Page 20 - Majalah Berita Indonesia Edisi 13
P. 20
20 BERITAINDONESIA, 18 Mei 2006BERITA UTAMAKomisi X DPR-RI, mempertanyakan rencana penerbitanKurikulum 2006. AdalahAnwar Arifin dan MasdukiBaidlawi, dua pimpinan komisi yang membidangi masalah pendidikan bersikap kritis terhadaprencana pemerintah mengeluarkan Kurikulum 2006.Mereka juga menyoroti tindak-tandukBadan Standar Nasional Pendidikan(BSNP) yang baru terbentuk tahun 2005karena dinilai telah menyalahi wewenangnya.Terlebih lagi, BSNP telahmemublikasikan adanyaperubahan yang sejatinyabelum pasti itu.Dalam kritiknya, Profesor Anwar Arifin, WakilKetua Komisi X DPR dariFraksi Partai Golkar, mengatakan BSNP telah mengambil pekerjaan PusatKurikulum (Puskur), termasuk pula pekerjaan Pusat Buku (Pusbuk), Balitbang Depdiknas.Karena bukan badan eksekutif, BSNP seharusnyaberada di luar wilayah teknis kerja, apalagi sampaimengevaluasi kinerja Puskur dan Pusbuk. KekesalanAnwar semakin menjadijadi tatkala BSNP ternyatamemublikasikan kepadamasyarakat tentang adanya perubahan kurikulumyang sebenarnya belumpasti.“BSNP telah mengobrakabrik Kurikulum 2004yang di mata DPR sudah dianggap finaldan harus difinalkan pada Desember2005. Sekarang, begitu selesai implementasinya datanglah BSNP melakukanperubahan. Hebatnya lagi, perubahanyang belum pasti itu dipublikasikankepada masyarakat,” ungkap Anwar Arifindengan nada tinggi.“DPR berhak dan bisa menolak kurikulum baru itu. BSNP tidak berwenangmengubah kurikulum. Kalau sekadarmeminta masukan masyarakat bolehboleh saja. Yang paling berwenang adalahPusat Kurikulum,” tandas Anwar Arifin,dalam perbincangan khusus dengan M.Subhan dari Berita Indonesia, di kantornya Gedung DPR/MPR, Jakarta, belumlama ini.“Di sanalah tempat memasak dan menggodok semua bahan sampai menjadisebuah kurikulum. Setelah selesai, barulahBSNP menilai hasil kerja Pusat Kurikulumdengan parameter apakah sesuai denganstandar nasional atau tidak.”Secara jujur, Anwar mengakui sebagianbesar anggota Komisi X DPR tidak happydengan keberadaan BSNP itu meskipunpernah mereka undang ke Senayan untukRapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).Dari data yang diperoleh Berita Indonesia, mengutip laporan singkat hasil RDPUKomisi X dengan BSNP pada Selasa (14Maret 2006) bermaterikan pembahasanmasalah Kurikulum Berbasis Kompetensi(KBK) dan Pelaksanaan Ujian Nasional,ada sejumlah poin penting yang menjadikesimpulan rapat.Salah satu poinnya berbunyi, Komisi XDPR RI sepakat dengan BSNP bahwaBSNP secara normatif yuridis, tidakmemiliki wewenang untuk menetapkan,melakukan perubahan atau penyempurnaan kurikulum nasional, sesuaidengan tugas pokoknya seperti tercantumdalam UU No. 20 tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional dan PP No. 19tahun 2005 tentang Standar NasionalPendidikan.BSNP hanya mengembangkan standarnasional pendidikan (SNP) untuk dijadikan acuan dalam pengembangan kurikulumserta standar lainnya, setelah BSNP mengusulkanhasil pemantauan dan pelaporan pencapaiannya.Persoalannya, kembalipada Anwar Arifin, sekarang ini BSNP hendakmembuat standar. BSNPberada di bawah instruksiMenteri Pendidikan Nasional (Mendiknas).Padahal, menurut anggota DPR dari Dapil Sulawesi Selatan ini, Mendiknas hanya punya dua tugas.Pertama, membuat Renstra (Rencana Strategis).Kedua, menetapkan SNP.“Hanya itu. Yang lain-lainbisa dilimpahkan ke bawahke otonomi,” jelasnya.Yang menjadi titik kritisdi mata Anwar adalah bahwa dua tugas Mendiknastersebut (membuat SNPdan membuat Renstra)ternyata tidak sejalan dengan UU Sisdiknas.“Apa yang dikerjakanMendiknas belum mencerminkan harapandari kita (DPR). Kami sangat kecewadengan menteri kita ini karena sudahsetahun setengah ini dia bekerja tidakberdasarkan UU.”Pendapat senada dengan Anwar Arifindikemukakan Masduki Baidlawi, jugaWakil Ketua Komisi X. Menurut hematMasduki, Kurikulum 2004 sudah dikonsepdemikian rupa dengan alasan yang rasional dan juga sudah diujicobakan diSinyal Penolakan dari SenayanBagi DPR, Kurikulum 2004 sudah final untuk diberlakukan secaranasional. Tapi, mereka menilai, BSNP justru mengubahnya padahalsecara normatif-yuridis tidak berwenang melakukan itu. WILSON EDWARDANWAR ARIFIN