Page 18 - Majalah Berita Indonesia Edisi 15
P. 18
18 BERITAINDONESIA, 15 Juni 2006BERITA UTAMAPernyataan Presiden SusiloBambang Yudhoyono (SBY),selaku kepala negara dankepala pemerintahan, (10/5),untuk mengendapkan kasusmantan Presiden RI, HM Soeharto, menuai tanggapan dari berbagaikalangan. Polemik pun tak terhindarkanmencuat ke permukaan.Pernyataan SBY menyiratkan ketidakjelasan sikap tegas pemerintah terhadapkasus Soeharto. Padahal, proses peradilanatas kasus tersebut mengambang, takberketentuan, seakan tanpa ada hasilakhir.Di satu sisi, pengadilan tingkat pertamasudah digelar. Namun, di lain sisi, HMSoeharto yang jadi terdakwa tidak bisadihadirkan jaksa penuntut umum (JPU)lantaran menderita sakit yang permanen.Sewaktu berada di Bandung, (20/5),Presiden SBY mengatakan kepada sejumlah mahasiswa yang menemuinyabahwa dirinya menyerahkan kasus hukumPak Harto kepada penegak hukum. “Dengan demikian, penegak hukumlah yangmelakukan sesuatu atas nama undangundang dan bisa menjelaskan kepadarakyat,” kata Presiden SBY saat itu.“Saya menghormati supremasi hukum.Oleh karena itu, kasus hukum mantanPresiden Soeharto, kita tidak boleh mencampuri. Saya tidak boleh masuk samasekali karena bisa keliru,” tegasnya.Barangkali, bertolak dari kenyataantersebut, Jaksa Agung RI, Abdul RahmanSaleh, melalui Kejaksaan Negeri JakartaSelatan, akhirnya menerbitkan SuratKetetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) dugaan korupsi HM Soeharto,pada 11 Mei 2006.Di hadapan Komisi III (hukum) DPRRI, (22/5), Jaksa Agung menyatakanbahwa keluarnya SKP3 kasus Pak Hartoadalah murni dari segi teknis hukum danbukan berarti memberikan pengampunankarena kasusnya masih belum final.Kepada anggota Dewan, Arman —demikian Jaksa Agung biasa disapa— mengklarifikasi, SKP3 itu dikeluarkan karenaberdasarkan hasil pemeriksaan menyeluruh tim dokter independen dari RSCM(tim pemantau kesehatan bentukan Kejaksaan Agung), dan dengan tim dokterkepresidenan, bulan Mei 2006, kondisimantan presiden Soeharto masih buruk,atau sama dengan hasil pemeriksaan padatahun 2002.“Untuk tidak menggantungkan nasiborang, dikeluarkanlah SKP3,” ujarnya.Jaksa Agung juga menambahkan, pengeluaran SKP3 tidak masuk dalam masalahpolitik, atau ruang lingkup yang menjadiwewenang Presiden seperti amnesti,abolisi, atau rehabilitasi.Sementara itu, terhadap pernyataanPresiden SBY yang memilih untuk mengendapkan kasus Pak Harto, Ketua MajelisPertimbangan Partai Amanat Nasional(PAN), Amien Rais, menilainya sangatlamban. Sebab, proses peradilan sudahberjalan selama delapan tahun.“Sudah delapan tahun kok diendapkan,mau sampai kapan lagi,” tandas mantanKetua MPR-RI itu. Amien mendesakPresiden SBY segera menuntaskan kasusmantan Presiden Soeharto agar tidakmenjadi polemik berkepanjangan di matamasyarakat.“Sekarang memang kasusnya dilematik.Kalau Pak Harto sampai meninggal dunia,padahal kasusnya tidak pernah diselesaikan secara hukum, maka itu buruk buatPak Harto dan buruk juga buat keluarganya, karena ia akan selalu menjadi bebansejarah. Karenanya, kasusnya harus segeradituntaskan.”Relevan dengan pandangan Amienadalah pernyataan Menteri SekretarisNegara (Mensesneg), Yusril Ihza Mahendra. Yusril melempar sinyal bahwasikap pemerintah adalah menghentikanproses peradilan Soeharto.Yusril mengaku sudah menyerahkandokumen dan bahan yang dibutuhkanuntuk melengkapi pengambilan keputusanPresiden SBY.Diingatkan oleh Yusril, proses peradilanterhadap Soeharto sudah dihentikanmelalui SKP3. “Presiden sudah menerimasurat ketetapan penghentian penuntutanperkara itu serta pencabutan pencekalanSoeharto dari Jaksa Agung,” ujar Mensesneg.Mantan Wakil Presiden RI, yang jugaKetua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Hamzah Haz, menilaipengampunan kepada HM Soeharto sebaiknya dilakukan setelah ada kepastianpada proses hukumnya.“Kalau mau memberi pengampunan,berikanlah setelah ada kepastian hukum,”ucap Hamzah.Agak senafas dengan Hamzah Haz,Ketua Fraksi PPP di DPR, Endin AJSoefihara, meminta Mahkamah Agung(MA) untuk menyatakan proses pengadilan HM Soeharto tidak mungkin dilanjutkan.Alasannya, kata Endin, kondisi kesehatan HM Soeharto tidak memungkinkan untuk menjalani pengadilan. Solusinya, “Mahkamah Agung seharusnya bersidang kembali untuk menyatakan pengadilan tidak mungkin dilanjutkan karenakondisi Pak Harto yang sedang sakit,” ucappolitikus muda PPP itu, usai menjengukHM Soeharto di RSPP, Jakarta, (22/5).Ketua Umum PBNU, KH. Hasyim Muzadi, (9/5), mengingatkan bangsa Indonesia akan jasa dan prestasi Pak HartoJaksa Agung menghentikan proses penuntutan perkaraterhadap mantan Presiden HM Soeharto. Presiden SBY sendirijustru mengendapkan persoalan itu. DPR dan Presiden perlumengambil terobosan politik.Menanti ‘Political Will’ Pre Presiden SBY setelahmenjenguk Pak Hartodi RS Pertamina