Page 23 - Majalah Berita Indonesia Edisi 21
P. 23
BERITAINDONESIA, 21 September 2006 23BERITA UTAMAid Duasaya Muslim, kita bersaudara. Coba lihatdi Kalimantan, orang Madura disuruhpulang oleh orang Dayak. Itu bukan Indonesia. Coba kita lihat Pilkada-Pilkada,kalau bukan putra daerah tidak bolehmuncul. Mana itu negara kesatuan?Kita lihat otonomi daerah, siapa yanglebih banyak sumber daerahnya dia lebihkaya. Kutai Kartanegara, masih daerahsaya di Kalimantan, APBD-nya Rp 2,7triliun. Mana ada kabupaten seperti itu,provinsi pun APBD-nya paling banyakdari Rp 1 triliun. Apa itu yang ingindiwujudkan oleh reformasi? Tapi sayatidak bisa mengatakan hal itu, kecualimengatakan kita harus mulai membangun kembali jati dirikeIndonesiaan. Cobahayati Keadilan Sosial, kembali ke Permusyawaratandan Perwakilan,kembali ke Persatuan Indonesia. Kalau tidakmulai dari situ,maka republik initidak akan bergerak. Kita bisa sepertiFilipina. Setelah pemerintahan PresidenFerdinand Marcos tumbang 20 tahun lalu,Filipina terus menerus reformasi. Arah reformasi harus jelas, ke manakita nanti. Satu pertanyaan besar di kalangan SOKSI, siapa yang memikirkan tatanegara kita ke depan? Kalau saya katakantadi MPR, MA, DPR, DPD, MK dan KYdan segala macam lembaga. Negara manadi dunia ini seperti di Indonesia? Sistemapa namanya dalam referensi ketatanegaraan di dunia? Adakah orang yangmemikirkan bagaimana ini nanti?Terus bagaimana mencari identitas bangsa?Tadi saya katakan tidak ada yang memikirkan itu. Coba UU Pemilu, Susunandan Kedudukan MPR, DPR dan DPDdibiarkan seperti sekarang. Misalnya, adalima Caleg yang tidak memenuhi bilanganpemilih. Kalau ada Caleg yang memenuhibilangan pemilih, katakanlah seratus ribusuara, yang nomor empat dapat sembilanpuluh ribu suara, yang nomor satu hanyadapat seribu suara, yang memperolehsuara terbesar tidak duduk di DPR padahal dipilih. Yang duduk malah di urutannomor satu. Ini sistem apa namanya, cobacari referensinya. Itulah yang dikatakaPak Suhardiman, reformasi ini kebablasan. Jadi, reformasi tidak membentuk sebuah tatanan yang solid bagisebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tema inti SOKSI, membangun kembali solidaritas bangsa.Besaran kenaikan harga BBMtahun 2005 terlalu besar sehinggamenimbulkan malapetakabagi ekonomi nasional.Tetapi kenapa semua FraksiDPRmendukung kebijakan tersebut?Golkar memberikan dukungan untukkenaikan BBM atas dasar perhitunganrealistik terhadap APBN, harga minyakinternasional dan kondisi perekonomiankita. Dengan kata lain, kalau kita mempertahankan subsidi BBM, sementaraharga BBM di luar negeri terus naik, makaBBM akan diselundupkan ke luar, dan ituterjadi pada masa itu. MembengkaknyaAPBN untuk menutupi subsidi. Karenaitu, Golkar memberikan dukungan kenaikan BBM. Jangan lupa, pada saat kitamelakukan reformasi, kita sepakat untuktidak ada subsidi dalam sekian tahunkemudian. Sebenarnya, direncanakanAPBN 2004 sudah nol subsidi BBM. Sayaingat betul karena waktu itu saya ikut dikabinet. Tahun 2003, Ibu Mega (Presiden) kedua kalinya menaikkan hargaBBM. Karena Pemilu 2004, Ibu tidakmenaikkan harga BBM tahun itu.Pemerintah terus terang, walaupunsaya di dalamnya, kabinet tidak konsekuen, dan publik juga tidak konsekuen.Kalau publik konsekuen, kenaikan BBMitu logis untuk menyehatkan perekonomian kita. Tetapi semuanya keberatan dengan kenaikan BBM. Nah, di sini ada kontradiksi, antara kita ingin melepaskan beban APBN. Kalau APBN besar untuk subsidi, maka utang 310 miliar dolar AS tidakkebayar, yang itu berat. Nah, dalam konteks itulah Golkar memberikan dukungan.Karakter Jusuf Kalla adalah tidak maumunafik. Kalau kabinet menyatakan BBMnaik, dia harus menjelaskan kepada rakyat,ini putusan pemerintah. Kader Golkarmenyerang Pak JK, bukan saja dalamkenaikan BBM, tetapi juga kebijakankebijakan pemerintah yang tidak populerlainnya. Itu juga disuarakan dari dalam.“Jangan Pak Jusuf yang bicara,” tetapiMenko Perekonomian atau Menteri ESDM,sehingga tidak membawa akibat kepadaGolkar. Pak Jusuf tidak mau itu. Sebagaipemimpin dia katakan, “Saya bertanggungjawab terhadap keputusan itu, oleh sebabitu saya berkewajiban untuk menjelaskandan berhak untuk mengatakan bahwa ituadalah sikap saya.” Jadi dia tidak mauberpolitik dalam arti politiking, dia tidakmau tidak jujur kepada publik.Partai-partai lain tidak ada yang beranipasang badan seperti Golkar. Tapi sekarang baru kita rasakan, seandainya tidakada kenaikan, harga BBM sudah US$ 70per barel, sudah Rp 150 triliun kita buanguntuk subsidi. Padahal APBN-nya hanyaRp 460 triliun. Barangkali sekarang akanlebih dari itu.Bisakah dikatakan bahwa kitakerap bersikap double standard?Ya. Pada para pendukung Golkar, diSOKSI, bertanya, ada apa pemerintah foto-foto: berindo wilson