Page 59 - Majalah Berita Indonesia Edisi 22
P. 59


                                    BERITAINDONESIA, 5 Oktober 2006 59LINTAS TAJUKKompas MenohokMentan BerangTepung daging dan tulang sapi diimpor dari AS. Tepungpakan ternak itu bisa saja tercemar penyakit sapi gila.Tetapi Menteri Pertanian mengatakan oke.ali ini Menteri Pertanian Anton Apriyantono benar-benarberang atas tajuk Kompasyang mengecam kebijakannya untuk mengimpor tepung daging dantulang dari negeri yang terjangkit penyakitsapi gila, Amerika Serikat.Hampir di banyak tempat, laporan yangdisampaikan kepada presiden tidak sesuaidengan kenyataan, misalnya soal impor tepung daging dan tulang (meat and bonemeal) dari negara yang terjangkit sapi gila.Demikian tulis surat kabar sangat berpengaruh dan beredar luas itu di dalam tajuk (8/9) berjudul, Perilaku Yang Tak Berubah.Tulis Kompas: “Bukan hanya aneh kitamau mengambil risiko yang begitu besar,terhadap komoditas yang jelas-jelasdilarang Badan Kesehatan Hewan Duniauntuk diperdagangkan, tetapi pengeluaran kebijakan itu penuh dengan kejanggalan.”Di dalam surat (11/9) sanggahan yangditulisnya sendiri, dan dimuat Kompas dibawah judul, Mentan Keberatan dan Kecewa, Anton menyatakan: “Kalimat ini jelas tak berdasar dan menyesatkan. Sebagai pembantu presiden, kami tak pernahmenyampaikan laporan yang tidak sesuaidengan kenyataan.”Tidak hanya itu. Anton juga bereaksiseperti kebakaran jenggot atas pertanyaanKompas yang menohok dirinya. “Bagaimana peraturan bisa ditandatangani padatanggal 22 Agustus, padahal tim pengkajiyang dikirim Menteri Pertanian ke ASbaru pulang tanggal 27 Agustus. Bukankah cara kerja seperti itu menjerumuskanmenteri dan menjatuhkan kredibilitaskebijakan pemerintah?”Kompas masih menambahkan, peraturan itu kemudian beredar terlebih dahulupada orang-orang tertentu. Juga korantersebut menyampaikan indikasi bahwadengan berbagai cara, bahkan pengusahaitu bisa mendesak para pejabat eselon II,untuk mengeluarkan izin impor bagi dirinya.Anton menjelaskan impor tepung tulang dan daging secara pasti telah melaluiproses yang panjang dan matang denganmemperhitungkan berbagai segi, terutama keamanan.Dari laporan tim yang dikirimnya ke AS,Anton menyimpulkan: (a) Pengawasanterhadap kemungkinan masuknya agenBSE (Bovine Spongifoun Encephalopathy)ke rantai pangan dan pakan (MBM),khususnya yang terbuat dari ternak sapi,sangat ketat. (b) Kejadian BSE di AS sejaktahun 2003 sampai sekarang terdeteksipada tiga sapi (satu sapi eks Kanada, duasapi yang lahir di AS). (c) Menyangkut duasapi yang lahir tersebut berumur di atas10 tahun, sedangkan larangan pemakaianMBM pada ternak sapi (feed ban) dikeluarkan sejak Agustus 1997. Dengan demikian, sapi tersebut lahir sebelum ada larangan (feed ban) yang berarti pula feedban di AS telah berjalan efektif. (d) Hasilkajian risiko terhadap BSE di AS disimpulkan extremely low (sangat rendah).Kesimpulan ini diperoleh dari hasil pemantauan dengan jumlah sampel 47 kalilipat dari standar yang ditetapkan OIE.“Dengan demikian, tingkat kemungkinan timbulnya kasus BSE adalah sangatkecil, yaitu 1 sapi dari setiap 100 juta sapi,”tulis Anton.Pada edisi (11/9), halaman tujuh, Kompas menurunkan berita berjudul, RI Tidak Memiliki Analisis Risiko, mengutipketerangan anggota tim, Prof SetyawanBudiharta, dari UGM. Profesor itu mengatakan, impor ruminansia tidak bisa dibuka begitu saja tanpa patokan yang jelas.“Jangan terlalu tergesa-gesa memberi izinimpor kalau memang risikonya terlalubesar. Sebaliknya, Indonesia tidak bisa selamanya menyatakan bebas dari berbagaipenyakit tanpa ada patokan yang jelas.”Setyawan menambahkan, kunjungantim ke AS hanya mengaudit proses pembuatan MBM di negara itu. Audit itusendiri hanya satu bagian dari analisisrisiko. Setyawan tetap berpendapat harusdilakukan analisis menyeluruh sebelummengeluarkan kebijakan impor. Karenanya dia mengusulkan pembentukan timanalisis risiko.Menanggapi usulan tersebut, C.A.Nidom dari UNAIR mengatakan, semuapihak mesti menyepakati sejumlah penyakit strategis yang perlu mendapat pengamanan maksimum. “Kemudian kita membuat analisis risiko untuk masing-masingpenyakit. ALOP mudah digunakan di negara maju. Di negara berkembang sepertiIndonesia, ALOP bisa digugurkan kalauternyata tidak mampu membuat pengamanan yang memadai,” katanya.Mentan Anton memberi tanggapanbahwa tim yang berangkat ke AS untukmengkaji pembukaan impor tepung daging dan tepung tulang (MBM) telahmemberi laporan. “Saya telah menerimalaporan secara lisan dari Dirjen Peternakan. Hasilnya oke,” kata Anton. „ SHK
                                
   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63