Page 17 - Majalah Berita Indonesia Edisi 05
P. 17


                                    BERITAINDONESIA, November 2005 17(BERITA KHAS)ang seperti Probosutedjo yang mau mengungkapkannya.Pengadilan mulai dari tingkat pertama, tinggi, hingga kasasi (MA) menjadipanggung yang lebih terbuka transaksijual-beli perkara . Di kalangan pengacara?Muncul kesadaran pada sementara kalangan advokat bahwa kemenangan atassebuah perkara bukan didasarkan ataskekuatan argumentasi hukum, tetapiseberapa besar kekuatan uang yang bisadipakai untuk memengaruhi keputusanhakim.Relevan dengan fenomena itu, harianKompas edisi 13 Oktober 2005 memuatartikel Teten Masduki di rubrik ‘Opini’.Dengan judul tulisan “Menyingkap TabirMafia Peradilan,” Teten menulis, jikaselama ini keberadaan, pengaruh, fungsi,dan sebab-sebabnya hanya bisa dirasakanoleh kalangan tertentu yang berurusandengan dunia pengadilan (maksudnya:masyarakat pencari keadilan, jaksa,hakim, pengacara-BI), kini mafia peradilan semakin hari semakin jelas menampakkan wujudnya di mata umum.Menurut Teten, mafia peradilan padaakhirnya akan berpengaruh pada putusanakhir hakim/hakim agung. “Jual beliputusan pengadilan amat variatif bentuknya, bisa isi putusannya sesuai keinginan penawar, tetapi bisa hanya untukmeringankan hukuman,” tulias TetenMasduki.Penelitian ICW (2001) menemukansejumlah modus korupsi di pengadilan,mulai dari penentuan majelis hakimfavorit, tawar-menawar putusan, memperlambat pemeriksaan perkara ataumengulur waktu penetapan perkara,menunda eksekusi, hingga memakaiperkara tertentu.Perlindungan saksiBersanding dengan upaya memberantas mafia peradilan, ada satu poinyang tidak bisa dikesampingkan: perlindungan hukum bagi saksi pelapor.Sebuah UU Perlindungan Saksi tidak bisaditunda-tunda lagi kehadirannya, terlebihdi tengah gencarnya upaya pemberantasan korupsi –termasuk di dalamnyamembasmi mafia peradilan—di era SBYJK. Informasi menyebutkan, draft RUUPerlindungan Saksi masih dibahas olehDPR-RI.Atas dasar itu, dalam—‘Tajuk Rencana’-nya berjudul “Perlindungan SaksiMakin Mendesak,” harian sore”SuaraPembaruan (20/10) menggarisbawahi,kasus Probosutedjo haruslah menjadititik awal reformasi hukum.Alasannya? “Karena kasus serupa pernah terjadi beberapa tahun lalu. Ketikaseseorang mengadukan telah diperas olehoknum aparat penegak hukum, justruoleh hakim, pihak yang mengadukanadanya pemerasan yang dijebloskan kepenjara, sementara hakim yang didugatelah melakukan pemerasan, perkaranyatidak diusut,” demikian SP.Berdasarkan data yang dimiliki BeritaIndonesia, kasus dimaksud berkenaandengan nestapa yang dialami seorangsaksi (pelapor) bernama Endin Wahyudin.Kisahnya demikian. Pada April 2001,Endin membeberkan upaya penyuapanyang dilakukannya kepada tiga orang Hakim Agung MA kepada Tim GabunganPemberantasan Tindak Pidana Korupsi(TGPTPK) –kini telah dibubarkan di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid.Laporan Endin rupanya bocor ke media massa dan menuai kehebohan. Dan,tak ayal, dua dari tiga Hakim Agung itumelaporkan Endin ke Mabes Polri dengantuduhan memfitnah dan mencemarkannama baik mereka. Secara bersamaan,Endin pun melaporkan ketiganya secararesmi ke polisi atas kasus dugaan suap.Tapi apa lacur, pada 24 Oktober 2001,Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusatmemvonis Endin bersalah melakukankejahatan memfitnah, dan mengganjarnya dengan hukuman penjara tiga bulandan masa percobaan enam bulan.Sebaliknya, pada bagin lain, PNJakarta Pusat dan PN Jakarta Barat yangmenangani kasus laporan Endin, justrumenolak dakwaan terhadap tiga tigaHakim Agung yang dilaporkan Endin,dan konsekuensinya mereka tidak bisadiadili.Nasib sepenanggungan dengan Endinjuga dialami banyak ‘pemberani’ lain.Maria Leonita, misalnya. Karena mengadukan dugaan korupsi yang dilakukanDirektur Pidana MA, April 2001, Leonitadituduh mencemarkan nama baik.Untungnya, dewi fortuna masih menyertainya. PN Jaksel pada 22 Oktober2001 menghentikan kasusnya karenamajelis hakim tidak dapat menerimadakwaan JPU.Arifin Wardiyanto adalah korbanberikutnya. Atas laporannya tentangdugaan korupsi dalam urusan perizinanWartel di DIY, pada Oktober 1995, Arifindiadukan pihak terlapor ke polisi dankasusnya masuk ke PN Yogyakarta.Ending cerita? Tak seberuntungLeonita, Arifin divonis dua bulan penjara.Pada tahap banding, Pengadilan Tinggi(PT) DIY membebaskan dirinya atassegala dakwaan. Ironisnya, di tingkatkasasi MA, Arifin kembali dikalahkan dandivonis kembali dua bulan penjara.Pengalaman tidak beruntung jugadialami Romo Frans Amenue Pr. Fransdiadukan melakukan pencemaran namabaik oleh Felix Fernandez, Bupati FloresTimur yang dilaporkannya (Agustus2003) terindikasi terlibat korupsi. RomoFrans divonis bersalah oleh PN Larantukadan dihukum dua bulan penjara denganmasa percobaan lima bulan, pada 15 November 2003.Tidak mudah memutus mata rantaimafia peradilan. Tapi, dalam kontekskekinian, bila banyak orang yang bersikapseperti Probosutedjo mungkin akanbanyak momentum untuk melenyapkanvirus-virus mafia peradilan.Hanya saja, tegaknya supremasihukum di Indonesia mensyaratkan adanya perlindungan hukum kepada saksi.Sebab, mereka yang akan atau telahmemberikan informasi tentang kasusdugaan korupsi, baik itu korupsi dilingkungan birokrasi (beureucratic corruption) maupun di lingkungan peradilan (judicial corruption) potensialsekali mendapatkan ancaman dan teror.Bukan hanya pada karir dan pekerjaannya, tapi juga nyawa bisa melayang jikatidak ada jaminan perlindungan darinegara. AF
                                
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21