Page 53 - Majalah Berita Indonesia Edisi 18
P. 53
BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006 53BERITA HUKUMSengkon-Karta Ala BekasiKhawatir anaknya bernasib sama,Rita pun terpaksa menitipkan limaanaknya ke sanak saudaranya. Hanya dengan cara itulah anaknya bisamemperoleh akta lahir. Dia harus merelakan dirinya tidak tertulis sebagaiorangtua dalam akta anaknya itu.“Anak saya yang pertama, orangtuanya itu bibinya. Yang bontot ikutIA dipaksa mengakui pembunuhan yang tidak dilakukannya. Pelaku sebenarnya tertangkap. Setitiknila bagi polisi yang baru saja merayakan ulang tahunnya.Budi Harjono, 27, mengaku trauma pada polisi. Masuk akal jika Budijadi begitu membenci polisi. Pasalnya, sebelum pembunuh sebenarnya tertangkap, Budilah yang dituduh sebagai pelaku pembunuhanayah kandungnya, empat tahun lalu. Untungnya, di persidangan ia dibebaskan majelis hakim. Namun sepanjang proses penyidikan, ia ditekan dan diintimidasi sehingga terpaksa mengakui perbuatan yangtidak pernah dilakukannya itu.Berbagai media cetak menulis berita ini dan semuanya sependapatbahwa kasus ini mirip dengan kasusSengkon-Karta. Keduanya menjalani hukuman penjara yang dijatuhkan pengadilan. Dua orang ini, pada1974, ditangkap polisi dan dijadikantersangka kasus pembunuhan pasangan Sulaiman dan Siti Haya.Tiga tahun kemudian, Sengkon divonis 12 tahun penjara, sedangkanKarta tujuh tahun penjara. Sewaktudi penjara, Sengkon bertemu denganorang yang mengaku sebagai pembunuh yang sebenarnya.Pada akhirnya, kritik keras dialamatkan kepada kepolisian. MajalahGatra edisi 19 Juli 2006, di awal tulisannya yang berjudul “Ali Hartawinata Dihabisi Kuli” memuat kritikdari Neta S. Pane, Ketua PresidiumIndonesia Police Watch (IPW). “Pantasnya mereka dipecat. Bukan zamannya lagi polisi menebar teror,”ujarnya.Sementara itu, Koran Tempo menganggap kasus tersebut sebagai rekayasa penyidikan. Menurut harianini, belakangan memang terungkapbanyak kejanggalan dalam pembuktian, termasuk adanya penyiksaandan intimidasi terhadap saksi dantersangka serta rekayasa skenariopembunuhan.Polisi dinilai tidak profesional karena tidak mendasarkan arah penyelidikan dan penyidikan pada data,fakta, bukti, dan informasi akurat.Polisi, dalam kasus pembunuhan pada November 2002 itu, serta-mertamenahan dan memproses Budi Harjono, putra Ali, sebagai tersangka.Ternyata polisi salah tangkap dansalah tahan terhadap Budi, yangsama sekali tak bersalah.Budi memang masih lebih beruntung dibandingkan Sengkon danKarta. Dia memang sempat meringkuk di dalam tahanan, tapi hanyaenam bulan. Dia bebas setelah pengadilan menyatakan dirinya tidakbersalah. Pembunuh yang sebenarnya, Marsin, bekas kuli bangunandi rumah Ali, baru tertangkap.Budi adalah korban tindakan diluar prosedur dan hukum oleh aparat. Karena itu, pemimpin polisi harus memerintahkan pengusutanterhadap para penyidik yang bertugas waktu itu. Mereka yang bersalah harus ditindak tegas, selain harus meminta maaf kepada Budi.Karena dendamMenurut versi penyidik, ketika itukerap terjadi pertengkaran antaraEni dan suaminya. Puncaknya, pertengkaran itu berakhir pada 17 November 2002 pukul 02.00. Ali Harta memukul kepala istrinya dengankaso. Budi yang melihat peristiwaitu mencoba membantu ibunya dansecara kalap membunuh ayahnyasendiri.Menurut versi penyidik, sehabismembunuh, Budi menyeret jenazahayahnya ke kamar mandi dan diaberpura- pura kebingungan mencari ayahnya. Ningsih, 19, pembanturumah tangganya, menurut polisi,melihat adegan Budi menyeret jenazah ayahnya. Dia juga melihatsaat Budi mengendap-endap turundari lantai dua menuju ke lantaisatu.Saat ditangkap, penyidik memaksa Budi mengakui perbuatan yangtidak dilakukannya. Kalau itu tidakdituruti, ibunya akan tetap ditahandan tidak boleh menjalani operasiakibat pukulan kaso. Padahal operasi tinggal menunggu hari dan bilatidak dilakukan, ibunya berpotensimeninggal atau gila. Untungnya pengadilan membebaskan Budi karenadianggap tidak terbukti membunuhayah kandungnya.Marsin, bekas buruh dipecat Alipada 13 November, empat hari sebelum pembunuhan terjadi. Sepertidiungkapkan Gatra, setelah pembunuhan itu, Marsin bersembunyi.Polisi mencium keberadaannya dikawasan Ciputat, Tangerang. Kaladibekuk, Marsin berprofesi sebagaitukang ojek.Kepada polisi, Marsin mengakupembunuhan itu dilakukan karenadendam. Sebab, Ali memecatnyasementara ia membutuhkan penghasilan untuk biaya isterinya yangsebentar lagi melahirkan. RHsaudara,” ucap Rita dikutip Kompas.Sementara itu, Sinar Harapan, 13Juli 2006, menulis judul “PenerapanUU Kewarganegaraan Disangsikan”.Warga keturunan Tionghoa di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar),menilai praktik pungutan liar masihtetap berlangsung kendati SuratKeterangan Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) untuk kelengkapan administrasi pemerintahan tidak diberlakukan lagi setelahUndang-Undang (UU) Kewarganegaraan disahkan oleh DPR. Bahkanmenurut pengamatan harian tersebut selama ini, kaum elit masyarakat Tionghoa di daerah ini memangterkesan eksklusif. RHREPRO