Page 51 - Majalah Berita Indonesia Edisi 22
P. 51
BERITAINDONESIA, 5 Oktober 2006 51BERITA POLITIKkeluar,karena iturahasianegara.”Suatukali Wiranto bertanya kepada Pak Hartodengan nadayang sangat ramah: “Pak, mengapa bapak kekantor kesiangan?” Pak Hartodari kediaman diJalan Cendana ke Istana berangkat setiappukul 9.00 WIB. “Orang-orang lain berangkat dari rumah pukul 7.00 WIB, apa initidak menjadi teladanyang buruk?” kata Wiranto.Lalu Pak Harto menjawabdengan bijak. “Kamu belumtahu Jakarta macetnya luarbiasa. Kalau saya berangkatpukul 7.00 WIB, pas macetmacetnya. Saya tambah lagi macetnya, karena mereka harus distop. Maka mereka akan terlambatke kantor. Kendaraan semakin padat,lebih baik saya mengalah agak kesiangansedikit.”Kali lain, Wiranto pernah mengawalPak Harto memasuki jalan tol di kawasanSemanggi. Presiden memegang pundaknya, mengatakan kepadanya supayamemerintahkan pengawal tidak menghentikan kendaraan yang lewat bersamaaan dengan Presiden, tetapi melewati jalan tol pelan-pelan. Alasan Presimarah, tentunya bukan kepada rakyatatau publik, melainkan kepadanya.Nasihat kedua, untuk menjadi seorangajudan tidak butuh waktu yang lama. KataPak Harto kepada Wiranto: “Selama jadiajudan, kamu boleh belajar apa saja.Sebab kamu bisa membaca surat Presiden, bisa mendengarkan pembicaraanPresiden, bisa mengerti dan memahamipemikiran Presiden. Tetapi satu hal yangharus dicamkan, jangan kamu bicarakanden, mereka membayar karcis masukjalan tol. “Siap Pak,” kata Wiranto sambilmenelepon Kapolda Metro Jaya agarmemerintahkan anak buahnya tidakmemberhentikan kendaraan. Kata Wiranto: “Tolong kalau Presiden masuk toljangan distop, saya dimarahi beliau. KalauAnda stop nanti dimarahi Presiden, sayatidak tanggungjawab.”Wiranto juga pernah mengawal PakHarto ke Tapos untuk bermain golf.Saat itu, Presiden dikawal oleh hanyasatu mobil jip. Wiranto pernah memintaPresiden memasang sirene agar cepat tibadi lapangan golf. Namun Presiden lebihmemilih menghargai kendaraan-kendaraan lain yang lewat searah dengannyatanpa sirene. Pengawalan yang minim dariPaspamres tentu akan membawa konsekuensi yang cukup tinggi. Suatu saat lagiketika mengawal Pak Harto, Wirantomerasakan adanya lemparan ke kapmobilnya. Kemudian mereka berhenti.Orang-orang di pinggir jalan mengatakansandal mobil Presiden terlepas. “Wah,kalau granat gimana,” kata Wiranto.Wiranto merasakan banyak memetikpelajaran berharga dari Pak Harto. Suatuhari mereka pergi lagi ke Tapos. Kali ini,Pak Harto duduk di samping sopir, diaduduk di jok belakang. “Gantian, PakHarto jadi ajudan, saya jadi Presiden,”kelakar Wiranto. Pak Harto waktu ituasyik mendengarkan sesuatu dari tapemobil, saat itu belum ada CD. Wirantoberusaha menguping, tetapi tidak bisa.Pak Harto, di tengah perjalanan memintaWiranto mendengarkan. Ternyata bukanmusik, tapi dalang yang sedang menceritakan kisah pewayangan, wahyu kumantarama. Kisah tentang Rama yang menyerahkan kepemimpinan kepada adiknyaketika dia hasta brata masuk hutan.Pemimpin itu ibarat bintang, munculpada saat dan tempat yang tidak pernahberubah. Bintang Timur muncul dari timur menjelang fajar, menjadi petunjukbagi musafir, nelayan dan orang-orangyang kehilangan arah. Menurut Wirantopemimpin harus memiliki tiga kriteria—transparan, konsisten dan membangunkepastian.Wiranto hanya memberi komentar tentang poin ketiga; membangun kepastian.Artinya, pemimpin harus berani memutuskan sesuatu dengan risiko apa pun. Diamenilai sosok Pak Harto, orang yangberani memutuskan sesuatu walaupunrisikonya sangat pahit. Risikonya, bisadibenci orang, bisa menyusahkan orang.“Tapi keputusan itu bermanfaat dalamkonteks bangsa,” kata Wiranto.Saat ini, kata Wiranto, jutaan orang masih mencintai Pak Harto, tetapi banyak orang belum bisa menerima apa yang dilakukan Pak Harto pada masa lalu. AM-SH