Page 31 - Majalah Berita Indonesia Edisi 16
P. 31
(BERITA NASIONAL)BERITAINDONESIA, 6 Juli 2006 31Ada wacana baru yang berkembang di masyarakat. Yaknisoal kepemimpinan yang kuat.Ini dilontarkan Wapres JusufKalla saat memberi pembekalan kepada peserta KursusSingkatan Angkatan XIV Lemhannas dikantor Wapres, Rabu (7/6) lalu. Saat ituJusuf Kalla (JK) mengemukakan, Indonesia memerlukan pemimpin-pemimpinyang memiliki gaya kepemimpinan yangkuat di tengah perubahan-perubahanmendasar dalam kehidupan politik danmasyarakat selama delapan tahun reformasi.Menurut Wapres, upaya yang dilakukanpemerintah sekarang ini jauh lebih beratdari dulu. “Kalau pemerintahan zamandulu menemui masalah sedikit, teleponsaja polisi, tentara, maka selesai persoalan.Sekarang tidak bisa lagi semua itu. Jadi,memang kita harus memiliki gaya kepemimpinan yang lebih kuat,” ujarnya.(Kompas, 8/6).Tak pelak pernyataan ini menimbulkantanggapan di kalangan masyarakat, khususnya para elite dan pengamat politik.Bahkan ada yang berpendapat pernyataanJK ini mengarah pada kepemimpinanPresiden Susilo Bambang Yudhoyono(SBY). Syamsuddin Haris, pakar politikdari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) misalnya. Dia menyatakan,pernyataan Wapres itu bisa menyerempetgaya kepemimpinan Presiden SBY. Hal initentu tidak terlalu menguntungkan bagisituasi nasional saat ini. Menurut Haris,gaya kepemimpinan SBY sangat lemahdalam pengertian tidak berani mengambilrisiko, kurang konsisten dan kuranginisiatif. Tapi di sisi lain, pernyataan JKjuga memunculkan rivalitas dan otokritikkepada presiden.(Sinar Harapan, 8/6).Sementara mantan Ketua DPR AkbarTandjung menyatakan, Presiden SBY saat iniadalah Dewan Pembina Partai Demokrat,partai yang mengusungnya menjadi presiden. Sedangkan Wapres Jusuf Kalla jugaadalah Ketua Umum DPP Partai Golkar.Dalam perspektif ini, menurut Akbar, setiappemimpin partai pasti bersaing untukkekuasaan. “Jadi memang bukan rahasia lagijika antara Presiden dan Wapres terjadipersaingan dalam konteks kekuasaan tadi.Tidak ada pemimpin partai yang tidak inginmeraih kekuasaan,” ujarnya.Krisis KepemimpinanMantan Presiden Abdurrahman Wahid(Gus Dur ) sebelumnya dalam sebuahacara di Gedung Joang, Jakarta, menyatakan Indonesia sedang mengalami krisiskepemimpinan di tengah derasnya arusglobalisasi. Menurut Gus Dur yang KetuaUmum Nusantara Bangkit Bersatu (NBB),derasnya arus globalisasi membuat parapemimpin nasional tidak berani bersikap,terutama dalam menegakkan hukum.Hukum tidak lagi memiliki kepastian danhanya menghamba kepada kepentinganpolitik elite. Tebang pilih dalam penegakkan hukum terjadi. “Globalisasi telahmembuat para pemimpin nasional kitaketakutan dan tidak mampu mengendalikan reaksi berlebihan yang terjadi dibawah. Reaksi berlebihan itu adalahfundamentalisme dan nasionalisme sempit,” ujar sang kiai.Ketidakmampuan mengendalikan reaksi berlebihan itu akhirnya membuat parapemimpin kehilangan kepercayaan publik.“Bila keadaan terus berlanjut, bukan halmustahil terjadi revolusi sosial”, katanyamengingatkan.Ketua DPP Partai Golkar, BurhanuddinNapitupulu, yang dikenal sangat dekatdengan Jusuf Kalla, punya pendapat lain.Dia bahkan menampik jika dikatakanpernyataan JK dikaitkan dengan adanyapersaingan antara Wapres dan Presiden.“Saya tahu persis bagaimana gaya kepemimpinan JK yang terbuka dan ingincepat menyelesaikan persoalan. Jadiusulan perlunya gaya kepemimpinan yangkuat itu sudah benar.”Burhanuddin yang juga Wakil KetuaIkatan Alumni Lemhannas (IKAL) mengungkapkan bahwa alumni Lemhannaspada tahun 2004 pernah membuat kajiansoal kepemimpinan ini. Saat itu memangdirekomendasikan perlunya kepemimpinan yang kuat (strong leadership). Usulanitu muncul karena Presiden banyak ragudalam mengambil keputusan. Misalnyadalam proyek pembangunan jalan tol yangpanjangnya ratusan kilometer, penempatan eselon I bidang perpajakan, sehingga12 kanwil pajak tidak bisa dilantik, padahalini ujung tombak keuangan.Peneliti senior LIPI Mochtar Pabottingimengakui, memang susah dan rumit menampilkan kepemimpinan yang kuat ditengah masa transisi, di mana sejumlahperaturan perundang-undangan bertabrakan satu sama lain. “Bagaimana menegakkan kepemimpinan dengan undangundang yang saling bertabrakan,” ujarnya.Untuk itulah, menurutnya, pertama-tamakoherensi undang-undang harus dibenahi.Dikemukakan pula, kepemimpinanakan kuat dan tegak dalam arti berwibawa,jika supremasi hukum ditegakkan. Untukmemberantas korupsi, misalnya, janganada kebijakan tebang pilih. Sekali kebijakan itu (tebang pilih) diterapkan,wibawa pemimpin akan merosot. Rakyattidak akan patuh dan akan banyak protes.Memang, kepemimpinan akan kuat dansemakin kuat jika didasarkan pada pemihakan yang jelas kepada rakyat. Pemihakan kepada rakyat itu harus dilakukan secara konsisten. Sudahkah itudilakukan oleh para pemimpin? ■ SPGaya Kepemimpinan yang KuatIndonesia perlu gayakepemimpinan yang kuat.Ada persainganterselubung antaraPresiden dan Wapres?BERITA NASIONALKARIKATUR DANDY HENDRIAS