Page 17 - Majalah Berita Indonesia Edisi 15
P. 17
BERITAINDONESIA, 15 Juni 2006 17Mantan Hakim Mahkamah Agung, Bismar Siregarmenganggap bahwa presiden masih ragu-ragudalam memutuskan kasus Mantan PresidenSoeharto. Padahal, “Allah mengembalikan usia 80tahun menjadi seperti anak-anak lagi,” kata Bismar. Artinya,Soeharto mestinya telah terbebas dari tuntutan hukum,apalagi kondisi kesehatannya mulai menurun.Mengenai kasus Soeharto, Bismar Siregar menilai bahwaPresiden Soesilo Bambang Yudhoyono masih bersikap raguragu. Dengan kembali mengendapkan kasus itu, memberipeluang rakyat untuk tambah gelisah.“Sebagai seorang imam, saya menilai SBY keliru denganmengatakan mengendapkan masalah Soeharto. Kenapa tidakbilang saja ‘saya hentikan, karena Soeharto telah tua’. Apalagisebagai muslim harus meyakini bahwa usia 80 tahun, Tuhanmengembalikan dia seperti anak-anak, tidak ada dosa lagi.Tapi, kenapa SBY kembali mengambangkan masalah ini?”Sebagai Mantan Hakim Mahkamah Agung, Bismarmenyayangkan sikap itu. Apalagi kesannya Soeharto benarbenar telah ‘dilumpuhkan’. Bahkan untuk mencabut kasusSoeharto, harus dicabut juga Tap MPR. “Mengapa menentukan nasib seseorang saja harus menghabiskan banyakwaktu? Tak bisakah kita memaafkan dan membuang dendamdalam hati,” ujarnya. Kendati orang menganggap bahwa dosaSoeharto telah banyak, namun Bismar tetap mengingatkanbahwa sebagai orang yang beragama maka harus mengingatkebaikan seseorang dan melupakan yang tidak baik.“Maafkanlah dia,” tambahnya.Walaupun mengaku bukan kroni Soeharto, Bismarmenganggap bahwa mengadili Soeharto sekarang ini, samadengan melakukan penganiayaan hukum. “Haram mengadiliSoeharto,” tegas Bismar. Karena ia berpegang pada ayat dariAl-Quran, yang berbunyi, ‘Seseorang yang berusia 80 tahun,ia telah dikembalikan oleh Tuhan seperti anak-anak yangbelum memiliki dosa’ apalagi ditegaskan Bismar bahwakeluarga Soeharto sudah meminta maaf.Menurut Bismar, Majelis Ulama hendaknya bisa membuatpernyataan yang menyejukkan. “Majelis ulama seharusnyamengatakan, jangan sakiti dia walaupun fisiknya dia sudahsakit, jangan sakiti batinnya, maafkan kesalahannya” tambahopung 11 cucu ini. Jika berpikir sebagai praktisi hukum,Bismar mengajak bahwa hukum itu sebagai sarana untuk“Pemerintah Masih Ragu-Ragu”BISMAR SIREGARperkara pidana H.M. Soeharto tidak dapatditerima, dan sidang dihentikan. Keputusan ini diperkuat oleh fatwa hukumMahkamah Agung bahwa proses pengadilan bisa dilanjutkan hanya setelah timdokter yang ditunjuk negara memberikanrekomendasi medis bahwa kesehatan(jasmani dan rohani) Pak Harto sudah bisadisembuhkan. Lantas Marzuki mengeluarkan perintah cekal, tahanan kota dantahanan rumah kepada Pak Harto.Sekarang, di tengah tuntutan pengadilannya yang menggelora, kesehatanPak Harto makin jauh panggang dari api.Jaksa Agung Abdul Rahman berupayamengalihkan perkara Pak Harto daritindak pidana korupsi ke perdata. Untukperkara pidana, Pak Harto diberi SuratKetetapan Penghentian PenuntutanPerkara (SKP3). Perihal SKP3 yangditerbitkan oleh kejaksaan, Komisi IIIDPR terbelah—ada yang setuju dan tidaksetuju pencabutan surat tersebut. Didalam rapat kerja dengan Jaksa AgungAbdul Rahman (29/5), para anggotaKomisi III yang setuju menggugat bahwaSKP3 tidak diketemukan di dalam ketentuan hukum Indonesia. Namun mereka yang tidak setuju bersikukuh bahwaketetapan itu merupakan domain hukumKejaksaan Agung yang tidak sepatutnyadicampuri secara politis.Dalam proses panjang kasus tersebut,Kejaksaan Agung, Pengadilan Negeri,Mahkamah Agung dan Presiden cenderung mendeponir perkara Pak Harto. Jikaketetapan mereka tak bisa dipegang, lantassiapakah yang berhak menjadi juri dinegeri ini?■ (SH-dari berbagai sumber)menegakkan keadilan, namunperlu juga mendengarkan hatinurani dan iman.Bismar juga mengingatkanbahwa selama berkuasa 30 tahun,Soeharto juga telah memilikibanyak jasa. Pembangunan sekarang ini tak lepas dari jasaSoeharto. ‘Dosa-dosa’ Soehartoadalah dosa politik, jadi hendaknya jangan semata-mata menyalahkan dirinya. “Golkar penyebab negara ini hancur. Sekarang mestinya Golkar harusmenahan diri, janganlah merekamenonjolkan diri sekarang. Mereka itu yang menahan-nahanPak Harto ketika ingin lengser.Sedangkan para ulama juga ikutandil. Mestinya waktu itu merekamengingatkan Pak Harto. Tapitidak kan? Tapi, kenapa sekaranghanya Soeharto yang disalahkan?” ■ AD, CRS