Doa yang Tidak Tersampaikan
Tentang rasa yang memilih diam sebagai bahasa.
Orbit Eksistensial-Kreatif – Metafisik-Naratif
Tidak semua doa membutuhkan kata. Ada yang hanya berbentuk rasa: sederhana, sunyi, tapi terus naik perlahan tanpa suara. Dan mungkin, justru yang tak terucap itulah yang paling jujur sampai ke langit.
Doa yang tidak tersampaikan bukan kegagalan, melainkan bentuk kesempurnaan yang diam. Dalam diamnya, seseorang belajar bahwa doa sejati tidak selalu naik ke langit, kadang justru turun ke dalam diri, dan di sanalah ia didengar dengan paling jernih.
Ada saat ketika lidah tak sanggup merangkai kalimat, sementara hati masih ingin bicara. Di antara keduanya, terbentuk jarak yang lembut: ruang di mana doa berhenti menjadi permintaan, dan berubah menjadi kehadiran.
Manusia sering mengira doa harus didengar agar dikabulkan. Padahal sebagian doa memang tidak dimaksudkan untuk sampai dalam bentuk jawaban. Ia hanya dimaksudkan untuk menenangkan yang berdoa.
Doa yang tidak tersampaikan bukan tanda jauh. Ia justru pertanda dekat, begitu dekat sampai kata-kata tak lagi perlu perantara. Ia bukan bisikan yang memohon, melainkan napas yang pasrah.
Kadang, yang kita sebut kehilangan hanyalah cara lain semesta menjawab dalam bentuk yang belum kita pahami. Doa-doa yang kita kira hilang, mungkin sedang berputar di langit, mencari waktu paling tepat untuk kembali sebagai kelegaan.
Ada doa yang tetap diam karena belum waktunya didengar. Ada pula yang diam karena sudah dijawab dengan cara lain. Bukan melalui keajaiban besar, melainkan melalui ketenangan yang tiba tanpa sebab.
Semakin lama seseorang berdoa, semakin ia mengerti: doa sejati bukan soal meminta, tapi tentang menjadi. Menjadi lebih sabar, lebih lembut, lebih sadar bahwa hidup tak selalu harus mengerti untuk bisa bersyukur.
Dan pada akhirnya, doa yang tidak tersampaikan pun menemukan tujuannya. Ia tidak pergi ke mana-mana; ia hanya kembali ke tempat asalnya, ke dalam diri yang diam-diam sudah berubah menjadi lebih tenang.
Catatan
Tulisan ini merupakan Esai Resonansi Sistem Sunyi: bagian dari zona reflektif yang beresonansi dengan inti
Sistem Sunyi, sebuah sistem kesadaran reflektif yang dikembangkan secara mandiri oleh Atur Lorielcide melalui persona batinnya, RielNiro.
Pengutipan sebagian atau keseluruhan isi diperkenankan dengan mencantumkan sumber:
RielNiro / Lorong Kata – TokohIndonesia.com.
(Atur Lorielcide / TokohIndonesia.com)