Page 26 - Majalah Berita Indonesia Edisi 21
P. 26
26 BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006BERITA KHAS26 BERITAINDONESIA, 21 September 2006Tak disangka data kemiskinan yang dikemukakanPresiden Susilo Bambang Yudhoyono menuai badai. Reaksikeras muncul dari berbagai pihak, diulas dan diberitakanoleh berbagai media cetak terkemuka Jakarta.esakan yang menohok tajamdatang dari bekas Ketua MPRAmien Rais. “Presiden Susiloagar meminta maaf terbukapada rakyat Indonesia. Apa yang dilakukan Presiden termasuk bentuk kebohongan publik.” Pernyataan keras Amiendikutip harian Indo Pos (21/8), dikemasdalam berita utama halaman dua. Korananggota Jawa Pos Grup yang berbasis diSurabaya ini, masih mengutip tamsilAmien, guru besar ilmu politik di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, “Jika ituterjadi di Amerika Serikat, presidennyabisa jatuh.” Apa memang sejauh itu?Polemik panas di media cetak meletuptak lama setelah Presiden SBY menyampaikan pidato kenegaraan di depan sidangparipurna DPR, 16 Agustus. Di hadapanratusan pasang mata anggota Dewan, SBYbersemangat memaparkan angka kemiskinan yang menurun dari 23,3% tahun1999 menjadi hanya 16% tahun 2005.Pemerintahan SBY masih bertekad mengikis kemiskinan sampai hanya 8,2Úri jumlah penduduk sekitar 230 jutajiwa sampai tahun 2009. SBY juga menyinggung angka pengangguran yangmenurun dari 11,8% selama Novembermenjadi 10,4% di awal tahun 2006.Kendati tidak sepenuhnya menyalahkan SBY, Amien menduga data-data yangdisajikan sudah basi. Hanya saja, Amienmenyesalkan kenapa data-data itu dikemukakan di depan forum paripurna DPR.“Mungkin kita terbiasa hidup dibohongi,” kata Amien yang pernah menjadisaingan SBY di dalam Pemilu Presiden2004, sebagaimana dikutip oleh Indo Pos.Amien memberi catatan, SBY tidak semestinya bisa menutupi kesalahannyajika pemerintahannya ingin memperolehkembali kepercayaan masyarakat.Pada berita yang ditempatkan di halaman depan, harian Republika (19/8) menyajikan tanggapan keras atas angka-angka kemiskinan dan pengangguran yangdikedepankan SBY. Berita tersebut berjudul; Data Kemiskinan dan Pengangguran Menyesatkan. Suratkabar kategoriterbaik versi Dewan Pers ini mengedepankan penilaian ekonom TIB bahwa datadata yang diumumkan SBY tidak proporsional, cenderung menyesatkan karena dibuat sebelum kenaikan hargaBBM, Oktober 2005. SBY, menurut TimIndonesia Bangkit, mengutip data hasilSurvei Sosial Ekonomi Nasional BadanPusat Statistik (BPS), Februari 2005.Ekonom TIB, Hendri Saparini menggugat pengakuan pemerintah bahwa bantuan langsung tunai (BLT) selama setahunkepada 19,2 juta kepala keluarga miskin(KKM) tidak bisa diartikan sebagaipenciptaan lapangan kerja baru yangmenaikkan pendapatan mereka. Diamenyesalkan tidak adanya pengungkapandata jumlah penduduk miskin setelahkenaikan harga BBM.Padahal BPS memiliki data terbaruhasil Susenas Juli 2005 dan Maret 2006.“Mengapa bukan data terbaru yang dipaparkan?” Pertanyaan ini dijawab sendiri oleh Hendri sebagaimana dikutip olehRepublika (19/8), bisa jadi karena angkakemiskinan telah jauh lebih tinggi danmendekati kondisi di awal krisis tahun1999. Hitung-hitungan TIB, jelas Hendri,jika ketidaktepatan sasaran alokasi BLTdiasumsikan 33% saja, maka jumlah KKMdan sangat miskin masih sekitar 12,8 jutaatau setara 51,2 juta jiwa. Artinya, menurut Hendri, kemiskinan belum banyakberanjak dari angka 23% dari jumlahpenduduk Indonesia.Koran Tempo di dalam berita utamahalaman empat (22/8), mengemas pernyataan keras dari Wakil Ketua DPR Zainal Ma’arif dari fraksi Partai Bintang Reformasi dan legislator PAN Deddy Djamaluddin Malik. Zaenal meminta Presiden memecat tim ekonomi kabinet yangmemasok data-data yang tidak akurat,karena kesalahan tersebut tanggungjawab mereka. “Seharusnya SBY memecatdan mengganti mereka,” kata Zaenal yangdikutip oleh Koran Tempo, suratkabarasuhan Tempo Grup.Zaenal menduga, angka yang dikemukakan SBY tersebut untuk membuatpemerintah terkesan populis dan berhasil.Padahal belakangan diketahui data itudiambil dari data pemerintahan PresidenMegawati. Koran Tempo juga mengutippengakuan Kepala Bappenas PaskahSuzetta bahwa itu data tahun 1999-2004.Alasannya, pemerintah belum bisa menyajikan data terbaru hasil survei SosenasBPS, Juli 2005-2006, karena baru diumumkan September ini. Sedangkankader PAN, Deddy Djamaluddin Malik,menganggap manipulasi data tersebutbisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Presiden. “Jika ini terusdilakukan, kebohongan publik bisa menjadi jalan masuk bagi pemakzulan ataupemecatan,” kata Deddy.Angka kemiskinan yang benar menurutDirektur INDEF Fadhil Hasan, yaitu18,5%—hasil survei BPS, Juli 2005.“Presiden telah menyembunyikan datayang sebenarnya,” kata Fadhil juga dikutip oleh Koran Tempo (22/8). “Bohonggimana? Itu bisa dibilang kebohonganjika presiden menyebut data tahun 2006,”Data Kemiskinan Menuai Keca Data Kemiskinan Menuai KecaD