Page 22 - Majalah Berita Indonesia Edisi 39
P. 22


                                    22 BERITAINDONESIA, 07 Juni 2007BERITA UTAMATerpulang Pada Pemerintah DaerahHanya kerja sama antar daerah yang dapatmenghilangkan ancaman bencana banjir diwilayah Jabodetabeka. Dukungan masingmasing daerah terhadap pembangunanKanal Tirta Sangga Jaya jadi tolok ukur.anjir bandang yangsecara serentak melanda seluruh wilayah Jakarta, Bogor,Depok, Tangerang, dan Bekasi(Jabodetabek) awal Februari2007, sebenarnya membuktikan bahwa tatakelola air diseluruh kawasan tersebut merupakan satu kesatuan. Satudaerah di kawasan tersebutmerupakan wilayah belakang(hinterland) daerah lain, demikian juga sebaliknya.Saling mempengaruhi menjadi kata kunci pengelolaanberbagai dimensi kehidupan diseluruh wilayah Jabodetabek,terutama menyangkut kependudukan, transportasi, danlebih khusus menyangkut pengelolaan air. Namun dalamkenyataannya, pengelolaantersebut dilakukan secara parsial oleh masing-masingdaerah.“Setiap daerah tidak akanmampu mengantisipasi sendiri ancaman banjir di daerahnya, melainkan harus bekerjasama dengan seluruh wilayah,”kata Drs. Budi Muntoro (43),pengajar Geografi SMU Negeri103, Jakarta Timur, saat menanggapi konsep pengendalianbanjir Kanal Tirta Sangga Jaya(TSJ), yang digagas olehSyaykh Al-Zaytun AS PanjiGumilang.Budi memberi contoh penanggulangan banjir di Jakarta. Langkah tersebut sudahdilakukan oleh pemerintahHindia Belanda dengan membangun resapan air BanjirKanal Barat (BKB), ternyatatetap tidak berhasil. Bahkan,kalaupun proyek Banjir KanalTimur (BKT) diselesaikan,tetap tidak bisa jadi jaminanbagi Jakarta, terbebas dariancaman banjir bandang.“Dari segi keilmuan, ide ini(TSJ-red) sangat bagus,” katanya. Kerusakan lingkunganyang memicu bencana banjirdi wilayah DKI Jakarta, menurut Budi Muntoro, justruterjadi di wilayah Selatan Jakarta, terutama wilayah Bogordan Puncak.“Jika gagasan Syaykh ASPanji Gumilang ini terwujud,maka limpahan air dari arahSelatan Jakarta, seperti Bogor,Puncak, Cianjur (Bopunjur)akan dapat dikontrol di regulating dam (dam pengatur)kanal TSJ,” katanya. Muntoromenyatakan apresiasinya padadesain Tirta Sangga Jaya yangmenyediakan dam pengatur.Sebab menurut Muntoro,tidak hanya aliran air yangpenting menghilangkan banjir,tetapi pendistribusiannya jugatidak kalah penting. “Kalauada sentral pendistribusian airseperti di sini (menunjuk petared), maka keluar masuknyaair dapat diatur, baik ke Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Dengan demikian, pembagian air dapat merata, baikke arah Barat (Sungai Cisadane), Timur (Kali Bekasi) dandi tengah (Kali Ciliwung),”tuturnya.Muntoro, meskipun mengapresiasi gagasan pembangunan kanal TSJ, merasa khawatirdengan realisasinya. “Yang menjadi masalah, mungkinkah gagasan ini dilaksanakan? Apakahmasyarakat dan pemerintahProvinsi Banten dan Jawa Baratdengan mudah merelakan tanah-tanah mereka untuk kepentingan proyek TSJ,?” katanya dalam nada bertanya.Pertanyaan ini dijawab sendiri oleh Muntoro denganmemberikan asumsi-asumsi.Kalau dilihat dari sisi komersialnya, berapa puluh ribuhektare tanah yang dikorbankan untuk itu? Apalagikalau sampai menggusur kawasan industri, akan sangatmerugikan para pengusaha.Dia mencontohkan kawasanindustri di Bekasi, kalau sampai tercakup kawasan proyekTSJ akan berbenturan denganpara pengusaha dan hilangnyapendapatan sejumlah industri.Dalam asumsi lain, kataMuntoro, bisa jadi masyarakatmerasa diuntungkan karenakanal TSJ akan merangsangpertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya. Yang jelas,tambah Muntoro, akses lalulintas di sekitar wilayah TSJakan jadi sangat mudah. Masyarakat maupun pelaku usahaakan sangat mudah mengangkut bahan produksi serta mendistribusikannya, baik dari sisibiaya maupun waktu tempuh.Selain itu, keberadaan kanalTSJ dapat merangsang percepatan industrialisasi di wilayah sekitarnya.Juga dengan kehadiran kanalTSJ, bukan tidak mungkinmenghidupkan kembali pelabuhan laut Banten yang sangatberperan di era Hindia Belanda.Soalnya, kata Muntoro: “Terpulang pada masing-masing Pemda yang terlibat, mau bekerjasama atau tidak.” „ RON, SHBDrs. Budi MuntoroKerusakan lingkungan wilayah Bogor dan Puncak yang memicu bencana banjir di wilayah DKI Jakarta.foto: berindo amron
                                
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26