinator ICW adalah J. Danang Widoyoko.Sekretariat: Jl. KalibataTimur IV/D No. 6 Jakarta Selatan, Indonesia Phone: +62-21-7901885, 7994015, Fax: +62-21-7994005, Email: icw@antikorupsi.org.mahkan lembaga antikorupsi,” rilis ICW.Namun kemudian, DPR beralih argumentasi dan malah mempertanyakankinerja KPK dalam pemberantasan korupsi. Padahal, menurut ICW, KPK selalumenyampaikan laporan periodik (tahunan) kepada DPR, Presiden, dan BPK.“Maka menjadi sangat aneh ketika DPRkembali mempertanyakan hal yang sama.Jika ingin lebih fair, kinerja DPR selamaini sebetulnya sangat buruk baik padafungsi legislasi, pengawasan, hingga
                                
   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60