Page 25 - Majalah Berita Indonesia Edisi 41
P. 25


                                    BERITAINDONESIA, 05 Juli 2007 25BERITA UTAMAadanya jaminan dana yangcukup bagi TNI, baik untukalutsista dan kesejahteraanmereka,” katanya.Prasetyo mengaku, dirinyabersama sejumlah penelitiCSIS pernah menghitung, jikagaji prajurit dinaikkan Rp 1juta atau Rp 1,5 juta, makanegara hanya butuh tambahanRp 3,6 triliun atau Rp 4,8triliun per tahun. “Negaraseharusnya mampu. Lihat sajapenghasilan pajak dari rokokRp 35 triliun, subsidi BBM Rp60 triliun dan lain-lain. Sebetulnya uang negara lebihdari cukup,” paparnya.Mantan Kepala Staf Teritorial (Kaster) TNI Letjen TNI(Purn) Agus Widjojo berpendapat, keterlibatan tentaradalam bisnis melahirkan pertentangan di ranah filosofi.“Konflik kepentingan dalambisnis militer berada padatataran filosofis. Profesi seorang prajurit adalah pengabdian tanpa mengharapkansuatu imbalan. Sedangkan bisnis adalah upaya profit taking.“Bagi saya, itu adalah pertentangan. Itu bisa menimbulkankontaminasi satu dengan yanglainnya,” kata Agus.Berurat-BerakarBagi tentara, soal bisnisberbisnis seakan sudah berurat berakar. Bahkan menurutMenhan Juwono Sudarsono,TNI sudah mulai berbisnissejak tahun 1950-an karenanegara memang tidak memberikan anggaran yang cukupkepada tentara.Hingga sekarang ini, menurutnya, anggaran TNI merupakan yang terkecil dibandingkan negara-negara di kawasan Asia. Dalam tahun inianggaran TNI hanya Rp 32triliun atau sekitar 4,5 persendari APBN 2007 yang besarnya Rp 762 triliun.Menurut catatan ICW (Indonesian Corruption Watch),pada periode 1957-1958 tentara banyak berperan dalampengawasan aset-aset ekonomihasil nasionalisasi perusahaan-perusahaan eks Belandayang kemudian juga terhadapperusahaan Inggris dan Amerika. Saat itu para perwiramengalirkan keuntungan bisnis langsung ke institusi militer. Hal ini membuat TNImampu mengatasi kekurangan anggaran yang disediakannegara.Di era Orde Baru obsesi bisnis TNI makin menjadi. Sejumlah Jenderal sempat menjadi ikon beberapa perusahaanbesar. Diantaranya SoedjonoHoemardani yang menjadiDirektur Tri Usaha Bakti. Brigjen Sofyan menangani YayasanKostrad yang membawahi banyak perusahaan seperti perusahaan penerbangan Mandala. TNI juga memperolehsumber dana untuk menopanganggarannya yang minim dariPertamina, Bulog dan PT Bersiden.Menteri Pertahanan JuwonoSudarsono mengaku, pengambil-alihan bisnis TNI tidakmungkin dilakukan dalamwaktu dekat meski prosesnyasudah dimulai dalam beberapatahun terakhir ini.Kendati pemerintah melaluiDephan telah melakukan langkah serius dengan membentukTim Supervisi TransformasiBisnis TNI (TSTB), namunnampaknya belum menunjukkan hasil kerja yang signifikan.Peneliti LIPI Jaleswari Pramodawardhani yang akrab dipanggil Dhani menilai masihada kebingungan dalam pemeDengan menarik jauh kebelakang, Dhani menyatakan,kesungguhan untuk melakukan penataan ini harusnyatidak diskriminatif. Soal yayasan misalnya, harusnya bukan hanya yayasan milik TNIyang menjadi sasaran pembenahan. “Kalau mau tegas,yayasan milik semua departemen juga harus mendapatperlakuan yang sama, tetapidepartemen-departemen laintetap saja tidak terusik,” kataDhani.Anggaran militer yang minim memang selalu menjadijustifikasi bisnis TNI yangmenghasilkan uang yang dikategorikan off budget. Tantangannya adalah bagaimanamenjadikan dana off budgetitu menjadi on budget.Dhani berpendapat ada tigaalasan mengapa bisnis TNIharus ditinggalkan. Pertama,kebebasan berekspresi yangdinikmati militer dengan caramemiliki sumber dana independen telah melemahkankemampuan pemerintah untuk menetapkan tujuan nasional dan cara untuk meraihnya.Kedua, waktu dan tenagayang diserap untuk mengaturdan melaksanakan bisnis,mengalihkan perhatian tentara dan pegawai militer daritugas kenegaraan mereka,yakni untuk membela negaraterhadap ancaman luar danmemperkuat keamanan domestik.Ketiga, aktivitas bisnis militer menciptakan distorsi dalam ekonomi nasional danmenghambat pertumbuhannya dengan cara menurunkanproduktivitas dan misalokasisumber daya yang langka.“Akses mudah terhadap kreditbank adalah ‘karakter yangmerusak’ dari bisnis militer,”katanya.Ke depan, penertiban bisnisTNI memang harus dilakukansecara komprehensif dan menyeluruh. Tak bisa hanya parsial tanpa memperhatikanfaktor kesejahteraan prajurit.Sebab dengan budget anggaran yang kecil, terlalu berlebihan jika negara merindukan sosok tentara yang fokuspada tugasnya, profesional dansteril dari aktivitas bisnis. „ SPdikari.Pada era refomasi sekarang,secara tegas dinyatakan TNItidak lagi boleh berbisnis. Halitu tertuang dalam UU No. 34/2004 tentang TNI. Pasal 76ayat (1) menyebutkan : Dalamjangka waktu 5 (lima) tahunsejak berlakunya undang-undang ini, Pemerintah harusmengambil alih seluruh aktivitas bisnis yang dimiliki dandikelola oleh TNI baik secaralangsung maupun tidak langsung. Sementara dalam ayat(2) dinyatakan, Tata cara danketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) diatur dengan keputusan Prerintah sendiri, antara konsepdan perangkat yang ada dibawah tidak menyatu.Kebingungan ini menyebabkan pengambilalihan bisnismiliter tidak mudah dilakukan. “Kalau mau jujur, dalamdua setengah tahun pemerintahan SBY, pemerintahsebetulnya tidak melakukanlangkah substansial untukmenertibkan anggaran TNI offbudget yang didapat dari bisnis militer itu,” kata Dhani.Berbagai tim telah dibentuk,tetapi kesungguhan untukmenertibkan bisnis militertampaknya masih menyisakantanda tanya.Gedung ASABRI di Jl. Letjen Sutoyo, Jakarta Timur.
                                
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29