Page 57 - Majalah Berita Indonesia Edisi 17
P. 57
58 BERITAINDONESIA, 27 Juli 2006BERITA PEREMPUANSejak Yogya diguncang gempahingga luluh lantak, GustiKanjeng Ratu (GKR) Hemastak lagi punya waktu beristirahat. Ia terjun ke lapangan,menemui masyarakat yangdilanda duka karena harus kehilanganharta benda dan orang-orang yang merekacintai.Ia mengunjungi pasien-pasien terlukadi berbagai rumah sakit maupun klinikdarurat di segala penjuru Yogya. Denganlembut, ia menghibur dan membesarkanhati kawulanya yang tengah menderita.Banyak dari mereka merasa terhiburdengan perhatiannya. Tangan-tanganterulur dan tangis mereka tumpah didadanya.Harian Kompas merekam kegiatannyasaat berkunjung ke Unit Rumah SakitDarurat TNI AL di GOR UniversitasNegeri Yogyakarta, seminggu setelahgempa. Selama satu jam, ia mengunjungisatu persatu pasien yang ada dirawat dirumah sakit itu.Ekspresi prihatin tampak di wajahnyasaat menemui seorang nenek berusia 80tahun yang cedera tulang pinggul. Beberapa kali si nenek menyeka air matanyadengan selimut yang membalut tubuhkurus keringnya, sementara GKR Hemasmemegangi tangannya, menghibur agar sinenek tabah.Tak sedikit pun tampak kelelahan diwajahnya. Padahal, sejak hari pertamagempa, ia juga sibuk menerima kunjungantamu-tamu yang hendak memberikanbantuan.Seperti ditulis Kompas, tak sedikitpasien maupun keluarga pasien yangmenitikkan air mata seusai disapa GKRHemas. Tak sedikit pula yang menceritakan pengalaman traumatis saatgempa terjadi dan menumpahkan kesedihan serta penderitaannya sambilmenangis, bersimpuh, dan memegangitangannya.Ada seorang ibu yang tiba-tiba memegang tangannya dan menangis tersedusedu di pelukan Sang Ratu. “Sabarnggih... pun mari... mari... pun teng rikimesti mari. Enggal dangan nggih (Sabarya, sudah pasti sembuh, di sini pastisembuh. Cepat sembuh ya),” kata GKRHemas sambil menepuk-nepuk punggungsi ibu.Memegang TradisiPasca gempa, masyarakat Yogya mulaibangkit kembali. Meski aliran danabantuan tersendat dan belum jelas,sebagian secara bergotong royong mulaimembangun kembali rumah mereka daripuing-puing yang tersisa.Menurutnya, masyarakat Yogya inibekerja dengan perspektif yang jelas,dengan kearifan lokal. Masyarakat Yogyaitu masyarakat gotong royong. Kalaudibangunkan rumah seperti di Aceh belumtentu sesuai dengan kehendak masyarakatsendiri. Mereka sebenarnya punya usulagar diberi kesempatan membangunsendiri dengan sistem rumah kotangan,separuh gedhek separuh tembok.Masyarakat Yogyakarta itu bukan rakyat yang malas. Mereka mau membangunrumah dengan sisa reruntuhan yang masihbisa digunakan. Tidakseperti dugaan pemerintah pusat, bahwa rakyat menunggu untukdibangunkan rumahnya. Solidaritas untukmembantu membangunrumah juga masih ada.Meski dibesarkan diJakarta, GKR Hemassama sekali tidak canggung menjalani perannya sebagai permaisuriraja yang disegani rakyatnya. Meski diakuinya, ia berdiri di duadunia. Di satu sisi, iaadalah seorang ratuyang harus mempertahankan tradisi, di sisilain ia adalah bagiandari masyarakat modern. Karena itu, ia tidak bisa memakai pakaian kebaya setiap hari.“Dandannya lama sekali. Selain itu jalannyajadi harus pelan-pelan,” katanya sepertidikutip Kompas. Menurutnya, yang penting kinerjanya, perhatian dan perasaannya kepada rakyat Yogya yang iacintai.Awalnya, ia harus diantar oleh abdidalem jika mau ke mana-mana. Saat ini,kalau mereka mau membuntuti punsusah. Saya berjalan sudah sampai alunalun, mereka masih di pintu gerbang.Artinya, harus disadari bahwa kita sebagai manusia harus hidup sesuai tuntutan zaman. Di satu sisi, tradisi yang bisapertahankan tetap kita pakai. Tentu sajaSultan dan dirinya sama sekali tidakmelupakan tradisi yang sudah mengakardi keraton. Labuhan ke Merapi atau PantaiSelatan tetap diselenggarakan bersamamasyarakat Yogya.Saat ini, GKR Hemas merupakan anggota DPD, sehingga ia harus bolak-balikYogya-Jakarta demi mengemban tugasnya sebagai wakil daerah. Semua itudilakukannya dengan tulus. Sampai kinipun ia masih berusaha berada di tengahrakyatnya yang tengah menderita. Memberikan suntikan semangat agar merekabangkit dari nestapa. ■ RHKetulusan Seorang RatuSatu kaki di dalam, kami harustetap mempertahankan danmenjalankan tradisi. Satu kakidi luar, kami hidup sebagaiorang modern.GUSTI KANJENG RATU HEMASGKR Hemas : Memberi suntikan semangat