Page 11 - Majalah Berita Indonesia Edisi 01
P. 11


                                    No.1/Th.I/Juli 2005 13pentingnya kesadaran (awareness) dikalangan ibu-ibu khususnya di bidangkesehatan dan pendidikan. Selain itu,peningkatan kepedulian dan salingtolong menolong di antara masyarakat.“Orang sudah kehilangan keakrabanmutualisme atau kebersamaan dankerjasama. Saya melihat tahun-tahunlalu itu sudah hilang. Masyarakat lebihindividualistik. Jadi hal-hal yang menyangkut kepedulian bersama kurangditangani dengan baik,” tandas Meutia.Mengatakan, peningkatan fungsiPos Pelayanan Terpadu (Posyandu) didaerah-daerah pedalaman diharapkandapat mencegah terjadinya kekurangangizi di kalangan anak-anak.“Kita lihat dalam beberapa tahun kebelakang ini, kegiatan PKK tidak selancar sekarang. PKK sekarang sudahmulai hidup lagi, dan mudah-mudahandi masa depan, busung lapar tidak akanterjadi lagi,” jelas Meutia.Untuk itu, Meutia yang juga isteriekonom Prof. DR. Sri Edi Swasono itumenambahkan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KPP) akan meningkatkan kualitas hidup perempuan.KPP telah melakukan networkingdengan mitra-mitra yang bekerja langsung di bidang peningkatan kesehatanibu dan pengetahuan anak-anak.“Peranan KPP sangat penting sekalididalam mendeteksi dan mengatasimasalah busung lapar. Namun KPPcukup mengalami kesulitan untukmendeteksi masalah busung lapar diwilayah-wilayah terpencil, dimanatransportasi dan mobilitas terbatas.Apalagi Posyandu di wilayah tersebuttidak berjalan dengan baik,” paparnya.Pengusaha nasional H. Probosutedjo memiliki pandangan senadadengan Sumaryati Aryoso dan MeutiaFarida Hatta. Khusus kepada MajalahTokoh Indonesia.com, edisi ke-21 (Juni2005), pendiri Kelompok Usaha MercuBuana itu mengungkapkan keprihatinan nan mendalam setelah menyaksikan kondisi Indonesia yang, digarisbawahinya, sudah 60 tahun merdekanamun rakyatnya masih sangat miskin.“Masih banyak yang busung lapar,penyakit polio, dan jutaan anak putussekolah karena orang tuanya kurangmampu dan pemerintah memungutbiaya yang tidak terjangkau oleh rakyatkecil,” ujar pengusaha yang juga mantanguru ini kepada Majalah Biografi Pertama dan Satu-satunya di Indonesia ini.Adik satu ibu dengan mantan Presiden RI ke-2, HM Soeharto, ini berharap agar pemerintah menelusuripenyebab kemiskinan rakyat yangberlarut-larut itu.Probo juga menyebutkan beberapapermasalahan yang menjadi faktorpenyebab kemiskinan di negeri ini -tapiironisnya kurang dipahami oleh parapemimpin, yakni keterbelakangan,kebodohan, kemiskinan, kemalasan,dan sikap kemelindi (sok paling pintarpadahal tidak punya jalan keluar).“Banyak orang Indonesia merasaretoris.Ketika bencana tsunami Aceh terjadi, penggalangan dana terjadi dimana-mana, tetapi ketika busung laparmengapa tidak ada gema untuk melakukan solidaritas serupa? Mungkinkahsikap ini menjadi indiaksi dari kelelahanuntuk berbelas kasih serta menguapnyasolidaritas?Kondisi semacam ini dalam bahasapsikologi disebut sindroma compassionfatique. Sebagian dari kita akan berkata:“negeri ini sudah terlalu dipenuhi orang-orang malang seperti para korbanbusung lapar dan kita tak perlu jadipahlawan bagi mereka”. Begitulahargumen orang-orang yang mengidapsindroma ini.Dengan mengutip sinyalemen budayawan, Jakob Sumarjo, teolog danalumnus Seminary St Vincent de Paulini menggarisbawahi, biang kerok darikelaparan yang terjadi di negeri iniadalah keserakahan.“Bahkan orang-orang serakah dantamak masih berani berargumen, busung lapar ini terjadi karena si anakmemang tidak doyan makan, atau adayang sengaja menutupi kasus ini agartidak diketahui publik karena malu.Atau takut jangan-jangan jabatannyabisa hilang jika di daerahnya diketahuibanyak penderita busung lapar.” (AnisFuadi)dirinya hebat, saya bisa jadi presiden,saya bisa jadi menteri, saya bisa jadipejabat, tapi akhirnya tidak bisa berbuatsesuatu. Dan, itulah yang sesungguhnyaterjadi dan menjadi penyakit. Kalaupenyakit itu tidak disadari betul-betulcelaka,” Probo mengingatkan.Menurut pengakuan Probosutejo,dia telah menyurati Susilo BambangYudhoyono, sebelum dilantik menjadiPresiden RI ke-6, mengenai langkahlagkah apa yang perlu dilakukan untukbangkit dari keterpurukan dalam erareformasi ini.“Bukan berarti menggurui, tetapiberdasarkan praktek cara mengentaskan kemiskinan dan kesengsaraanbangsa demi terwujudnya NKRI yangkokoh,” katanya.Dengan pendekatan teologis, Tom S.Saptaatmaja, dalam tulisannya di harian Sinar Harapan (20/6) berjudul“Busung Lapar: Kelelahan BerbelasKasih?” menulis, di negara yang mengaku religius dan konon ‘gemah ripahloh jinawi’ alias makmur ini, busunglapar yang merajalela di mana-manajelas merupakan tamparan telak bagikita semua yang mengaku beragama.“Apa yang sebenarnya terjadi dengan kita yang mengaku beragamasehingga membiarkan saudara-saudarakita kelaparan?” kata Tom dengan nada“Orang sudah kehilangankeakraban mutualismeatau kebersamaan dankerjasama. Saya melihattahun-tahun lalu itusudah hilang.Masyarakat lebihindividualistik. Jadi halhal yang menyangkutkepedulian bersamakurang ditangani denganbaik. ”No.1/Th.I/Juli 2005 13
                                
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15