Page 31 - Majalah Berita Indonesia Edisi 50
P. 31


                                    BERITAINDONESIA, 22 November 2007 31BERITA NASIONALPemekaran Daerah Rawan MasalahSejak tahun 1999 banyak lahir daerahotonomi baru hasil pemekaran. Tujuannyauntuk lebih mendekatkan pelayanankepada publik. Namun ironisnya,masyarakat kurang merasakanmanfaatnya.alah satu buah darireformasi adalah lahirnya banyak daerahotonomi baru yangmerupakan hasil pemekarandaerah. Sejak 1999 hinggaOktober 2007 lalu tercatat adatambahan 7 provinsi, 135 kabupaten dan 31 kota. Saat initotal daerah otonom di Indonesia meliputi 33 provinsi dan465 kab/kota. Nyaris dua kalilipat dari jumlah pemerintahan kab/kota sebelumnya.Tujuan utama dari pemekaran dan pembentukan daerahotonomi baru memang mulia.Yakni untuk lebih mendekatkan pelayanan publik dan meningkatkan kehidupan sertakesejahteraan masyarakat setempat. Namun sayangnya,banyak daerah-daerah hasilpemekaran itu belum atau kurang dirasakan manfaatnyaoleh masyarakat. Hal ini diungkapkan Menteri Dalam Negeri Mardiyanto pada RapatKerja Gubernur di Surabaya(22/10). Menurutnya, banyakdaerah otonomi justru memunculkan masalah. Terutama soalefektivitas dalam memberikanpelayanan pada masyarakat.Maraknya pemekaran wilayah mendapat sorotan tajamdari pengamat politik J.Kristiadi dan Fachry Ali. Kristiadimenyebut pemekaran wilayahsudah ‘gila-gilaan’. Pemekaransudah menjadi komoditas politik. Para politikus memperlakukan pemekaran wilayahsebagai proyek. Dia juga prihatin karena uang negara habis untuk membiayai pejabatpejabat daerah. Padahal danaitu sangat dibutuhkan untukmembangkitkan perekonomian dan pembangunan daerah.Sedangkan Fachry Ali menilai, banyaknya daerah yangdimekarkan hanya menguntungkan elit lokal dan memberatkan pemerintah pusat.Dari sisi finansial, anggaranpusat akan bertambah terkaitdengan perlunya membanguninfrasturktur di daerah pemekaran. Sedangkan dari sisisosial, pemekaran wilayah berpotensi menimbulkan konflik,seperti sengketa batas, perebutan lokasi ibukota dan konflik politik.KonspirasiDalam bahasa yang berbeda,mantan Menteri Otonomi Daerah Ryaas Rasyid menyatakan,pemekaran wilayah yang marak itu akibat konspirasi intensantara partai politik, birokratdaerah dan pengusaha. “Parpol diuntungkan karena adaDPRD baru, birokrat beruntung karena banyak jabatanbaru dan pengusaha juga berkepentingan, karena akan banyak proyek pembangunankantor dan pengadaan,” katanya seperti dikutip Media Indonesia (18/10).Akibatnya, terjadilah usaha‘bahu-membahu’ melalui jalurDepdagri atau DPR untukmenggolkan usul pemekaranitu. Konspirasi ini bisa jugadiperkuat calon kepala daerahyang kemudian bekerja samamembiayai ongkos pengurusan melalui salah satu ataukedua jalur itu.Peneliti senior LIPI, SitiZuhro, menambahkan, salahsatu sumber masalah gagalnyapembentukan daerah-daerahotonom adalah adanya lobilobi politik yang sering mengalihkan penilaian obyektif.Manipulasi data pun dilakukan demi tercapainya pemekaran daerah. “Scoring inisering dimainkan untuk mengelabui,” kata Zuhro sepertidikutip Kompas (27/10).Lobi-lobi ini bisa terjadi dibanyak lini, mulai dari DPRD,pemerintah provinsi/kabupaten/kota, Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah(DPOD), pemerintah pusat,DPR juga DPD. Berdasarkanevaluasi terhadap 98 daerahotonom baru, menurut Zuhro,ternyata sebanyak 76 daerahbermasalah.Agar tidak terjadi lagi dimasa depan, Zuhro berpendapat perlu ada sanksi pidanabagi pihak-pihak yang memanipulasi data. Sedangkan Kristiadi mengusulkan adanya moratorium pemekaran wilayah.Kalau perlu, segera dilakukanpenggabungan wilayah yangdimekarkan.Namun di mata anggotaDewan Perwakilan Daerah(DPD) dari Sulawesi Tengah,Ichsan Loulembah, tak seluruhdaerah pemekaran mengalamikegagalan. Sebagai contoh,disebutnya Provinsi Gorontaloyang maju pesat setelah berpisah dengan Provinsi Sulawesi Utara. Begitu pula Kabupaten Parigi Moutong di Sulawesi Tengah.Dia tak sependapat jika kegagalan pembentukan daerahotonom dibebankan seluruhnya kepada daerah. Kegagalanini juga menjadi tanggungjawab pemerintah pusat yangpunya kewajiban memberikansupervisi. “Departemen DalamNegeri, Departemen Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Presiden, juga ikut bertanggungjawab,” tegasnya.Ke depan, dia menyarankanpemekaran daerah tidak lagimelalui tiga pintu (DPOD, DPDdan DPR) secara paralel, tetapisecara bertingkat. DPOD menganalisa dari sisi teknis, DPDmenilai dari sisi hubunganpusat dan daerah. SedangkanDPR memberi penilaian akhir.Kajian pun tidak dilakukansecara formalistik, tapi diberikan parameter yang jelas danterukur. Dengan demikian,bisa dilihat secara jelas, manadaerah yang layak dan manayang tidak.Daerah yang selama ini dinilai gagal harus digabungkankembali dengan daerah induk.Kebijakan ini perlu dilakukanagar ada reward and punishment yang jelas. Namun Ichsan tidak yakin presiden berani melakukannya karenakebijakan ini pasti akan dinilaitidak populis. „ SPSilustrasi: dendy
                                
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35