Mengenal Diri Saat Tak Ada yang Mengenal
Tentang keberanian melihat diri tanpa peran dan topeng.
✧ Orbit
Kadang, kita baru benar-benar mengenal diri saat tak ada yang menilai, tak ada yang menunggu, hanya keheningan yang memantulkan wajah apa adanya.
Mengenal diri bukan soal menemukan jawaban baru, melainkan berani menatap yang selama ini dihindari.
Ia pernah merasa mengenal dirinya: tahu apa yang disukai, apa yang ingin dicapai, bahkan bagaimana terlihat di mata orang lain. Namun, suatu malam yang sepi membuat segalanya terasa samar. Tanpa percakapan, tanpa sorotan layar, tanpa siapa-siapa. Yang tersisa hanya dirinya sendiri, dan ia tidak tahu harus berkata apa.
Di situ ia sadar, banyak bagian hidupnya dijalani untuk memenuhi bayangan orang lain: agar dianggap berhasil, agar tidak aneh, agar tetap disukai. Namun setelah semua suara berhenti, pertanyaan yang tersisa justru paling sederhana: Siapa aku ketika tidak sedang dilihat?
Beberapa hari kemudian, ia mulai berlatih jujur pada hal-hal kecil: mengakui lelah, menolak ketika tidak sanggup, tertawa tanpa memikirkan kesan. Awalnya terasa canggung, seperti kehilangan peran. Tapi pelan-pelan ia belajar, menjadi diri sendiri tidak pernah memalukan. Hanya butuh keberanian untuk diam dan melihat.
Kini, ketika dunia terus bergerak, ia menemukan ruang di antara jeda: tempat ia bisa berhenti sejenak, menatap diri yang dulu sering dilewati. Tidak sempurna, tapi nyata. Dan di situlah, untuk pertama kalinya, ia merasa pulang.
Catatan
Tulisan ini merupakan bagian dari Fraktal Sistem Sunyi: pecahan gagasan yang mengurai pola batin dan praktik kesunyian dalam bentuk pendek dan terfokus. Setiap fraktal memantulkan prinsip inti Sistem Sunyi dalam skala kecil, sebagai cara merawat kesadaran yang bertahap dan terus kembali ke pusat.
Pengutipan sebagian atau keseluruhan isi diperkenankan dengan mencantumkan sumber:
RielNiro – TokohIndonesia.com (Sistem Sunyi)
(Atur Lorielcide / TokohIndonesia.com)



