Page 27 - Majalah Berita Indonesia Edisi 50
P. 27


                                    BERITAINDONESIA, 22 November 2007 27LINTAS TAJUKKehausan di Bawah Jeramehausan di bawah air tejun,begitulah kira-kira ungkapanyang pas untuk Indonesia jikabicara tentang perminyakan.Sebagai anggota negara pengeksporminyak (OPEC), Indonesia seyogianyatidak kekurangan minyak. Sehingga,mendapat berkah ketika harga minyakmentah dunia melonjak mendekati 100Dollar AS per barel seperti baru-baru ini.Tapi sebaliknya, negeri ini sangat mengalami kesulitan akibat kenaikan itu. Halitu tidak terlepas dari kebijakan subsidiBBM yang masih berlakusampai saat ini padahaluntuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesiasudah harus mengimpor.Bengkaknya subsidi menjadi Rp91 triliun dari asumsi semula Rp55 triliun akibat kenaikan harga minyakdunia itu memaksa pemerintah putar otak mencariakal mengatasi pengamananAPBN. Pemerintahan SusiloBambang Yudhoyono yangsebelumnya sudah berjanjitidak akan menaikkan hargaBBM tahun ini kelihatannya memang akan memilih menanggungkan kenaikan itu ke APBN daripadamenerima risiko dampak sosial yangbakal terjadi jika harga dinaikkan.Tapi sekadar mengurangi beban, pemerintah baru-baru ini menggagaspengurangan konsumsi premiumuntuk kendaraan pribadi. Persoalansekitar perminyakan ini menjadipusat perhatian berbagai harian nasional sejak awal hingga pertengahan November ini. Dalam tajuknya,masing-masing mengutarakan pandangannya.Harian Kompas (1/11) misalnyamenyebutkan, kenaikan harga minyakakan mendorong inflasi karena naiknyaharga-harga barang akibat naiknya biayaproduksi. Dampak dari naiknya biaya produksi dan inflasi adalah menurunnyakegiatan usaha. Keadaan itu selanjutnyaakan membuat pertumbuhan ekonomimelambat yang ujungnya akan berdampak sosial seperti, pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan ekonomi yang semakin sulit dipecahkan. Dan akhirnyaakan berpengaruh terhadap stabilitaspolitik di kawasan maupun di dunia.Menurut Kompas, kenyataan ini adalahsesuatu yang harus diterima.Demikian juga harian Bisnis Indonesia,secara berturut-turut (7 dan 8/11) mengomentari masalah ini. Pada edisi ( 7/11),disoroti tentang pernyataan pemerintahyang dianggab bisa merugikan. Pernyataan itu dinilai kurang tepat karena dianggap mengabaikan dampak psikologisnya.Efek berganda pengaruh psikologis akibatpernyataan itu dikhawairkan bisa lebihbesar, terutama dalam hal kepercayaanterhadap fundamental ekonomi sertadampaknya terhadap harga bahan pokokdan industri pemakai minyak.Selanjutnya pada edisi (8/11), harian inimenanggapi upaya pemerintah membatasi konsumsi premium bersubsidi bagikendaraan pribadi. Disebutkan, gagasanpemerintah itu pantas didukung sebablangkah yang rencananya dilakukandengan cara ‘memaksa’ mobil pribadiuntuk mengonsumsi BBM tak bersubsidialias yang beroktan lebih tinggi, sepertipremix atau pertamax itu sedikit banyakakan mengurangi beban negara.Harian Investor Daily juga menanggapimasalah kenaikan harga minyak ini duahari berturut-turut (7-8/11). Harian inimenyebutkan, jangan terlena oleh pernyataan-pernyataan optimisme pemerintah bahwa APBN aman-aman saja kendatiharga minyak terus membubung menujulevel US$100 per barel. Menurut harianini, dalam kadar tertentu, pernyataanpernyataan itu sesungguhnya menyesatkan. Kenaikan harga inimengakibatkan pembengkakan subsidi BBM yang bisamembuat APBN berdarahdarah. Untuk itu, berbagailangkah konkret dan daruratharus segera direalisasikan.Seperti diversifikasi energi, pengereman konsumsi, pembatasanvolume kendaraan, menindak tegaspenyelundup BBM, dan mengurangi kelompok pemakai yangsudah tidak layak mengonsumsi BBM bersubsidi. Pemerintah juga harus menggenjot produksi migas sertamengundang sebanyak-banyaknyainvestor asing. Sedangkan menanggapi gagasan pemerintah membatasikonsumsi premium untuk kendaraanpribadi, Investor Daily (8/11) berpendapat, kalau subsidi mau dikurangi,alternatif solusi yang bisa diambil adalahmematok besaran subsidi sesuai kekuatan APBN. Sebutlah misalnya subsidisebesar Rp1500 per liter. Jadi, berapapun kenaikan harga, subsidi yang diberikan pemerintah tidak berubah.Sementara harian sore Suara Pembaruan (7/11) berpendapat, kondisi saatini memang dilema bagi pemerintah.Tekanan agar BBM tetap disediakan bagimasyarakat dengan harga terjangkau, takpernah beringsut. Apalagi, pemerintahtentu sepenuhnya menyadari bahwaketersediaan BBM dengan harga terjangkau terkait erat dengan faktor politik danhankam. Karena itu, pemerintah takpunya pilihan lain kecuali menambahsubsidi BBM, demi menjaga kestabilanpolitik dan hankam. Sebab disadari,bahwa politik dan hankam adalah panglima dalam pembangunan ekonomi. Tapiterlepas dari pertimbangan tersebut, harian ini mengingatkan pemerintah, bahwa subsidi BBM memperlambat terwujudnya konversi energi seperti yangdiidam-idamkan masyarakat di seluruhdunia. „ MSK Di samping penghematan,pemerintah harusmenggenjot produksi migasguna mengatasi dampakkenaikan harga minyakmentah dunia.
                                
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31