Page 33 - Majalah Berita Indonesia Edisi 24
P. 33
BERITAINDONESIA, 2 November 2006 33Mutiara Pemikiran Syaykh Al-Zaytunpopulasi aktif di sektor ini sekitar 50juta jiwa dari total populasi 201,9 juta.Jadi, seorang petani di Indonesia hanyamengelola lahan 500 meter persegi perkapita. Jauh lebih buruk dibandingkandengan potret petani Thailand yangmemiliki 1.850 meter persegi perkapita. Bandingkan pula dengan petaniAmerika Serikat 10.000 meter persegiper kapita.Belum lagi masalah terjadinyakonversi besar-besaran lahan sawah kelahan nonpertanian. Selama tiga tahunsaja terjadi konversi lahan sawah676.00 hektar atau 225.000 hektar pertahun. Sementara itu, pencetakansawah hanya 441.700 hektar atau147.000 hektar per tahun.Ditambah lagi masalah kurangefisiennya tenaga kerja pertanian diIndonesia. Menurut Clifford Geertzdalam Involusi Pertanian, pemakaiantenaga kerja di sektor pertanian diIndonesia tergolong sangat besar yakni0,127 Kw/ha. Sedangkan di negara lain,seperti Amerika Serikat kurang lebih0,002 Kw/ha dan Jepang 0,014 Kw/ha.Tenaga kerja manusia di Jepang danAmerika Serikat lebih intensifdibanding di Indonesia.Di Amerika Serikat dan Jepangproduktivitas pekerja (petani) bukanhanya diperhitungkan per ha sawah,tetapi penggunaan tenaga kerjadimanfaatkan seefisien mungkindengan menggunakan perhitunganyang tepat.Barangkali, sangat baik jikadigambarkan potret petani superguremIndonesia, dari pengalaman Suparno.Sekitar 25 tahun lalu Suparno datangdari Magelang, Jawa Tengah, keKabupaten Subang, Jawa Barat, denganharapan akan lebih mencerahkan jalanhidup keluarganya.Tapi, nasibnya tidak jauh berbeda.Sebab di Subang, yang terkenal sebagailumbung beras, dia hanya mengolahsawah dengan sistem maro(mengerjakan sawah milik orang laindengan sistem bagi hasil 2:1, dua untukdia, satu untuk pemilik lahan). Benih,pupuk dan tenaga dia tanggung sendiri.Dia bersama isteri (puteri asli Subangyang juga tidak punya sebidang tanah)dan anak-anaknya mengolah lahansekitar 7500 meter milik juragan yangtinggal di Jakarta.Suparno hanya petani penggarap. Diamemilih menggunakan benih padi jeniscihanjuang, karena harganya lebihmurah. Setiap masa tanam tiba diaharus mengeluarkan uang untuk limakilogram benih dan beberapa kilopupuk yang totalnya kurang lebih Rp700.000.Setiap empat bulan sekali diamemanen 3,5 ton gabah. Sesuaiperjanjian maro, dia hanya berhak atas2,33 ton gabah. Sisanya, 1,17 ton harusdiberikan kepada pemilik tanah. Diapun dengan cepat menjual bagiannya2,33 ton gabah itu masih dalamkeadaan basah karena memerlukanuang untuk membayar utang danmembeli benih baru serta pupuk untukmasa tanam selanjutnya. Dia hanyamendapat uang sebesar Rp 2.300.000-Rp 2.500.000. Karena di desanya,gabah dalam keadaan basah bisa lakusekitar Rp 100.000-Rp 120.000 perkuintal.Biasanya dia hanya bisa panen duakali setahun. Berarti penghasilanSuparno mencapai Rp 5 juta kotor ataurata-rata Rp 415.000 per bulan untukmembiayai kehidupan enam anggotakeluarga. Itulah salah satu potret petaniIndonesia. Potret petani sebuah negaraagraris!Bertani Bukan KehinaanMaka tak heran bila petani Indonesiasering disebut kelompok kelas bawah,kaum marjinal atau kaum kecil yangterpinggirkan. Image atas potret petanimiskin itulah yang harus diubah. Sebabmenurut Syaykh Al-Zaytun, petani itumiskin tidak lagi sekedar image dikalangan pemuda anak petani yangmenyebabkan concern petani di bidangpertanian tidak konstan. Dan itudisebabkan banyak hal dan unsur yangmenganggap petani itu tidakmenjanjikan. Karena petani hanyadianalogikan dan disamakan sebagaiburuh tani.“Secara sadar dan sistematis harusA LEMAH