Page 33 - Majalah Berita Indonesia Edisi 34
P. 33
BERITAINDONESIA, 29 Maret 2007 33BERITA HUMANIORAPentingnya Bahasa DaerahMengutip www.ethnologue.com. Koran ibu kota tersebut memaparkan bahwasampai saat ini terdapat 6.912 bahasa didunia. Para ahli menyatakan bahwa satubahasa akan mampu bertahan apabilajumlah penuturnya lebih dari 100 ribuorang. Saat ini bahasa yang mempunyaipenutur lebih dari 100 ribu orang hanya1.239 bahasa. Dengan demikian, lebih dari80 % bahasa di dunia kini masuk kategoriterancam kepunahan. Terdapat jugasekitar 57 % bahasa dengan jumlahpenutur tidak sampai 10 ribu orang, dan28 % lagi kurang dari 1.000 penutur.Kepunahan bahasa sebenarnya merupakan hal yang wajar. Bahasa lahir, hidup, berkembang kemudian lenyap dalamsuatu masyarakat. Hanya sedikit bahasayang mampu bertahan lama. Beberapa diantaranya bahasa Basque, Mesir, Sansekerta, China, Yunani, Ibrani, Latin, Persia, dan Tamil yang mampu hidup lebihdari 2.000 tahun.Yang menjadi permasalahan adalah lajukepunahan bahasa ternyata berlangsungcepat. Terutama akibat kolonialisme, bencana alam atau karena perbuatan manusia. Ranka Bjeljac-Babic, ahli psikologibahasa Universitas Poitiers, Prancis,menuangkan hasil penelitiannya tentangmengapa bahasa-bahasa punah saatpenggunanya dijajah oleh suku ataubangsa yang lebih berkuasa dan berpengaruh. Ia menyebutkan bahwa selamaini, kolonialisme melenyapkan tidakkurang dari 15 % bahasa yang ada didunia. Hasil penelitian Ranka menunjukkanbahwa selama 300 tahun, Eropah kehilangan banyak sekali bahasa. Di Australia, yang tertinggal hanya 20 dari 250bahasa di akhir abad ke-18. Di Brasilsekitar 540 bahasa, atau sekitar tigaperempat dari jumlah seluruhnya, punahsejak penjajahan Portugal tahun 1530.Lain lagi zaman kini. Sekarang bahasamendapat gempuran yang tidak kalahhebatnya dari arus globalisasi dan komunikasi yang sangat deras. Chris Laversdalam kupasannya berjudul Languages :Drowned Out by the Rise of Englishmemprediksi bahwa sampai dengan akhirabad ini kemungkinan hanya akan tinggalseparuhnya saja yang bisa bertahan.Bahkan dengan kian gencarnya tekananbahasa Inggris di era globalisasi ini,diduga akan semakin banyak lagi bahasayang akan punah, mirip dengan nasibmahluk langka sehingga nantinya hanyasekitar 600 bahasa saja yang dinilai bisalestari.Indonesia KayaIndonesia dikenal dengan keanekaragamannya. Salah satunya, keragaman bahasa Indonesia menempati urutan keduasetelah Papua Nugini dalam jumlahbahasa yang dimiliki. Summer Institututeof Linguistik (SIL) Internasional cabangIndonesia dalam Grimes (2001 : 1) telahmencatat bahwa Republik Indonesiamemiliki 7431 bahasa. Dari 741 bahasatersebut, 726 bahasa masih memilikipenutur asli, 3 bahasa telah punah, dan 2bahasa tidak memiliki penutur asli lagi.Situs ethnologue.com juga mencatatsaat ini ada sekitar 32 bahasa di Indonesia yang terancam punah dalam waktudekat. Bahasa-bahasa ini hanya memilikijumlah penutur kurang dari 50 orang.Bahkan bahasa Hukumina di Maluku danbahasa Mapia hanya memiliki seorangpenutur. Situs tersebut juga mencatatbahwa bahasa yang akan punah dalamwaktu dekat banyak berasal dari wilayahIndonesia Timur, terutama Maluku danPapua.Bahasa adalah cara pandang dan polapikir masyarakat pemakainya. Melenyapkan satu bahasa identik dengan melenyapkan pola pikir manusia. Maka Koentjaraningrat memasukkan bahasa sebagaisalah satu aspek utama kebudayaan ,Kita bisa mempelajari pengetahuantentang cara mengelola lingkungan, carabertahan hidup, pengobatan, perbintangan, dan lain-lain suatu bangsa dari bahasa bangsa tersebut. Pengetahuan tersebut secara turun-temurun diwariskanbaik dalam bentuk tulisan maupun lisan.Dengan kata lain, sejarah intelektual suatubangsa tersebut tersimpan dalam bahasanya masing-masing.Segi lainnya, punahnya suatu bahasaindentik dengan memusnahkan keanekaaan hayati. Hubungan keanekaan budaya dengan keanekaan hayati bersifatkausal. Seperti tanaman dan spesies tertentu, bahasa-bahasa juga selalu berkaitan dengan kawasan tertentu.Lebih dari 80 % yang memiliki banyakkeanekaragaman hayati, juga menggunakan bahasa tertentu yang terkait.Karena begitu mereka menyesuaikan diridengan lingkungan, mereka pun segeramenciptakan beberapa pengetahuantentangnya, yang tercermin dalam bahasamereka. Hanya melalui bahasa di masyarakat itu saja kita dapat memahamipengetahuan tersebut. Kalau merekameninggal, dengan sendirinya pengetahuan tradisional mengenai lingkungantersebut akan hilang.Berkurangnya penutur bahas daerah diIndonesia juga tidak lepas dari stigmayang melekat kepadanya. Banyak yangmenganggap bahasa daerah itu kuno,bahasa yang hanya dipakai oleh orangmiskin dan tidak berpendidikan dansesuatu yang menjadi halangan untukberhasil dalam hidup.Banyak orang berpendapat, untukmenjadi Indonesia, orang harus meninggalkan kesukuannya. Padahal orangmenjadi orang Indonesia sambil tetapmenjadi orang Jawa, orang Sunda, orangMelayu, orang Aceh, orang Minang, orang Bugis atau suku lainnya. Karenaadanya salah paham itulah, rasa kedaerahan dianggap antikenasionalan.Sekarang lebih banyak orang yangberbicara bahasa Indonesia bukanlahkarena dorongan rasa kebangsaannya,melainkan lebih disebabkan adanyaanggapan bahwa bahasa Indonesia kelasnya lebih tinggi daripada bahasa daerah.Seringkali orang tua mengorbankanbahasa daerah sehingga anaknya hanyabisa berbahasa nasional atau sekalianbahasa internasional. Bahasa daerahnyaditinggalkan. Padahal, rumah adalahbenteng terakhir bagi perkembanganbahasa daerah.Orang tua adalah matarantai “pewarisan” bahasa daerah ke anak-anaknya.Kalau si anak sudah tidak memakai bahasa daerah, anak dari anak itu tidakakan memakai bahasa itu. Menurutbanyak ahli bahasa, ini permulaan kematian bahasa. Jumlah orang yang memakaibahasa daerah akan terus menurun,sampai tidak ada lagi orang yangmemakainya. Dan akhirnya bahasa itumati. SBR