Page 50 - Majalah Berita Indonesia Edisi 20
P. 50


                                    50 BERITAINDONESIA, 7 September 2006MenyoalBarangSelundupanPemenuhan akankebutuhan bahan pokokuntuk masyarakat yangtinggal di Wilayah UtaraKalimantan Timur tetapbergantung pada luar negeriyang diseludupkan lewatpintu pelabuhan Tawau,Sabah - Malaysia Timur.Mengapa tidak dilegalkansaja?arapan banyak orang agar barang kebutuhan pokok yangdidatangkan dari negara tetangga Malaysia segera bisadilegalkan, sulit menjadi kenyataan.Pemerintah daerah tampaknya lebihterikat dengan undang-undang yang adameski otonomi daerah telah terbentuk.Sinyal ke arah dilegalkannya beberapabahan pokok yang selama ini memenuhikebutuhan masyarakat yang tinggal diWilayah Utara Provinsi KalimantanTimur, atau tepatnya Kabupaten Berau,Bulungan, Malinau, Nunukan, dan KotaTarakan sebagai daerah yang berbatasanlangsung dengan Sabah, Malaysia Timurdan Philipina Selatan memang pernahdilontarkan beberapa orang anggotaDewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD) Tarakan. “Tapi itu baru pemikiran sebatas wacana,” kata H YusufRamlan, SH kepada media ini, pekan lalu.Bisa saja barang-barang kebutuhan pokok itu dilegalkan disertai “retribusi” yangharus dibayar pedagang, karena selama ini,hampir seluruh kebutuhan masyarakatbergantung kepada luar. Seperti gula, daging, gas, kacang kedelai, tepung terigu, susu, milo, minuman kaleng, kentang, wortel, bawang, buah-buahan, didatangkansecara ilegal lewat pintu pelabuhan Tawau,Sabah, Malaysia Timur. Sebab, jika hanyamengharap datang dari dalam negeriseperti dari Jawa atau Sulawesi, harganyabisa berlipat kali ganda, atau barangnyakosong, sementara kualitasnya sudah tentujauh di bawah. “Lidah masyarakat didaerah ini sudah terbiasa dengan produkyang mutunya baik. Maaf, tanpa mengurangi rasa cinta saya dengan barangbuatan dalam negeri,” kata Midun, wargaDesa Mamburungan Tarakan Timur.Dalam era orde baru, kasus ini sepertimasuk lemari pendingin, beku. Dulu,sebelum pemekaran, ada dua kabupaten,yaitu Kabupaten Berau dan Bulungansedang Tarakan hanya Kota Administratif di bawah Bulungan, sementara Malinaudan Nunukan masih berstatus kecamatan.“Saat itu, petugas keamanan dan pihakBea dan Cukai lebih toleransi. Soalnya,mereka juga pun membutuhkan, bagaimana kalau gula tidak ada di pasar,” kataseorang pedagang di Pasar Lingkas Tarakan.Menurut pedagang yang enggan disebutnamanya ini, sekarang, di era otonomidaerah, masuknya jadi sulit. Harga barangpun mahal, karena nilai tukar uang kitadengan ringgit Malaysia jauh lebih rendah, sementara “lubang jarum” yangharus dihadapi banyak. “Jika dulu, lubangjarum atau pos petugas keamanan di laut,di pelabuhan dan di darat yang dilaluihanya delapan. Sekarang, setelah Tarakankota dan Nunukan kabupaten, petugasmenjadi dua kali lipat,” ujarnya tanpamerinci pos-pos petugas mana yangdisebut lubang jarum itu.Padahal, bila dihitung-hitung, biayayang dikeluarkan untuk aman melewatilubang jarum tadi jauh lebih besar dibandingkan jika masuk sebagai barang impor.Hanya saja, ada rasa keengganan dikalangan pedagang. “Kami hanyalahsebagai pedagang kecil,” kata seorangpedagang kepada media ini.Hal yang sama juga diungkapkan AndiMuthang, tokoh masyarakat di TanjungSelor Kabupaten Bulungan. “Kalau lebihmenguntungkan masyarakat, kenapaH
                                
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54