Page 43 - Majalah Berita Indonesia Edisi 02
P. 43
BERITAINDONESIA, Agustus 2005 43BERITA PEREMPUANLima laki-laki pemerkosa ituakhirnya kembali dibekuksetelah sempat dibebaskanoleh Pengadilan Tinggi Lahorepada Maret lalu. Demikian,majalah Tempo edisi 10 Juli 2005 mengawali kisah tentang perjuangan seorangperempuan Pakistan yang mencari keadilan.Mukhtaran Mai (33), nama perempuan itu, merupakan simbol dari kelaliman sosial yang terjadi di Pakistanterhadap kaum perempuannya. Maiadalah perempuan yang berani menyeretpara lelaki yang telah memperkosanya,suatu kasus yang jarang terjadi di negeriitu.Kasus Mai bahkan menjadi sorotansaat sejak persidangannya dimulai diPengadilan Negeri Punjab, Agustus 2002.Sejumlah media internasional meliputpersidangan itu, menjadikannya terkenalsebagai simbol perlawanan perempuanPakistan terhadap kelaliman. Ia diundangke berbagai forum dari Bombay-Indiasampai Madrid-Spanyol.Tragedi yang menimpa Mai terjadipada 22 Juni 2002. Ia diperkosa beramairamai oleh beberapa laki-laki suku Mastoidi Desa Meerwala, Provinsi Punjab,sekitar 240 kilometer di selatan Islamabad.Pemerkosaan itu merupakan buntutdari panchayat (pengadilan adat) yangdiselenggarakan setelah adik laki-laki Maidipergoki berduaan di kamar denganseorang anak perempuan asal sukuMastoi. Suku Mastoi adalah suku yangberkasta tinggi. Jauh berbeda dengansuku Mai, yakni suku Gujar, kaum penghalau ternak yang kastanya rendah diPakistan.Sengketa itu awalnya diselesaikansecara kekeluargaan, tetapi kaum Mastoiyang tak puas mendesak Dewan Desamengirim algojo untuk merusak Mai.Maka, terjadilah pemerkosaan itu, disebuah kebun kapas tak jauh dari rumahMai.Teman-teman Mai dan para imamdesa mendorongnya untuk menggugatkeadilan. Dari mimbar masjid-masjid,mereka mendesak pemerintah Punjabagar menyeret pelaku ke pengadilannegara, bukan pengadilan rakyat yangsesat. Mai melaporkan kasusnya keKepolisian Punjab. Empat belas priaditangkap karena perkara tersebut.Ketika Pengadilan Tinggi Lahoremembebaskan lima orang terdakwa, Maimengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.Kecaman mengalir dari para aktivis hakasasi manusia terhadap pemerintah,terlebih setelah Presiden Pervez Musharraf melarang Mai pergi ke luar negerikarena khawatir mencoreng citra Pakistan.Namun, seperti yang diberitakan Koran Tempo, 28 Juni 2005, Islamabadakhirnya mencabut larangan itu setelahAmerika Serikat mengatakan keputusanitu ‘mencemaskan.’Pada akhirnya, Mai pun menemukankeadilan yang dicarinya, setelah Mahkamah Agung Pakistan membatalkankeputusan Pengadilan Tinggi Lahoretersebut, Selasa (28/6).Perempuan sebagai korbanPerempuan Pakistan kerap menjadikorban kebrutalan berupa pemerkosaan,pembunuhan atau penyiksaan untukmembayar kejahatan saudara lelakinya.Bahkan mereka kerap menjadi sasarankemarahan suami, misalnya jika tak bisamelahirkan anak lelaki.Lebih dari 151 perempuan dari kastarendah menjadi korban pemerkosaan danpelecehan seksual sepanjang 2004.Penganiayaan juga meningkat dari tahunke tahun. Cairan asam atau tezab termasuk bahan yang sering digunakanuntuk menganiaya perempuan.Catatan Human Right Watch, selama2002 saja ada 1.030 kasus penganiayaandengan cairan asam: 280 diantaranyameninggal, sisanya hidup dalam kondisicacat, akibat disiram cairan asam.Aksi protes Mai terhadap kekejamanyang menimpanya membuat kasus-kasuspenganiayaan terhadap perempuan Pakistan menjadi perhatian. Selama ini,aparat hukum justru menghalang-halangijika korban ingin melapor. Merekamenakut-nakuti bahwa biaya proseshukum itu akan sangat mahal, sehinggamereka tidak jadi menuntut.Sebenarnya, beberapa pengadilanlokal pernah menjatuhkan hukumanberat pada pelaku. Sayangnya, putusanitu dianulir pada tingkat yang lebih tinggi,seperti yang dialami Mai.Sejak lima tahun lalu, para aktivisgencar mengkampanyekan perlawananterhadap penyiksaan perempuan di Pakistan. Namun, pemerintah Pakistan enggan bergerak. Mungkin juga karenakasus-kasus itu hanya menimpa paraperempuan miskin.Q RHDi tengah arusglobalisasi danemansipasidunia, perempuanPakistan tetapbernasib burukdan dilecehkansecara sosial.KEADILANUNTUKMAIMukhtaran Mai (33),merupakan simboldari kelalimansosial yang terjadidi Pakistanterhadap kaumperempuannya.