Page 29 - Majalah Berita Indonesia Edisi 25
P. 29
BERITAINDONESIA, 23 November 2006 29BERITA UTAMAMari Elka PangestuMenteri Perdaganganedikitnya ada dua persoalan besar yang dihadapi Mari Elka Pangestu bersama jajaran departemen perdagangan yang dipimpinnya. Pertama, rendahnya dayasaing produk-produk nasional, sehinggatidak kompetitif, baik di pasar domestik,terlebih di pasar global. Kedua, rendahnyadaya beli masyarakat, sehingga kinerjasektor perdagangan dalam negeri mengalami stagnasi. Dampak dari rendahnyadaya saing itu mengakibatkan ketidakmampuan Indonesia memanfaatkan momentum perdagangan yang muncul. Ekonom Bank Pembangunan Asia (ADB)Amanah Abdulkadir, misalnya, seperi dilaporkan Harian Kompas, (7/4), mengungkapkan pasar ekspor di berbagai negara diperkirakan meningkat tahun 2006.Permintaan terhadap barang elektronikdan tekstil dunia, diperkirakan mengalami lonjakan. Namun sayangnya, dayasaing lemah akibat ekonomi biaya tinggimembuat Indonesia tidak mampu memanfaatkan peluang itu secara optimal.Sementara, akibat dari turunnya daya belimasyarakat, daya serap pasar terus menurun. Namun, di tengah-tengah persoalandaya saing itu, volume perdagangan luarnegeri Indonesia justru relatif membaik.Untuk periode Januari-Mei2006 misalnya, menurutBadan Pusat Statistik (BPS)volumenya justru meningkatdari tahun sebelumnya. Bahkan nilai ekspor bulan Meiyang mencapai 8,34 miliardolar AS, merupakan nilaiimpor tertinggi sepanjang berdirinya Republik Indonesia. Menurut Kepala BPS Rusman Heriawan, nilaiekspor Januari-Mei 2006 sebesar 38,39 miliar dolar AS, mengalami peningkatan sebesar 13,40% dari periode yang sama tahun lalu.Sementara nilai impor bulan Mei meningkathingga 9,79% dibanding ekspor April. Peningkatan nilai ekspor Indonesia sepanjangJanuari-Mei didorong melonjaknya hargakomoditas ekspor berbasis sumber dayaalam, sementara komoditas industri manufaktur justru mengalami keterpurukan. MSSFahmi IdrisMenteri Perindustrianejak krisis ekonomi pertengahan1997, persoalan yang senantiasamenghambat pemulihan ekonomi adalah sektor rill. Walaupun kinerja ekonomi makro sudah mengalami perbaikan yang signifikan, selalusaja gagal ditransmisikan ke sektor rill.Oleh karena itu, ketika sektor industri,baik yang berorientasi domestik maupunyang berorientasi ekspor, tidak mengalami perkembangan, segera memicutingginya tingkat pengangguran. Faktorutama yang menghambat kinerja sektorindustri, selain faktor-faktor endowment(bawaan), juga karena iklim investasi yangbelum mampu merangsang hadirnya investasi baru. Untuk menghindari keengganan investor, terkait dengan produk-produk hukum pemerintah daerah,Presiden SBY mengajak seluruh pimpinandaerah dan bangsa untuk membuktikanIndonesia dapat menjadi tempat terbaikbagi investasi asing. Hal itu diungkapkanPresiden dalam sambutannya pada rapatkerja Forum Kerja Sama AntarpemerintahDaerah Provinsi Kepulauan Tahun 2006di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (5/9).Sedangkan untuk investasi dalam negeri,hambatan paling besar adalah tingginyasuku bunga kredit perbankan. Sementaradaya serap pasar terhadap produk-produkyang dihasilkan, justru tidak menggembirakan karena kinerja daya belimasyarakat justru cenderung turun. Halini mendorong keengganan pelaku industri untuk meningkatkan produksinya.SSementara itu, kinerjasektor industri manufaktur berbasispadat karya, jugasemakin merisaukan. Lesunya kinerja industri manufaktur itu disebabkan tingkatpenjualan yanganjlok, likuiditasyang semakin terbatas, minimnya kucuran kredit, tingginya suku bunga, yangkemudian semakin diperparah denganbanyaknya barang ilegal di pasar.Pemerintah, dalam hal ini MenteriPerindustrian Fahmi Idris diharapkanmampu mendorong dan mensinergikaniklim investasi yang semakin kondusif dimasa-masa mendatang sehingga dapatmendorong peningkatan kinerja sektor industri dan sekaligus meningkatkan penyediaan lapangan kerja. MSPurnomo YusgiantoroMenteri ESDMurnomo Yusgiantoro dikenal sebagai menteri pembawa kebijakan tunggal pengerek hargabahan bakar minyak (BBM)mengikuti fluktuasi dan standar hargainternasional.Sejak pertamakali diangkat menjadimenteri di era KH Abdurrahman Wahid(26 Agustus 2000-23 Juli 2001) menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono, berlanjut di era Megawati Soekarnoputri (23Juli 2001-20 Oktober 2004), Purnomotelah berkali-kali menaikkan harga BBM.Demikian pula menaikkan tarif dasar listrik(TDL), kendati suplai listrik dari PLNbelakangan ini semakin sering padam.Kenaikan BBM yang tak akan pernahterlupakan oleh rakyat terjadi tahun 2005,naik dua kali, terutama kejadian bulanOktober yang langsung mengerek lebihbanyak jumlah orang miskin baru. TapiPurnomo konsisten, kalau harga minyakdunia turun ia pun menurunkan hargaBBM di dalam negeri.Tetapi, cukupkah langkah demikianuntuk menunjukkan pemerintah telahmelaksanakan pasal 33UUD ’45? Sebab, barangtambang, minyak bumi,dan gas murni kekayaanalam yang tak terbarukanyang harus dipergunakansebesar-besarnya untukmemakmurkan rakyat?Purnomo ternyata justrumemperoleh tentangan perihal kebijakannya menomorduakan perusahaan migasdan pertambangan dalam negeri, terutamadi Cepu, Natuna, Tanguh dan lain-lain.Tingginya perlawanan terhadap kebijakanPurnomo sampai-sampai mendorong Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harusberbicara untuk menyakinkan investorasing, bahwa Indonesia tidak akan melakukan nasionalisasi perusahaan asing. HTP