Page 46 - Majalah Berita Indonesia Edisi 16
P. 46
BERITA NEWSMAKER46 BERITAINDONESIA, 6 Juli 2006Sang Pendobrak Kekakuan JAKSA AGUNG RI, ABDUL RAHMAN SALEHMenimbang bahwa proses peradilan perkara hukum mantanPresiden HM Soeharto tak kunjung berujung, dia menerbitkanSurat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3). Dalamgugatan praperadilan yang diajukan kalangan LSM, dia kalah dandiwajibkan membatalkan SKP3.Ketika perhatian publik mulaiterfokus pada kondisikesehatan Pak Harto yangkembali memburuk, sehinggaharus dirawat di RS PusatPertamina, Jaksa Agung AbdulRahman Saleh membuat satu terobosanhukum dengan mengeluarkan SKP3 atasperkara hukum dengan terdakwa mantanorang nomor satu di negara ini, pada 12Mei 2006.SKP3 itu sendiri dikeluarkan KejaksaanNegeri Jakarta Selatan berdasarkan instruksi Arman –panggilan akrab kepadaAbdul Rahman Saleh—selaku JaksaAgung.Arman memiliki sejumlah argumentasimengapa SKP3 harus diterbitkan. Sepertidipaparkannya dalam rapat kerja dengananggota Komisi III (hukum) DPR-RI, (22/5), dia menggarisbawahi, penerbitan SKP3kasus Pak Harto adalah murni dari segiteknis hukum. Lagi pula, SKP3 tidakidentik dengan pemberian pengampunankarena kasusnya sendiri masih belumselesai.Kepada anggota Dewan, dia menambahkan, SKP3 merujuk rekomendasi dari hasilpemeriksaan secara menyeluruh oleh timdokter independen dari RSCM (TimPemantau Kesehatan HM Soeharto yangdibentuk oleh Kejaksaan Agung) denganTim Dokter Kepresidenan yang merawatHM Soeharto di RSPP.Hasil pemeriksaan (Mei 2006) menyatakan: kondisi mantan Presiden Soehartomasih buruk, atau sama dengan hasilpemeriksaan pada tahun 2002.Karenanya, “Untuk tidak menggantungkan nasib orang, dikeluarkanlah SKP3.Dengan SKP3 perkara itu ditutup demihukum,” ujarnya.“Dengan dikeluarkannya SKP3 itu, status Soeharto sekarang bukan lagi sebagaiseorang terdakwa kasus penyimpangandana tujuh yayasan yang pernah dimilikinya. Kejaksaan telah menungguhingga enam tahun sebagai langkah hatihati dalam kasus ini.”Hanya saja, penerbitan SKP3 tidakmasuk dalam masalah politik, atau ruanglingkup yang menjadi wewenang Presidenseperti amnesti, abolisi, atau rehabilitasi.Tak kalah pentingnya pula, dalam salahsatu klausul SKP3 itu ditegaskan, pihakKejagung dapat kembali mengajukanpenuntutan perkara tersebut bila ditemukan hal-hal yang baru.Kendati demikian, kebijakan mantanHakim Agung MA itu tak berjalan mulus.Dia justru diterpa kritik, protes, kecaman,dan bahkan gugatan dari banyak pihak,terutama dari kalangan LSM.Pada sisi lain, banyak juga pihak yangmengapresiasi langkah Jaksa Agungdengan SKP3-nya sebagai bentuk penghargaan hukum atas hak asasi manusia.Ada juga yang melihat kasus Pak Hartodari aspek humanisme menyusul kesehatannya yang kian memburuk. Mulaidari kalangan praktisi dan pengamathukum hingga praktisi dan pengamatpolitik melibatkan diri dalam polemik soalperkara hukum Pak Harto. Persoalansemakin meluas manakala Presiden SBYmelontarkan pernyataan dia akan mengendapkan persoalan Pak Harto untukmencegah tidak timbulnya perpecahan dimasyarakat.Menyaksikan pro-kontra yang semakinmelebar, Arman merasa perlu untukmenyampaikan kepada publik sekelumitlatar belakang penerbitan SKP3 olehinstitusi yang dipimpinnya lewat artikelopini yang dimuat di harian Kompas edisi5 Juni 2006, dalam kalimat pembukaopininya yang berjudul “Melacak JejakPro-Kontra SKP3 Soeharto” itu, Armanmengingatkan, menegakkan rule of lawdalam konstelasi kehidupan bangsa memang tidak mudah.“Ia membutuhkan seperangkat “energitambahan”, yang tidak hanya meletakkanaturan-aturan main dalam penegakan ruleof law, tetapi juga keberanian melihatberbagai fakta yang berserakan di ranahpublik. Berbagai fakta itulah yang kemudian mendorong saya untuk menuntaskankasus mantan Presiden RI, Haji Mohammad Soeharto (HMS),” demikian tulisArman.JAKSA AGUNG RI, ABDUL RAHMAN SALEH FOTO: REPRO