Kritik? Ndasmu! Rakyat Susah? Kau yang Gelap!

 
0
54

Di negeri yang katanya demokratis ini, pejabat publik tampaknya mulai menemukan pola komunikasi baru: kalau dikritik, serang balik! Tidak perlu repot-repot menjelaskan data, tak usah pusing merinci kebijakan, cukup lontarkan satu-dua kata ajaib, lalu biarkan rakyat berdebat sendiri di media sosial.

Presiden Prabowo Subianto tampaknya cukup paham strategi ini, terbukti saat ia melontarkan kata “ndasmu” dalam perayaan HUT ke-17 Partai Gerindra. Kalau kita ingat, Prabowo Subianto juga pernah mengatakan “ndasmu” dalam debat capres yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 4 Februari 2024.

Ketika dikritik soal program makan bergizi gratis yang katanya belum berjalan optimal, Prabowo Subianto menanggapi dengan santai, “Kalau enggak ada wartawan, saya bilang ndasmu.” Lalu saat ada yang mengeluhkan kabinetnya yang terlalu besar, ia kembali menohok dengan mimik bibir sedikit maju, “Ada orang pintar bilang kabinet ini gemuk… ndasmu!” Atau soal tuduhan cawe-cawe Jokowi di pemerintahannya, Prabowo Subianto menanggapi isu ini dengan berkata, “Nanti saya dibilang dikendalikan Pak Jokowi, cawe-cawe… ndasmu.” Sontak, tawa pecah di dalam ruangan. Mungkin inilah bukti bahwa humor memang obat terbaik untuk segala situasi, termasuk untuk menjawab kritik kebijakan negara.

Tentu saja, Prabowo Subianto bukan satu-satunya pejabat yang mengadopsi pendekatan ini. Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, juga pernah merespons keresahan rakyat tentang kondisi ekonomi dengan berkata, “Kau yang gelap!” saat menanggapi tagar #IndonesiaGelap yang marak di media sosial. Pesannya jelas: jika negara terasa sulit, itu bukan salah pemerintah, itu salah rakyat yang kurang optimis. Atau saat ditanya tentang apakah Indonesia bisa bersih dari korupsi, Luhut Binsar Pandjaitan menjawab, “Kau di surga aja”. Jawaban ‘surga’ itu juga Luhut ulang saat publik protes Danantara rawan disalahgunakan, “Kalau pengen perfect pilih surga sana”.

Gaya komunikasi semacam ini mungkin terdengar segar, lebih dekat dengan rakyat, atau sebuah ekspresi yang dalam dunia akademik disebut sebagai bentuk argumen tingkat warung kopi. Tapi, menurut pengamat komunikasi Firman Kurniawan dari Universitas Indonesia, pendekatan ini justru bisa menciptakan jarak antara pemerintah dan masyarakat. Dalam demokrasi, kritik adalah bentuk cinta. Namun, jika kritik terus dibalas dengan lelucon bernada sinis, rakyat bisa semakin malas berbicara. Akibatnya? Lahirlah generasi apatis yang memilih diam daripada buang-buang waktu berdebat dengan pejabat yang lebih suka bercanda daripada menjelaskan.

Di tengah tren ini, media juga ikut kebingungan. Apakah mereka harus melaporkan pernyataan pejabat secara harfiah atau mencoba mencari makna filosofis di baliknya? Pakar jurnalistik Rossalyn Asmarantika dari Universitas Multimedia Nusantara menilai bahwa media kini lebih memilih sensasi ketimbang substansi. Begitu seorang pejabat mengucapkan kata “ndasmu”, seketika video TikTok dengan suara diulang-ulang pun bermunculan. Alih-alih membahas kebijakan makan bergizi gratis, publik justru sibuk berdebat apakah “ndasmu” itu masih dalam batas wajar atau sudah keterlaluan.

Jika tren ini terus berlanjut, tidak menutup kemungkinan bahwa ke depan kita akan melihat lebih banyak variasi baru dalam komunikasi pejabat. Mungkin ketika ditanya tentang harga beras yang naik, jawabannya akan sesederhana “yo wes ngene wae”. Jika dipertanyakan soal janji kampanye yang belum terealisasi, responsnya bisa saja “lah piye maneh?” Atau mungkin bisa ikut cara khas Jokowi dan Gibran yang ketika ditanya malah menjawab, “kok tanya ke saya?”

Tapi sebagai rakyat yang budiman, mungkin kita harus mulai terbiasa. Toh, komunikasi politik sekarang lebih mirip acara komedi situasi daripada pidato kepresidenan. Tidak perlu lagi menunggu stand-up comedy di TV, cukup duduk manis dan dengarkan para pejabat berbicara. Tinggal satu pertanyaan besar: Apakah ini strategi komunikasi yang brilian, atau justru tanda bahwa pejabat kita mulai kehabisan cara menghadapi kritik? (Atur Lorielcide/TokohIndonesia.com)

Advertisement

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini