Page 29 - Majalah Berita Indonesia Edisi 45
P. 29


                                    BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006 29BERITA KHASBERITAINDONESIA, 06 September 2007 29an Indonesiadi Jakarta,” kata Imbang.Sejumlah pertanyaan menggelayuti kesuraman yang dihadapi hasil perikanan Indonesia ke China. Sebagai contoh, apabenar hasil perikanan yang ditemukan mengandung bahan berbahaya adalah lobsterdan kepiting hasil tangkapan di laut. Bilaitu hasil tangkapan di laut berarti prosespemasukan bahan berbahaya berlangsungselama ikan masih hidup dan berada dalamperjalanan ke negara tujuan ekspor.Kemudian, kalau ikan yang mengandung bahan berbahaya dipasok olehperusahaan yang tidak terdaftar di UnitPengolahan Ikan (UPI), berarti keluarnyaikan tersebut pasti tidak melalui laboratorium pembinaan dan pengujian mutuhasil perikanan milik DKP yang selama inidikenal sangat ketat dalam menerapkanstandar jaminan mutu dan keamananpangan. Melainkan, keluarnya pastimelalui pintu karantina hewan yanghanya menguji ada-tidaknya kandunganhama dan penyakit hewan, bukan mengujisoal standar jaminan mutu dan keamananpangan terhadap manusia.Dengan demikian, pengertian ekspor dilakukan oleh perusahaan tidak terdaftarhanya didasarkan pada definisi DKP, hanya karena eksportir ini tidak menggunakan pintu keluar DKP. Seperti dikatakanMartani, produk yang mengandung merkuri melebihi ambang batas itu berasal daritujuh perusahaan di Indonesia. “GeneralAdministration of Quality Supervision, Inspection and Quarantine (AQSIQ) Tiongkok mengambil sampel dari produk Indonesia yang eksportirnya tidak terdaftar diDepartemen Kelautan dan Perikanan,” kataMartani. Martani yakin ketujuh eksportiritu juga tidak memiliki Surat KelayakanProduk (SKP) dan sertifikat kesehatanhewan khusus untuk ekspor ikan hidup.Terlepas dari adanya taktik dagang dantindakan balas dendam dari China, tidaklah mudah mengembalikan posisi eksporhasil perikanan Indonesia ke kondisi semula. Sekalipun Dirjen P2HP Martani, danDirektur Kelembagaan Internasional padaDitjen P2HP, Anang Nugroho S.M., jauhjauh hari sudah merencanakan berangkatke China untuk bernegosiasi Kamis (15/8).Nelayan Mulai MenjeritSesuai larangan, China menetapkan seluruh hasil perikanan Indonesia harus dikembalikan atau dihancurkan. Khususproduk yang dikapalkan sebelum Jumat(3/8) akan diteliti secara saksama. Sedangkan produk yang sudah terlanjur masuk pasar China ditetapkan harus diperiksa ulang.Fakta lapangan terbaru berhasil diungkap oleh Shidiq Moeslim, Ketua Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN). Menurut Moeslim, sejak Senin (6/8), produkekspor perikanan yang semestinya hendakdikirim ke China sudah terlihat mulai menumpuk di gudang. Eksportir menjadi kebingungan sebab produk yang telah siap ekspor tidak bisa dikirim ke negara lain, karenamemang khusus dibuat untuk memenuhispesifikasi yang diminta China. Menurutnya, kalangan pengusaha mulai mencaripasar lain untuk melanjutkan ekspor yangterlanjur tertahan karena larangan China.Di Kalimantan Selatan enam ton udangbeku batal dikapalkan ke China karenalarangan. Jumlahnya mencapai 50 persendari total permintaan komoditas diprovinsi itu.Di Jawa Timur ribuan petambak dannelayan mulai dihantui rasa cemas. Mereka khawatir larangan ekspor China akanmemengaruhi tujuan ekspor lainnya,seperti Jepang dan negara-negara UniEropa yang selama ini dikenal sangat ketatdalam menerapkan standar kualitasproduk ekspor.Ketua Paguyuban Nelayan Jatim yang juga Ketua Bidang Perikanan dan KelautanKadin Jawa Timur, Sunarto Widodo, mengaku mendapat banyak laporan dan keluhan sejak pelarangan impor hasil perikananasal Indonesia dikeluarkan oleh China.Kepala Dinas Perikanan dan KelautanProvinsi Jawa Timur juga mengakuilarangan dari China tidak bisa dianggapremeh meski dari sisi volume maupunnilai ekspor ke Cina lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara Uni Eropa danJepang. Kepala Laboratorium Pembinaandan Pengujian Mutu Hasil PerikananSumatera Utara, Dwiworo Sunaringsihmenilai larangan impor yang diterapkanChina terlalu mengada-ada. Sebab kandungan merkuri dalam ikan di perairanSumut hanya 0,00016 ppm, sementaraambang batas logam berat diperbolehkanantara 0,5 ppm hingga 1 ppm.Ketika berita ini ditulis pada hari Senin(20/8) diperoleh kepastian Martani danAnang batal berangkat ke China. “Rencana berangkat tanggal 15 Agustus namuntanggal 14 sore Dirjen P2HP terima suratdari China sehingga data kita cocokkandulu sembari terus melakukan kontakkontak sehingga diharapkan dapat lebihlancar kalau ada pertemuan di China,”jelas Saut Hutagalung Kepala Pusat Data,Statistik dan Informasi (Kapusdatin)DKP, kepada Berita Indonesia. DijelaskanSaut, Tim DKP belum jadi berangkat karena masih sinkronisasi data dan salingkontak antara DKP dan badan karantinaChina.” Dia menambahkan data kasusekspor hasil perikanan Indonesia ke Chinatercatat 19 kasus oleh 14 perusahaan yangditerima notifikasinya dari pihak China,sementara data badan karantina China 46kasus. Belum diketahui pasti apa tindaklanjut penangan kasus ini ke depan. Termasuk, sepertdikatakan Saut apa perlu Indonesia maju membawanya ke WTO. „ HTBarulah belakangan Freddy menyadarikekeliruannya dengan menyebutkan,produk perikanan yang dipasok perusahaan tidak terdaftar mencapai 100 juta dollar AS, atau dua kali lipat dari nilai eksporperusahaan yang terdaftar di DKP. Seolahmeralat pernyataannya sendiri, Freddylantas mengatakan, “Ekspor produk perikanan kita ke China ternyata sekitar 55juta dollar AS. Tidak sampai 155 juta dollar AS karena lebih dari 100 juta dollar itudipasok oleh perusahaan yang tidakterdaftar.”Sebelumnya, Freddy juga sudah memberikan pernyataan, yang meminta Pemerintah China supaya menunjuk komoditasmakanan laut Indonesia yang didugatercemar. Dia juga menghendaki Chinamenyebutkan perusahaan yang mengekspor makanan laut yang diduga tercemar itu, sehingga dapat ditelusuri peyebabnya. DKP juga meminta hasil uji laboratorium yang menunjukkan bukti tercemarnya produk Indonesia.Padahal menjawab pertanyaan KompasSenin (6/8), Atase Perdagangan KBRIBeijing, Imbang Listiyadi mengatakanKBRI di Beijing sebenarnya sudah melaporkan berbagai kasus seputar imporakuatik dari Indonesia. Kasus yang terjadi, antara lain, perbedaan antara labelkemasan dan isi hingga pemalsuan dokumen impor. “Sejauh ini sudah 253 kasusmengenai akuatik dari Indonesia yangbermasalah. Semua itu sudah dilaporkanke Departemen Kelautan dan Perikanana berdampak kepada negara-negara lain. foto: dok.
                                
   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33