Transformasi Nilai Luhur Batak

Pendahuluan Buku Hita Batak, A Cultural Strategy (15)

0
29
Transformasi nilai-nilai luhur kebatakan adalah karsa kedua dari Tiga Karsa Strategi Kebudayaan Batak yang digagas oleh Ch. Robin Simanullang, dalam buku Hita Batak: A Cultural Sytrategy. Ilustrasi The Batak Institute - Meta AI.
Lama Membaca: 4 menit

Pendahuluan Buku Hita Batak, A Cultural Strategy (15)

 

Transformasi nilai luhur Batak adalah karsa kedua dari Tiga Karsa Strategi Kebudayaan Batak. Di Tanah Batak (orang Batak), terutama pada masa kolonisasi dan misionisasi berada di bawah tekanan arus narasi terdistorsi, misinformasi, misleading content dan disinformasi, sehingga terjadi transformasi sosial yang dahsyat dan radikal, yang di satu sisi membawa modernisasi individualistis dan sekularisme agama, yang bahkan (di sisi lain) menyalahkan dan mengutuk leluhur (kanibal dan kafir Sipelebegu); Yang memerlukan perubahan naratif baru yang kontemplatif transformatif dalam perspektif Tungkot Sialagundi dan inkulturasi mengacu (proses dialektika) pada eksposisi kebenaran sesuai dinamika zaman kini dan masa depan.

Trasformasi sosial radikal tersebut bukan hanya kekacauan permukaan tetapi juga disebabkan oleh kekuatan yang dalam dan tersembunyi yang telah menghasilkan perubahan radikal dalam pikiran sebagian orang Batak: Individualisme telah menggantikan konsepsi lama tentang keluarga sebagai unit sosial Dalihan Na Tolu. Individualisme (Aku) menjadi gila dan berkuasa, dan eksistensi intersubjektif Hita (kita) menjadi samar, dan linglung (sakau, teler, tuakhon) bahkan nyaris takluk melongo, termangu, tatapan kosong, kehilangan nalar dan hati; Nyaris seperti menderita ayan dan parkinson.

Dalam KBBI, transformasi artinya n 1 perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dan sebagainya); 2 Ling perubahan struktur gramatikal menjadi struktur gramatikal lain dengan menambah, mengurangi, atau menata kembali unsur-unsurnya; mentransformasikan, v 1 mengubah rupa (bentuk, sifat, fungsi, dan sebagainya); mengalihkan: Pemerintah berhasil ~ benteng itu menjadi objek pariwisata; 2 Ling mengubah struktur dasar menjadi struktur lahin dengan menerapkan kaidah transformasi.

Merriam-Webster Dictionary mengartikan transformation (transformasi) adalah suatu tindakan, proses, sebuah operasi untuk mengubah (seperti dengan rotasi atau pemetaan) satu konfigurasi atau ekspresi ke konfigurasi lain sesuai dengan aturan (matematika) terutama perubahan variabel atau koordinat di mana fungsi variabel atau koordinat baru diganti untuk setiap variabel atau koordinat asli; operasi yang mengubah (seperti dengan penyisipan, penghapusan, atau permutasi) satu string tata bahasa (seperti kalimat) menjadi yang lain juga : pernyataan formal dari operasi semacam itu; modifikasi genetik suatu bakteri dengan memasukkan DNA bebas dari sel bakteri lain juga: modifikasi genetik sel dengan pengambilan dan penggabungan DNA eksogen.[1]

Sementara, transformasi sosial bisa berproses secara individu (interpersonal) mengubah status sosial diri mereka sendiri; Namun, juga proses perubahan sosial skala besar sistem sosial dalam reformasi atau transformasi budaya. Transformasi sosial dalam konteks sistem sosial bergerak melalui pergeseran kesadaran kolektif suatu masyarakat yang realitasnya dimurnikan melalui konsensus adat-budaya dan agama.

Transformasi sosial merupakan proses perubahan masyarakat secara menyeluruh yang mencakup perubahan dalam struktur sosial, sistem sosial, nilai-nilai, norma, dan budaya, yang menyebabkan masyarakat berubah dari satu bentuk ke bentuk lain yang lebih modern, kompleks, atau maju. Proses ini bisa dipicu oleh berbagai faktor internal atau eksternal, seperti kemajuan teknologi, kontak budaya, atau kebijakan pembangunan, dan ditandai oleh pergeseran cara berinteraksi, berpikir, dan hidup dalam masyarakat. Dalam hal ini, transformasi sosial mesti dilandasi kontemplasi atas nilai dan norma budaya untuk terjadinya pergeseran pada nilai-nilai yang dianut, norma yang mengatur interaksi, serta tata susila dalam masyarakat.

Enrico Ferri (1900) dalam Socialism and Modern Science (Sosialisme dan Ilmu Pengetahuan Modern) menyebut empat mode transformasi sosial: evolusi, revolusi, pemberontakan, dan kekerasan individu (the four modes of social transformation: evolution, revolution, rebellion, and individual violence).[2] Dan, tidak dapat disangkal, bahwa proses normal transformasi sosial (meskipun penampilannya paling lambat dan paling tidak efektif) adalah evolusi dan revolusi; Bukan pemberontakan, dan kekerasan individu, apakah kejahatan tertentu adalah kejahatan bawaan atau orang gila atau penjahat politik karena nafsu, adalah merupakan cara yang paling tidak efektif dan paling anti-manusia untuk transformasi sosial.[3]

Pada masa lalu, era kolonisasi dan misionisasi, di Tanah Batak, proses transformasi sosial ini berlangsung campur-aduk: secara individual (interpersonal), sistem sosial (penjajahan feodalisme dan doktrin agama), evolusi dan revolusi, peperangan (pemberontakan) dan kekerasan individu (penyimpangan sosial), yang berada di bawah tekanan arus narasi terdistorsi, misinformasi dan disinformasi. Sehingga, sangat memerlukan perubahan naratif baru transformasi strategis yang berpusat pada nilai-nilai luhur Batak.

Perubahan naratif baru dan esensial dalam transformasi strategi kebudayaan Batak adalah bahwa nilai-nilai luhur budaya yang religius adalah kekuatan untuk mengubah kewajiban moral menjadi fakta moral. Jadi esensinya adalah revitalisasi progresif, kreatif dan inovatif: Berpikir raksasa, belajar raksasa, dan berkarsa buddhayah raksasa berkekuatan nilai-nilai luhur budaya religius kebatakan. Sikap dan tindakan raksasa apa yang bisa kita lakukan? Kata bijak Napoleon Hill mengatakan: “Jika Anda tidak dapat melakukan hal-hal besar, lakukan hal-hal kecil dengan cara yang hebat.”[4] Contohnya, biasakan berbahasa Batak dan sopan kepada anak-cucu. Sangat sederhana, tapi sangat hebat!

Advertisement

Strategi kebudayaan itu adalah berorientasi masa depan, futuristik; Transformasi masa depan. Masa depan bukan berarti hanya hari esok diri kita sendiri, tetapi masa depan anak-cucu dan generasi-generasi berikutnya. Sebagai salah satu unsur transformasi masa depan strategi kebudayaan (Batak), adalah generasi muda. Apakah kita mempunyai keyakinan bahwa anak-anak dan cucu kita akan memiliki keberadaan dan eksistensi kebatakan seperti yang kita harapkan? Atau justru sebaliknya, kita sangat mengkuatirkannya? Lalu, dengan mudahnya kita menumpahkan kesalahan kepada mereka dengan terjadinya penyimpangan nilai-nilai yang dianutnya dalam era millenium ketiga ini?

Miriam Finn Scott (1921) dalam How To Know Your Child (Bagaimana Mengenal Anak Anda) menegaskan kita harus melihat jauh ke dalam di balik gejala tersebut, dan jika kita melihat dengan jujur, mata terbuka, kita akan sering menemukan bahwa sumber penyakit – masalah serius pada anak kita yang menyakitkan dan mempermalukan kita – terletak di dalam diri kita sendiri; bahwa pada kenyataannya kita, orangtua, adalah masalahnya, bukan anak kita.[5]

 

Sebelumnya 14 || Bersambung 16

Penulis Ch. Robin Simanullang, Cuplikan Pendahuluan Buku Hita Batak, A Cultural Strategy

 

Footnotes:

 

[1] Transformation, 9/92020; https://www.merriam-webster.com/dictionary/transformation.

[2] Ferri, Enrico, 1900: Socialism and Modern Science (Darwin, Spencer, Marx); La Monte, Robert Rives, translated; New York: International Library Publishing Co, p.88.

[3] Ferri, Enrico, 1900: p.147-148.

[4] Lerumo, Tefo, 2019. Inspiring Quotes. Ebook: 20something publishing, p.10.

[5] Scott, Miriam Finn, 1921: How To Know Your Child; Boston: Little, Brown and Company, p. 294.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments