Page 17 - Majalah Berita Indonesia Edisi 07
P. 17
BERITAINDONESIA, Januari 2006 17rakat pada Parpol.”Kecenderungan kearah sana bisa saja terwujud, jika mencermati citra Parpol sepanjang 2005.Ihwal sikap politik DPR selama 2005,Alfan menilai, terdapat kecenderunganmelemahnya keberpihakan DPR atasaspirasi rakyat dan empati atas penderitaan publik.Beberapa indikasinya, antara lain,adalah persetujuan DPR atas kenaikanharga bahan bakar minyak (BBM) ratarata 110 persen oleh pemerintah, juganaiknya tunjangan gaji anggota DPR,serta persetujuan atas kenaikan gajiPresiden dan Wapres, justru di saat imbaskenaikan BBM sangat menyusahkanrakyat kecil.Konstelasi politik kepartaian saat inilebih cenderung pro-pemerintah menyebabkan kinerja DPR cenderung kurangmampu menunjukkan daya kritisnya.Pendiri YLBHI, Adnan Buyung Nasution, awal November 2005, sudah mengingatkan krisis kepercayaan rakyat padaDPR bisa mewujud menjadi gerakan ekstraparlementer atau DPR jalanan. Untukitu Parpol dan anggota DPR harus mengoreksi diri secara radikal terhadap kinerja DPR selama ini.(Kompas, 5/11/05).Keputusan Presiden SBY merombak(reshuffle) kabinet pada tiga pos kementerian bidang ekonomi awal Desember2005, meski hak prerogatifnya, tak lepasdari adanya apresiasi Parpol-parpol yangmengklaim diri sebagai pendukung pemerintahan yang dipimpinnya.Dari fakta itu, pada 2006 kemungkinanbesar Presiden SBY akan tetap dibayangbayangi ‘tekanan’ dari Parpol-parpol propemerintah untuk mengevaluasi kinerjakabinetnya (reshuffle).Tak bisa dipungkiri, Kabinet IndonesiaBersatu (KIB) adalah kabinet pelangiperwujudan politik akomodasi SBY terhadap apresiasi Parpol-parpol propemerintah.Saat ini berdasarkan komposisi di KIB,Parpol yang diakomodasi SBY adalahPartai Golkar, Partai Demokrat, PKS,PAN, PKB dan PBB.Tapi SBY sudah berpikir strategis.Konon, SBY berencana membuat kontrakpolitik dalam rangka menata ulang aturanmain dan etika politik dengan Parpolparpol pro-pemerintah, termasuk denganfigur menteri di KIB dari masing-masingParpol.Di DPR terjadi perubahan besar padaformasi Pimpinan Alat Kelengkapan DPR(komisi dan badan). Secara proporsional16 kursi ketua dan 64 wakil ketua dibagikan kepada 10 fraksi sesuai perolehankursi dalam Pemilu 2004.F-PG mendapat jatah 4 ketua dan 14wakil ketua, F-PDIP 3 ketua dan 12 wakilketua, F-PPP (2 ketua dan 7 wakil), F-PD(2 ketua dan 6 wakil), F-PAN (2 ketua dan6 wakil), F-KB (1 ketua dan 6 wakil), FPKS (1 ketua dan 5 wakil), F-BPD (1 ketuadan 2 wakil), F-PBR (2 wakil), F-PDS (2wakil).Dinamika politik (tata negara) nasionalpada 2005 juga ditandai hubungan yangkurang mesra antara DPR dan DewanPerwakilan Daerah (DPD).DPD merasa dipangkas wewenangnyapadahal 128 anggota lembaga yang setarasenat di negara federasi itu dipilih langsung oleh rakyat.Perseteruan mengemuka tatkala terjaditarik menarik kepentingan di antara duapimpinan dua lembaga negara itu terkait(konvensi) pidato kenegaraan dan penyampaian nota RAPBN oleh PresidenSBY. Masing-masing lembaga merasapihak yang paling berhak sebagai tuanrumah.Indikasi lain, usul inisiatif perubahanUU No.22/2003 tentang Susunan danKedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRDserta UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang diajukan DPD dinafikan olehkalangan DPR.Ketua Badan Legislasi DPR FX Sukarno, misalnya, menyebut usulan DPDtidak memiliki dasar sehingga kemungkinan besar ditolak.Kata Sukarno, DPD mesti menyadaribahwa menurut konstitusi DPD bukansenat seperti di AS. Anggota DPD bukansenator, Indonesia negara kesatuan.Politik 2005 juga disemaraki olehdinamika internal di tubuh sejumlahParpol. Mulai dari naiknya Jusuf Kallasebagai pucuk pimpinan Partai Golkarmenggantikan Akbar Tandjung, naiknyaSoetrisno Bachir menggantikan AmienRais memimpin Partai Amanat Nasional,perpecahan di kalangan petinggi PDIPerjuangan yang berekses pada terbentuknya Partai Demokrasi Pembaruan,dualisme kepengurusan di Partai Kebangkitan Bangsa (kubu MuhaiminIskandar/Abdurrahman Wahidd vs kubuAlwi Shihab/Saifullah Yusuf/ChoirulAnam), dan dualisme kepengurusan diPartai Bintang Reformasi (kubu ZainudinMZ vs. kubu Zainal Ma’arif).Pemilihan kepala daerah (Pilkada)secara langsung di berbagai daerah (kota,kabupaten, dan provinsi) di penjurutanah air yang mulai diselenggarakanawal Juli 2005 menyisakan potret buram.Hanya 75 persen rakyat menggunakanhak pilihnya dalam Pilkada di sejumlahdaerah. Itu jauh lebih rendah dibandingkan partisipasi rakyat dalam Pilpres2004 yang mencapai 90 persen.Berbagai gejolak dan konflik horisontalpun mewarnai Pilkada.‘Mental tidak siap kalah’ pada sebagiancalon kepala daerah yang kalah serta parapendukungnya agaknya menjadi fenomena yang terlupakan oleh para pembuatkebijakan nasional saat menyusun UUNo. 32/2004 UU tentang PemerintahanDaerah –payung hukum pelaksanaanPilkada.Entah disadari atau tidak, diprediksiatau tidak oleh mereka, ketentuan UUPilkada yang masih longgar menyampingkan kemungkinan terjadinya amukmassa pada pra-Pilkada dan pascaPilkada.Pihak yang kalah larut dalam ruangkonflik dan permusuhan karena sulitmenerima kekalahan. Karenanya, banyakkalangan mendesak Pemerintah dan DPRagar mengambil langkah antisipasi dengan merevisi UU Pilkada, sehinggaPilkada yang digelar sepanjang tahun2006 benar-benar demokratis dan tidakmenimbulkan ekses negatif.Gayung rupanya bersambut. Ada kabarbagus dari pemerintah yang dikemukakan Mendagri M. Ma’ruf. Pemerintahakan mengevaluasi semua hasil Pilkadatermasuk aspek hukumnya. UU Pilkadakemungkinan akan diamandemen. ■ AF