Page 33 - Majalah Berita Indonesia Edisi 53
P. 33
BERITAINDONESIA, 10 Januari 2008 33BERITA BUKUIndonesia on The MoveBuku ini dikritik karena ditulis dalam bahasa Inggris.Sebuah kritik yang sebenarnya kemunduran.Judul : Indonesia on The MoveBeredar : 28 Desember 2007Editor : Dino Patti DjalalPenerbit : Buana Ilmu Populer, 2007Tebal : 335 HalamanReview : Buku Edisi Bahasa Inggris inimerupakan kumpulan pidato penting Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada forum internasional. Hanya sayangnya cumasatu pidato bertopik ekonomi.ujan rintik-rintik di JalanMatraman Jakarta Timurmembuat sebagian orang memilih berteduh di bawah jembatan penyeberangan. Tidak jauh darisitu, sebuah toko buku yang luasnya 7.097meter persegi sedang mengadakan hajatan. Puluhan karangan bunga ‘ucapanselamat’ berdiri gagah di sepanjang pintumasuk. Para petugas keamanan berjejermengamankan arus kendaraan agar tertibdan tidak berhenti di depan gedung. Disamping kanan gedung, pelataran parkirdisulap menjadi sebuah tempat penyelenggaraan acara yang dihadiri sejumlahtokoh. Diantaranya Menko Kesra AburizalBakrie, Mensesneg Hatta Rajasa, MennegPemberdayaan Perempuan MeuthiaHatta, Mendiknas Bambang Sudibyo danGubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.Selain mengadakan acara syukuran atasperluasan dan peresmian toko buku Gramedia sebagai yang terbesar se-Asia Tenggara, acara ini menjadi tambah menarik karena dihadiri orang nomor satu di Indonesia. Pada kesempatan itu, Presiden RISusilo Bambang Yudhoyono (SBY) meluncurkan buku karyanya berjudul IndonesiaOn The Move, Jumat sore (28/12/2007).Buku yang ditulis dalam bahasa Inggris inimerupakan buku kedua, buku pertamanyaberjudul Transforming Indonesia. Keduabuku ini pada prinsipnya sama, berisikumpulan tulisan dan pidato SBY sebagaiKepala Negara di hadapan berbagai forumnasional dan internasional. Sebagaimanakarya pertamanya, buku kedua ini juga diterbitkan oleh Bhuana Ilmu Populer, salahsatu penerbit buku yang tergabung dalamKelompok Kompas Gramedia (KKG).Presiden SBY berharap melalui buku Indonesia On The Move, dunia luas dapatlebih mengenal Indonesia yang sedangbergerak menuju kemajuan. Selama ini,kata SBY, banyak orang salah mengertitentang Indonesia, dan kita dihakimi olehpersepsi, bukan realitas. “Melalui buku inisaya ingin menyampaikan arah pembangunan pasca krisis, ideologi kita sebagaibangsa, dan karakter kita harus dimengerti dunia,” jelasnya. Itulah mengapa iasetuju artikel dan pidatonya dibukukan,dan mengapa di setiap kesempatan selaluia gunakan untuk menyampaikan sesuatu.Kedua buku SBY yang diterbitkan dalambahasa Inggris ini tidak luput dari kritikandari sebagian kalangan. Mereka menilai buku SBY itu tidak bisa dibaca rakyat di seluruh pelosok tanah air karena berbahasaInggris. Kritikan ini dijawab SBY denganmenjanjikan timnya di bawah pimpinan Juru Bicara Presiden Dino Patti Djalal sebagaieditor, akan bekerja keras untuk menerbitkan buku ini dalam bahasa Indonesia.Kritikan dan respon SBY atas kritikanitu sebenarnya menunjukkan wajah bangsa kita yang masih jauh tertinggal daribangsa lain. Buku berbahasa Inggris yangdiluncurkan SBY itu seharusnya bisamengawali langkah bersama dalam“membaca” segala sesuatu yang menggunakan bahasa Inggris. Coba tengok India yang memiliki puluhan dialek danbahasa ibu mampu menjadi penerbit bukuberbahasa Inggris terbesar ketiga di duniasetelah Inggris dan Amerika Serikat. Lalubagaimana dengan Indonesia? Kita cumadikenal ‘pintar’ dalam hal mengisi perutdan mencuci mata, namun kalau sudahurusan membaca apalagi bacaan berbahasa Inggris, tidak usah ditanya. Soalnya, menulis dalam bahasa Indonesia(yang baik dan benar) saja masih ogahogahan, apalagi menulis (membaca) dalam bahasa Inggris.Kenyataan ini diperkuat oleh data yangdikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS)pada 2006. Masyarakat Indonesia dinilaibelum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton TV(85,9%) dan/atau mendengarkan radio(40,3%) ketimbang membaca koran(23,5%). Bank Dunia di dalam salah satulaporan pendidikannya, “Education in Indonesia - From Crisis to Recovery” (1998)juga melukiskan begitu rendahnya kemampuan membaca, dalam hal ini anak-anakIndonesia. Dengan mengutip hasil studidari Vincent Greanary, siswa-siswa kelasenam SD Indonesia diberi nilai 51,7 beradadi urutan paling akhir setelah Filipina(52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0)dan Hongkong (75,5). Artinya, kemampuanmembaca siswa kita paling buruk dibandingkan siswa dari negara-negara lainnya.Presiden SBY juga menyadari kalau budaya membaca di Indonesia masih sangatrendah. “Bila tidak kita ubah budaya itumaka masa depan kita tidak cerah. Sayaingin menjadi bagian dari perubahan ini.Saya mengajak seluruh rakyat, marilahkita membangun diri menjadi masyarakatmembaca dan belajar. Teruslah menghidupkan kegemaran untuk membacakarena membaca adalah investasi, solusi,dan bisa mengubah nasib bangsa,” ajakSBY. Boleh dibilang, melalui buku keduanya, Presiden Yudhoyono mencoba membuktikan betapa kegemarannya padabuku telah ikut mengantarnya menjadipemimpin negara yang memiliki pengetahuan luas dan empati pada berbagaipersoalan berbangsa dan bernegara, sertahubungan antar-negara. MLPH