Page 28 - Majalah Berita Indonesia Edisi 21
P. 28


                                    28 BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006BERITA KHAS28 BERITAINDONESIA, 21 September 2006Majalah berita mingguan yang berpengaruh dan beredar luas ini, menilaimengurangi kemiskinan dan pengangguran menjadi persoalan berat yang mestidiatasi pemerintahan SBY. Targetnyauntuk menurunkan kemiskinan dari 16,6%(tahun 2004) menjadi hanya 8,2% dalamlima tahun kemudian, masih jauh darikenyataan. Mengurangi tingkat pengangguran dari 9,7% menjadi 5,1% akhir tahun2009, masih jauh panggang dari api.Tulis Tempo, isu kemiskinan dan pengangguran memang sensitif, dan menjadi isu politik yang panas. Tempo agaknya secara halus mengeritik SBY yangdinilainya terpeleset memaparkan angkakemiskinan sehingga dituding sebagaimenyembunyikan fakta. Mengutip TIB,Tempo mencatat dua poin penting di balikangka-angka yang dikemukakan SBY. (1)Jika tahun 1999 sampai 2005 yang jadipatokan, artinya ada sukses periodepemerintahan Presiden Megawati yangikut diklaim pemerintah sekarang. (2)Jika faktor kenaikan harga BBM tahun2005 ikut dihitung, angka kemiskinanpada Juli 2005 mencapai 18,7%, melonjaksampai 22% Maret 2006.Tempo memaklumi dilema yang dialami SBY di dalam mengemukakanangka-angka, karena Susenas BPS tahun2006 baru dirilis September. “Sudahlahtak perlu memperdebatkan angka-angka,”Tempo memberi sinyal agar polemiktersebut diakhiri saja.Namun majalah berita mingguan tersebut menutup tajuknya dengan pernyataan yang mengedepankan optimisme. Banyak cara yang bisa dilakukan;mempercepat pencairan anggaran pembangunan, memperluas proyek-proyekinfrastruktur yang padat karya, memulihkan sektor riil secara bertahap untukmemperbaiki iklim usaha. Kerja yanglebih keras akan mengurangi pengangguran dan kemiskinan. “Ini lebih pentingdaripada berdebat yang tidak berkesudahan,” demikian Tempo menyimpulkan.Berbeda dengan tajuk harian Bisnis Indonesia (29/8) yang bernada sinis:BPS=Kambing Hitam. “Sial nian nasibBPS,” demikian harian yang diasuh duapengusaha terkemuka, Sukamdani Gitosardjono dan Soebronto Laras, ini membuka tajuknya. Koran bisnis yang sangatberpengaruh ini, agak membela BPS yangdijadikan “kambing hitam” setelah SBYmengedepankan angka-angka kemiskinan dan pengangguran yang mengundang pro-kontra. “Kini BPS mendapattudingan: datanya tidak akurat dan tidakrelevan,” tulis Bisnis Indonesia.Suratkabar yang beredar luas di kalangan eksekutif, ekonom dan birokrat ini,menyanggah bilamana kemajuan di dalam menekan angka kemiskinan dan pengangguran dinilai sebagai prestasi SBY.Angka kemiskinan dan pengangguranbukan menurun, tetapi sejak awal 2005malah meningkat sebagai dampak kenaikan BBM, Oktober 2005. Masih dengan nada membela BPS, koran inimenilai, “Apes betul, ketika polemik kiankeras, BPS yang dituding bersalah.”Ungkapan BI menjadi lebih menarikkarena BPS berada pada posisi serba sulit.Dulu, BPS dituding mengemas data ABS(asal bapak senang), sekarang justruaparat pemerintah sendiri yang meragukan data BPS, “tidak relevan dengankondisi lapangan dan tidak sesuai teoriekonomi.”Namun koran ini mengutip pernyataanMenkeu Sri Mulyani bahwa tidak adapesanan dari pemerintah kepada BPS agarmenyediakan data ABS, termasuk datayang dipakai untuk pidato kenegaraanPresiden SBY. Alasannya, dengan datayang benar pemerintah bisa mengambilkebijakan yang tepat, dan masyarakatmengetahui kondisi perekonomian nasional yang sebenarnya.Dalam hal ini, BI memuji pernyataanSri Mulyani yang dinilainya sangat benar,“kejujuran terhadap data statistik sangatpenting, karena ini untuk memutuskansebuah kebijakan.” Dan harian itu menutup tajuknya dengan sebuah peringatan, jika data tidak akurat, kebijakan yangdiambil pemerintah tidak akan efektif,bahkan gagal menyelesaikan masalahyang sebenarnya.Investor Daily, menurunkan liputankhusus di halaman delapan; MenjalaniKehidupan dengan Senyum. Tulis koranbisnis tersebut (edisi 26-27/8), presiden,ekonom, dan orang-orang penting lainnyamembahas kemiskinan di gedung-gedungmegah yang sejuk. Sementara orangmiskin membicarakan dirinya di gubukgubuk kumuh, bantaran kali dan pemukiman padat. Si miskin tak menggunakanasumsi ekonomi, persepsi atau argumentasi rumit ketika mereka menyikapidan menjalani kemiskinan. Bahkan saatmengurai kesulitan hidup sehari-hari, “simiskin masih sempat tersenyum. Entahapa maknanya?”Komentar ID, untuk kesekian kalinyatopik kemiskinan kembali menghangat.Dua pekan terakhir, data dan faktakemiskinan mencuat dan mengejutkanbanyak kalangan. Presiden SBY menyampaikan klaim yang mengagetkan banyakorang. Tulis harian tersebut kemudian,“sederhananya, orang miskin makanannya kurang dari 2.100 kalori per kapitaper hari. Jika tahun-tahun sebelumnyanilai asupan di bawah Rp 100.000 perbulan, sekarang membengkak menjadi diatas Rp 120.000 per bulan.” „ SH
                                
   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32