Page 52 - Majalah Berita Indonesia Edisi 36
P. 52
52 BERITAINDONESIA, 26 April 2007BERITA KESEHATANSi Bintik MerahPertanda MautBerbagi Sampel VirusSistem produksi dan distribusi vaksin selamaini cenderung merugikan negara-negara berkembang. Ketidakadilan itu terjadi akibat kebijakan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang memperbolehkan negara manapun mengakses sampel virus. Akses itu disalahgunakan negara-negara majuuntuk membuat vaksin. Kemudian dijual ke negara-negara miskin, termasuk negara pemilik virus.Hal itu diungkapkan Menteri Kesehatan SitiFadilah Supari dalam acara Pelatihan ResponsVirus Flu Burung (High Level Meeting on Responsible Practices for Sharing Avian Influenza Virusesand Resulting Benefit) di Istana Negara, yangdibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,(28/3). Acara itu dihadiri oleh lembaga swadayamasyarakat dari 12 negara di Asia Pasifik.Presiden Yudhoyono dalam sambutannyamengajak negara-negara sahabat untuk melakukan kerjasama secara global dalam penelitianvirus flu burung. Sehingga bisa dilakukanpencegahan yang efektif terhadap penyebabwabah virus mematikan tersebut.Dilaporkan Koran Tempo, 29 Maret 2007,awalnya Indonesia menolak mengirimkan strainvirus flu burung ke WHO, namun akhirnya Indonesia setuju mengirim setelah WHO menjaminsampel virus dari Indonesia tidak akan digunakanuntuk kepentingan tertentu, khususnya komersial, tanpa izin.Asisten Direktur Jenderal WHO David Heymann menyatakan, sebagai lembaga kesehatandunia WHO harus meneliti semua virus penyebab penyakit di dunia, termasuk virus H5N1strain Indonesia.Republika, 29 Maret 2007, melaporkan bahwadetail mekanisme praktik sharing sampel virusakan dibahas di tingkat Dewan Pengurus WHOdi Jenewa, Juni mendatang.Beberapa poin mekanisme itu antara lain sharing material biologi akan dibangun berdasarkanregulasi nasional dan internasional, penguatankapasitas bagi negara-negara berkembang danmeningkatkan akses demi keamanan, efektivitasdan kualitas H5N1 maupun vaksin bagi potensialpandemik influenza yang lain. RHAwalnya berupa kerak atau ruam.Prosesnya bisa dibilang fatal, ganas,seperti kanker.angan sepelekan bintik-bintik merah dikulit anak. Suatu penyakit langka yangmenyerang kanak-kanak saatini tengah menjadi pembicaraan kaum ibu yang memilikianak di bawah usia tiga tahun.Nama penyakit ini letterersiwe. Tidak banyak dikenal,bahkan para dokter anak punsedikit sekali menginformasikan adanya penyakit mautyang bisa menggerogoti seorang bayi selama berbulanbulan.Majalah Tempo, edisi 26-1April 2007, memaparkan bahwa gejala awal biasanya berupa sisik di kepala berupa semacam kerak. Selain itu munculbintik-bintik merah (ruam)yang terasa gatal di telinga,wajah, lipatan leher dan perut.Mengutip Purnamawati S.Pujiarto, SpAK.MMPed, ahlipenyakit anak, penyakit ini seringkali disalahartikan sebagaipenyakit kulit biasa atau gejalaalergi. Penyakit ini muncul ketika salah satu jenis sel darahputih yang disebut histiositberkembang biak tak terkendali. Belum diketahui pastimengapa hal itu bisa terjadi.Meski sel darah putih berguna untuk kekebalan tubuh,perkembangan histiosit yangluar biasa justru buruk, karenaakan berbalik menyerang organ tubuh seperti kulit, kelenjar getah bening, limpa, hatidan paru. Perjalanannya fatal,ganas, seperti kanker.Jika diteliti melalui alat CTscan, akan tampak pembengkakan di sejumlah organ seperti hati dan limpa. Penderitaterlihat pucat karena anemiadan neutropenia (jumlah seldarah putih rendah). Karenainvasi sel histiosit, sumsumtulang tak bisa memproduksisel darah lainnya.Untuk menekan pertumbuhan sel-sel itu, penderitaharus menjalani kemoterapidan mengkonsumsi (obat antiradang).Letterer-siwe juga dikenalsebagai Histiositosis X. HurufX menunjukkan bahwa penyebab dan perkembangan penyakit ini masih belum jelas.Nama penyakit ini diambil daridari kedua penemunya, yakniE. Letterer dan SA Siwe.Menurut penelitian, angkaketerjangkitannya di duniaadalah satu per 200 ribu anak.Biasanya menyerang bayi dibawah dua-tiga tahun. Angkakematiannya juga tinggi, yakni70 persen. Bahkan menurutbeberapa jurnal yang jumlahnya juga sedikit, jika ditanganidan diobati dokter pun, kemungkinan penderitanya melewati usia lima tahun cuma 50persen. RHJJangan sepelekan ruam dan bintik merah pada bayi.Perlu kerjasama global demi pencegahan yangefektif.