Page 22 - Majalah Berita Indonesia Edisi 12
P. 22
22 BERITAINDONESIA, 4 Mei 2006BERITA UTAMAwawancarai sejumlah wartawan televisitelevisi asing. Mereka menanyakan apayang sebenarnya terjadi di balik demonstrasi pekerja di Indonesia,” ucap mantanKetua Umum Federasi Serikat PekerjaSeluruh Indonesia (FSPSI) itu.Menurut hemat Junaidi, jika secaraobyektif revisi versi pemerintah itu memang dipandang merugikan buruh, tigapihak itu harusnya berunding Tripartit(pemeritah, dunia usaha, dan pekerja/serikat pekerja).“Kalau ada salah satu pihak yang dirugikan, tentunya kan harus ditinjaukembali, duduk bersama dan harus dicermati apa masalahnya. Ini kan komunikasinya mampat di antara ketiga pihak ini,”ujarnya.Ihwal Tripartit, Bomer Pasaribu sangatberharap forum itu benar-benar dilibatkansecara efektif dalam membicarakan revisiUU Naker. Baginya, keberadaan forumTripartit sudah merupakan keniscayaansebab Indonesia sudah meratifikasi Konvensi ILO nomor 144 tentang Tripartit.Dengan demikian, Indonesia terikat secarahukum untuk menerapkannya.Aspek selanjutnya adalah tentang substansi. Kata Bomer substansi peraturanUU Naker mengisyaratkan adanya kepentingan masing-masing pihak, khususnyapekerja dan pengusaha. Untuk itu, diaberharap ada consensusbuilding yang dihasilkandari forum Tripartit Nasional. Tidak ada pihakyang didominasi danmendominasi.Bomer kemudian mengetengahkan kronologiskehidupan ketenagakerjaan di Indonesia sejakjaman orde lama sampaiorde reformasi. Masalahketenagakerjaan atauperburuhan di Indonesiaterbagi ke dalam beberapa periode ketertekanan.Pada masa Orde Lama,tenaga kerja hanya diposisikan sebagai kuda tunggangan politik(Nasakom), bukan diberdayakan untukkesejahteraan nasibnya.Di masa Orde Baru, para pekerja mengalami tekanan di berbagai apek, mulai hakpolitik, hak ekonomi, hak asai, sampai hakberdemokrasi. Kehidupan pekerja saat ituhanya menjadi obyek strategi pertumbuhan ekonomi.Bukan hanya pekerja, serikat pekerjajuga ditekan sebagai pihak terdominasi.Sementara pemerintah dan pengusahamendominasi.Selanjutnya, periode 1995-1997 ditandaiterjadinya pergeseran pola hubunganantara pemerintah, pengusaha, dan pekerja/serikat pekerja, menyusul keputusanIndonesia meratifikasi Konvensi ILO No.144 tentang Tripartit.Dengan ratifikasi tersebut, Indonesiaartinya mengikatkan dirinya pada mekanisme Tripartit yang berlaku secarainternasional, yang menempatkan tiga pihak:pemerintah, pengusaha,dan pekerja; dalam posisiyang setara. Akhirnyadibentukanlah lembagaTripartit mulai dari pusatsampai ke daerah-daerahdi seluruh Indonesia.Dalam kurun waktutersebut muncul keinginan mengganti UU No. 12tahun 1964 karena dinilaisudah terlalu ketinggalanzaman dan tidak senafasdengan semangat Konvensi ILO 144.Pembahasan alot dan panjang (1,5 tahunlamanya) kemudian dilakukan forumTripartit Nasional sampai akhirnya terbentuklah UU No. 25 tahun 1997. Padatahun 2002 kembali muncul usulan revisiterhadap UU 25/97.Draft revisi dibahas oleh forum TripartitNasional selama 1,5 tahun juga sampailahirlah UU No. 13 tahun 2003 tentangKetenagakerjaan. Di era ini terciptakeseimbangan yang bermuara pada titikkompromi dan consensus building.“Sekarang, bila ada keinginan merevisiatau mengevaluasi UU 13/2003 makadraft revisi itu sepatutnyalah dibicarakanoleh forum Tripartit Nasional,” kataBomer.Berapapun lamanya waktu yang tersita,bagaimanapun alotnya proses yang dijalani, serta betapa besarnya energi terbuang dalam rangka mencari titik kompromi di antara ketiga pihak, Bomermenggarisbawahi, itu jauh lebih baikdibandingkan besarnya ongkos politik,ongkos ekonomi, ongkos sosial yangdiderita oleh bangsa dan negara ini akibataksi-aksi demonstrasi kalangan buruh.Tanpa bermaksud menyalahkan pemerintah, Bomer Pasaribu mengingatkanbahwa jangan terlalu menyederhanakanpersoalan seolah-seolah dengan revisi UUNaker maka iklim investasi pasti tercipta,dan investor asing akan berduyun-duyundatang ke Indonesia.“Bagaimana investor asing mau datangke sini bila di dunia internasional justruimej yang muncul akibat gelombangdemonstrasi buruh seperti kemarin terjadi, pemerintah Indonesia tidak memperhatikan urusan perburuhannnya?” ungkapBomer dengan nada retoris.Mengutip World Economic Forum(2005), Bomer menyebutkan ada tujuhpenghalang investasi, dan unsur perburuhan sendiri berada di urutan terakhir.Jadi, “Betapa tidak mudahnya menarikinvestasi sekaligus tidak bisa menyederhanakan persoalan bahwa investasihanya terkait urusan perburuhan,” BomerPasaribu menyimpulkan. ■ AF, SBJUNAIDI