Page 18 - Majalah Berita Indonesia Edisi 12
P. 18
18 BERITAINDONESIA, 4 Mei 2006BERITA UTAMAPertanda buruk menimpaBudisetiawan yang bekerja diPT Tamanielsi di DesaKedaung, Depok, Jabar. Gajipria beranak satu itu, awaltahun 2006, dipotong hampirseparuh untuk alasan yang tidak jelas.Biasanya, Budi (22 tahun) menerima gajipenuh Rp 400.000 sebulan, tetapi setelahdipotong, hanya tersisa Rp 220.000. Tidakhanya Budi. Banyak karyawan lain yangmenerima perlakuan serupa.Tidak lama kemudian, malapetakamenimpa Budi dan ratusan rekan sekerjanya. Perusahaan yang bernaung di bawahPT Mercedes Benz itu menjatuhkan vonisPHK (pemutusan hubungan kerja) padamereka. Budi dan rekan-rekannya masukdalam barisan ratusan ribu pekerja yangdi PHK tahun ini. Dan mereka juga menambah angka pengangguran yang sudahmencapai 40 juta lebih.Ketika masih bekerja, keadaan rumahtangga Budi, istri dan seorang anaknya,baik-baik saja, walaupun menumpang dirumah mertua. Pasangan Budi dan Restiawati, menikah setahun lalu, dikaruniaiseorang bayi yang berusia dua bulan.Setelah Budi di PHK, biaya keluargaditanggung oleh istrinya yang bekerja disebuah perusahaan aksesoris, bergaji Rp700.000 sebulan.Budi menganggur, tidak memiliki penghasilan. Sekarang dia menumpang hiduppada istrinya setelah lelah mencari pekerjaan ke sana ke mari.—“Sekarang, sayasedang nganggur mas. Tapi saya harus cariduit untuk menghidupi keluarga saya. Sayakerja apa saja, tetapi halal,” kata Budikepada Amron dari Berita Indonesia.Restiawati (21) menjadi tulang punggung suami dan orang tuanya. Sebabkedua-duanya menganggur. Ayah Restiawati, sebelumnya bekerja sebagai tukangojek. Tetapi belakangan ini dia sakitsakitan, terpaksa istirahat di rumah.Restiawati bekerja sebagai buruh PTSewok yang memproduksi aksesoris kerang; seperti kalung, anting, kancing danhiasan dinding. Barang-barang aksesorisini diekspor ke Korea.Beruntung Restiawati menerima upahbulanan yang cukup lumayan, Rp 700.000.Kalau lembur, upahnya Rp 50.000 per jam.Upah lemburnya akan lebih besar padahari libur. Namun dia harus membantingtulang siang dan malam untuk menghidupi suami, anak dan orang tuanya.Tiga pekerja lainnya—Jahrul Bayim(25), Bahruddin (25) dan Suherman (21)—Desember 2005 di PHK oleh perusahaantempat mereka bekerja, PT Meta NusaIndotama, juga terletak di komplek industri Kedaung, Depok. Mereka bekerja cumatiga tahun di perusahaan itu.Jahrul dan kedua rekannya yang bekerjadibagian packing (pengepakan), hanya bisapasrah ketika mereka harus di PHK denganalasan orderan sepi dan bahan baku mahal.Selama bekerja di perusahaan itu, merekasakit-sakitan karena setiap saat menghirupudara yang mengandung bau obat kimia.Bahan kimia ini digunakan untuk mengolesaksesoris rumah, seperti tirai.Menurut Jahrul, mereka mengeluhkansakit dada, dan tidak sedikit karyawanyang sering berobat ke rumah sakit,meskipun atas tanggungan perusahaan.Sebenarnya mereka ingin tetap bekerja diperusahaan tersebut, asalkan tidak menganggur. Namun mereka hanya bisapasrah, ketika di PHK, dan mendapat uangpesangon dua bulan gaji. Gaji mereka ratarata dari Rp 400.000 sebulan.Jashrul, Bahruddin dan Suherman mengatakan kepada Berita Indonesia, sewaktubekerja orangtua mereka merasa senangkarena bisa menabung dan membantubiaya sekolah adik-adik mereka. Karena itumereka berharap bisa mendapatkan kembali pekerjaan untuk membantu meringankan beban orang tua mereka.Kehidupan buruh bagaikan potret buram. Upah yang diterima selalu tidakmencukupi kebutuhan hidup yang terusmeningkat. Padahal jumlah mereka cukupbesar, 25,5 juta dari 28,7 juta pekerja yangbekerja di sektor formal. Satu sen punpertambahan upah harus mereka perjuangkan mati-matian.Sukirno hanya bisa mengelus dadaketika setiap akhir bulan menerima gajihanya Rp 600.000. “Tak apalah, yang penting bisa bertahan hidup,” katanya. Bagiburuh pabrik tekstil di kawasan BogorUtara itu, setiap setelah menerima gaji,perasaannya selalu gusar karena harusmenutup utang di warung dan selaludibayangi defisit.Dengan gaji sebesar itu, dia harus bisamengatur pengeluarannya. Apalagi ongkospergi dan pulang dari tempat kerja sudahnaik. Dari gaji yang hanya Rp 600.000, diaharus mengeluarkan ongkos Rp 150.000sebulan. Belum lagi untuk makan. Sukirnomengorek kantongnya Rp 10.000 sehariuntuk makan. Padahal dia juga harusmembayar rumah kontrakan bulanan.“Pokoknya sangat pusing mengaturnya,”katanya. ■ AM, SHWajah BuramPengangguranDalam kesempitan lapangan kerja, PHK jadi momok yang sangat menakutkan. Belum lagi upah yang sangat minim.