Page 21 - Majalah Berita Indonesia Edisi 39
P. 21
BERITAINDONESIA, 07 Juni 2007 21BERITA UTAMATSJ dan Raja Purnawarmansungai tersebut.Menurut prasasti Tugu, Cilincing, Jakarta Utara, peninggalan abad kelima dari rajayang beragama Hindu ini sudah memperhatikan pengendalian banjir di musim hujandan melindungi petani darikekeringan pada musim kemarau. Sejarahwan Belanda,DR J Ph Vogel yang pernahmenstrakripsi dan menelaahPrasasti Tugu, kini berada diMuseum Nasional, sang rajasangat memperhatikan pengairan sawah-sawah para petani. Artinya, kerajaan inisudah mencapai taraf yangtinggi di bidang pertanian.Berdasarkan Prasasti Tugudan prasasti-prasasti lainnya,kekuasaan Kerajaan Tarumanegara meliputi wilayah Banten, DKI Jakarta, Bogor, Bekasi dan Citarum. Kata chandra dalam Chandrabhaga,berarti sasi atau bulan. Chandrabhaga artinya sama dengan Kali Bagasasi, kemudianberubah jadi Bhagasi atauBekasi sekarang.Prasasti Tugu dan Chandrabhaga terletak di antara lokasiyang sama jauhnya. Ini mencerminkan pelestarian keseimbangan ekosistem. Sangraja menempuh kebijakan pemukiman yang juga didasarkan pada azas keseimbanganekologis. Karenanya, rajamemperbolehkan rawa-rawadi pedalaman diuruk untukpemukiman. Maka munculnama-nama, seperti RawaBangke, Rawa Puter atau Rawa Puter. Tetapi rawa-rawa dipesisir pantai tidak boleh diurug untuk pemukiman, karena merupakan kawasan hutan (bakau) lindung dan resapan air.Atas kerja kerasnya, parasejarahwan memberi apresiasi yang sangat luar biasaterhadap karya monumentalRaja Purnawarman tersebut.Sampai saat ini, karya besarRaja Purnawarman masihdapat dinikmati oleh masyarakat Jakarta. Menurut paraarkeolog, Sungai Bagasasi diabad ke-5, sudah bergantinama menjadi Kali Bekasi. RON, MH, SHTirta Sangga Jaya, dilihat dari perspektifsejarah, ternyata bukan sebuah beritabesar. Nenek moyang bangsa Indonesiajustru telah mengerjakan proyek-proyekyang lebih besar dengan dukunganperalatan yang sangat sederhana.pakah bisa diwujudkan? Ini mungkin pertanyaanyang dilontarkansetiap orang begitu melihatdesain Tirta Sangga Jaya (TSJ)yang memang cukup mahal.Pertanyaan seperti ini tentunya sangat wajar mengingatbesarnya dana yang dibutuhkan untuk mewujudkan gagasan Tirta Sangga Jaya. Bahkan, jika dilihat dari besarnyasumber daya yang digunakan,bisa dikategorikan sebagaiproyek mercu suar. Akan tetapi, dari sisi manfaatnya, TSJtidak pantas dikategorikanmercu suar dengan citra proyek gagah-gagahan, karenamanfaatnya jauh lebih besardari sumber daya yang digunakan untuk mewujudkan TSJ.Karena itu, Drs. Mushoddiq(46), Dosen Sekolah TinggiIlmu Komputer (STIKOM)Cipta Karya Informatika (CKI)Jakarta dan Dosen SekolahTinggi Ilmu Ekonomi (STIE)IPWIJA, mengatakan tantangan apa pun yang dihadapi, tidakseharusnya menjadi penghambat untuk mewujudkan TSJ.“Soalnya, perwujudan TSJditunggu banyak orang dandibutuhkan seluruh wargaJakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi,” katanyaketika ditemui Berita Indonesia di sela-sela aktivitas mengajarnya, Jumat (18/5).Mushoddiq yang juga pengajar bidang studi sejarah diSMU Negeri 103 ini, mengatakan proyek pengendalian banjir TSJ sebenarnya bukan sesuatu yang terlalu besar dariperspektif sejarah. “Nenekmoyang kita sudah mengerjakan hal-hal yang setara denganTSJ di awal tarik Masehi,”katanya.Ia merujuk Raja Purnawarman yang memimpin KerajaanTarumanegara (400-500M),membangun proyek saluranair pengendalian banjir danirigasi, bernama SungaiCandrabhaga, sepanjang 6.122busur atau 11 kilometer. Yangsangat memukau dari pembuatan Sungai Candrabhaga(Bekasi) dan Gomanti (KaliMati, Tangerang). Penggaliansungai itu diselesaikan hanyadalam waktu 21 hari melibatkan puluhan ribu orang. RajaPurnawarman memotong1.000 ekor sapi untuk selamatan selesainya pembuatanADrs. Mushoddiqilustrasi: dendyfoto berindo: amron

