Page 61 - Majalah Berita Indonesia Edisi 17
P. 61
BERITA AGAMA62 BERITAINDONESIA, 27 Juli 2006Rekomendasi lain berbunyi, “UmatIslam yang tinggal di negara yangmuslimnya minoritas, terutama dinegara-negara Barat, diimbauuntuk membaur dan mengedepankandialog dengan masyarakat sekitar.”Rekomen-dasi ini tentu saja tidak munculsecara tiba-tiba. Ini berangkat dariasumsi bahwa ada problem mendasarpada tataran praktik keagamaan dikalangan umat Islam, sehingga melahirkan ketakutan pihak lain.Dalam editorialnya, 23/6 Media Indonesia mencatat, bahwa Islamofobia ataurasa ketakutan yang berlebihan terhadapIslam memang telah menyebar secaraluas di negara-negara Eropa dan Amerika. Islamofobia kian terlembaga pascatragedi WTC 2001 dan mencapai momentumnya kala Amerika melancarkan perang terhadap terorisme.Ketakutan teramat sangat terhadap Islam dan Arab lantas terekspresikan dalamberbagai bentuk. Mulai dari perlakuandiskriminatif terhadap warga muslim diBarat hingga pemikiran bahwa Islamidentik dengan kekerasan. Jadi, sikap danpandangan tersebut perlu diluruskan dandilenyapkan. Radikalisme yang dibarengiaksi kekerasan apapun alasannya tidakterkait dengan agama.Fobia Versi SBY dan Kofi AnnanDalam pembukaan konferensi tersebutPresiden Susilo Bambang Yudhoyonomenyorot fenomena Islamofobia inisebagai salah satu agenda umat Islamuntuk segera menyelesaikannya. Imbauan SBY tersebut menurut A Bakir Ihsan,Dosen Ilmu Politik Fakultas Ushuluddin& filsafat UIN Jakarta, merefleksikanpemahaman bahwa SBY sebagai bagiandari umat Islam yang berkepentinganmembebaskan Islam dari stigmatisasiakibat ulah umat Islam sendiri.“Pola pandang ini bisa mengundangkontroversi jika dilontarkan oleh orangnon-Muslim,” tulisnya dalam opini diharian Republika, 24/6.A Bakir mencatat, berbeda dengan SBY,Sekjen PBB Kofi Annan justru lebihmenyorot persoalan Islamofobia sebagaiakibat sudut pandang yang salah dariBarat terhadap Islam. Oleh karenanya,menurut Annan masyarakat Internasional harus meninggalkan Islamofobiatersebut. “Relasi Islam dan Barat cenderung difahami dalam konteks relasi Islamversus Kristen yang berakar pada perangsalib. Pemahaman ini menurut Annantelah melahirkan warisan kebencian antarperadaban,” tulisnya.A Bakir mengamati, perbedaan sudutpandang kedua tokoh tersebut memperlihatkan problem Islamofobia pada duaaspek. Yaitu aspek internal umat Islam‘yang suka marah’ dan aspek eksternaldunia Barat yang ‘tak ramah’.Namun apa pun sudut padang orangterhadap istilah islamofobia, agenda inisangat penting bagi Indonesia untukmenampakkan Islam yang ramah.Islamofobia tidak bisa diselesaikan secarainternal melalui transformasi budayasemata. Namun, perlu diimbangi olehrekonstruksi tata nilai global yang kondusif.Agama harus menjadi bagian darihidup berbangsa dan bernegara. Ia mestiterus memiliki pengaruh kuat dalamhubungan antarnegara agar terciptakeadilan dan perdamaian di dunia. Forum yang digelar di Jakarta 20-22 Juniitu diikuti peserta dari 53 negara dariberbagai kalangan, baik pakar Islammaupun Non Islam.■ ADIslamofobia Segera DihapusPenghapusan Islamofobiamenjadi salah saturekomendasi yang dihasilkanKonferensi InternasionalCendekiawan Islam (International Conference of IslamScholars (ICIS) II. Karena inimenjadi agenda penting yangmendesak segera diselesaikanoleh umat IslamBom Bali II