Page 21 - Majalah Berita Indonesia Edisi 54
P. 21
BERITAINDONESIA, 31 Januari 2008 21BERITA UTAMAtetap bertahan sebagai presiden. Bahkan, bersama pembantunya (menterinya) BJHabibie, Pak Harto bisa berjam-jam berbicara. Tak jarangpara staf harus menyediakanmie instan jika menungguipertemuan mereka itu.Rakyat bangsa ini tentu masih ingat, bagaimana parapembantunya, di antaranyaHarmoko, selaku KetuaUmum DPP Golkar, menyatakan akan tetap mencalonkanSoeharto sebagai presiden1998-2003. Tapi, justru padaHUT Golkar ke-33, Oktober1997 itu, HM Soeharto mengembalikan pernyataan ituuntuk dicek ulang: Apakahrakyat sungguh-sungguh masih menginginkannya menjadipresiden.Setelah berselang beberapabulan, tepatnya tanggal 20Januari 1998, tiga pimpinandari Tiga Jalur, yakni jalurGolkar/Beringin (Harmoko),jalur ABRI (Feisal Tanjung),dan jalur birokrasi (Yogie SM),datang ke Bina Graha menyampaikan hasil pengecekanulang keinginan rakyat dalampencalonan HM Soeharto sebagai Presiden RI.Saat itu mereka melaporkanbahwa “ternyata rakyat memang hanya mempunyai satucalon Presiden RI untuk periode 1998-2003 yaitu HMSoeharto,” kata Harmoko,mengumumkan kepada persusai melapor kepada PakHarto. “Mayoritas rakyat Indonesia memang tetap menghendaki Bapak Haji Muhammad Soeharto untuk dicalonkan sebagai Presiden RI masabakti 1998-2003,” tutur Harmoko, didampingi Moh. YogieSM dan Jenderal TNI FeisalTanjung ketika itu.Menurut Harmoko, Jenderal TNI (Purn) H MuhammadSoeharto, setelah menerimahasil pengecekan itu, menyatakan bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden RI masabhakti 1998-2003. Selainmengumumkan kesediaan PakHarto dipilih kembali sebagaiPresiden RI, menurut Harmoko, Keluarga Besar Golkarjuga membuat kriteria untukcalon Wakil Presiden, antaralain memahami ilmu pengetahuan dan teknologi, sertaindustri. Pernyataan ini mengarah kepada BJ Habibie.Dari hasil pengecekan yangdilakukan oleh keluarga besarGolkar itu, masih menurutHarmoko, Soeharto menghargai kepercayaan sebagianbesar rakyat Indonesia tersebut walaupun harus ada pengorbanan bagi kepentingankeluarga. Tetapi untuk kepentingan bangsa dan negara,Haji Muhammad Soehartotidak mungkin menghindardari tanggung jawab sebagaipatriot dan pejuang bangsa.“Dengan adanya kepercayaan rakyat ini tidak membuatBapak Haji Muhammad Soeharto bersikap ‘tinggi glanggang colong playu.’ Itu istilahPak Harto yang artinya tidakmeninggalkan tanggung jawabdan mengelak dari kepercayaan rakyat tersebut demi kepentingan negara dan bangsa,”tegas Harmoko.Tapi, ternyata, itulah awalsebuah tragedi pengkhianatandigulirkan. HM Soeharto memang terpilih kembali menjadiPresiden periode 1998-2003pada Sidang Umum MPR, 1-11Maret 1998. Didampingi BJHabibie sebagai Wakil Presiden.Namun, komponen mahasiswa dan berbagai kelompokmasyarakat terus melancarkandemonstrasi meminta Presiden Soeharto dan Wapres BJHabibie turun serta Golkardibubarkan. Saat itu, Pak Harto masih terlihat yakin bahwademonstrasi akan surut dalamwaktu yang tidak terlalu lamalagi. Maka pada awal Mei 1998,ia berangkat ke Kairo, Mesir,untuk menghadiri KTTNon-blok. Saat berangkat, dibandara Halim Perdanakusuma, ia dilepas Wakil Presiden BJ Habibie, Pangab FeisalTanjung, juga Ketua HarianICMI Tirto Sudiro dan sejumlah menteri lainnya yangsebagian diantaranya kemudian mengkhianatinya.Sementara, sepeninggal Soeharto, dalam beberapa harikemudian, suasana Jakartasemakin mencekam. Selainakibat demonstrasi mahasiswamakin marak, juga tersiar isukalau sesuatu sedang terjadidalam tubuh ABRI. ‘Sesuatu’itu ditandai dengan adanyapengelompokan dalam tubuhmiliter. Selain banyak aktivispro demokrasi ‘hilang’ entahke mana, juga diisukan ribuananggota militer ‘menghilang’dari kesatuannya membawapersenjataan lengkap danamunisi cadangan.“Apa yang sesungguhnyasedang terjadi di Indonesia,adalah suatu tanda tanya besaryang harus segera dicari jawabannya. Apakah suatu power game sedang dimainkandi Indonesia? Siapa yang bermain dengan kelompok bersenjata, serta bagaimana petakekuatan gerakan sipil? Adalah sesuatu yang harus kitaanalisa bersama,” tulis sebuahmajalah ketika itu. Beberapapertanyaan sampai hari initetap misterius.Suasana makin mencekam,pada 12 Mei 1998, akibat terjadi penembakan mahasiswadi kampus Universitas Trisakti, yang kemudian dikenalsebagai Tragedi Trisakti. Empat orang mahasiswa gugur.Mahasiswa makin ‘marah’.Hampir di seluruh kampusterjadi demonstrasi. Bahkansebagian mulai keluar darikampusnya. Bersamaan dengan itu, terjadi pembakaranmobil di sekitar parkir dekatUniversitas Trisakti.Bahkan, 13 Mei 1998, mahasiswa seperti dipancing untukkeluar dari kampusnya. Situasidi Universitas Katolik Atmajaya Jakarta justru mengundang tanda tanya. Ada sekelompok demonstran yang melempari mahasiswa dalamkampus itu, karena mahasiswatidak keluar-keluar dari kampusnya. Para mahasiswa tetapberada dalam kampus dalamsuasana berkabung.Besoknya, 14 Mei 1998, terjadilah malapetaka di Jakarta.Warga keturunan Cina menjadi sasaran. Pertokoan danpusat-pusat perbelanjaan dibakar. Saat itu, Jakarta sepertitak punya petugas keamanan.Sementara para petinggi ABRIberada di Malang. Di lapangansangat terasa ada provokatoryang menggerakkan. Di beberapa tempat, ada teriakan:“Mahasiswa datang… mahasiswa datang!” Seolah-olah,mahasiswalah yang menjadipelaku kerusuhan.Dalam kondisi sedemikianrusuh, mahasiswa rupanyasangat jeli. Tampaknya, mereka menghindari dijadikankambing hitam. Karena hariitu, dan besoknya, tidak adademonstrasi mahasiswa yangkeluar dari kampusnya. Bahkan ada beberapa mahasiswayang sebelumnya tidak biasaikut demonstrasi, memilihtidak pulang dari kampus daripada terjebak di jalan yangpenuh kerumunan.Situasi ini memaksa HMSoeharto pulang lebih cepatdari jadual dari Mesir. Sebelum pulang sempat pula beredar isu bahwa ia akan dihadang besar-besaran oleh mahasiswa. Tapi Soeharto tetappulang tanpa terjadi penghadangan seperti diperkirakansebelumnya. Sebelum pulang,di hadapan warga Indonesia diMesir, ia menyatakan bersediamundur jika rakyat menghendakinya. Saat itu ia menegaskan tidak akan menggunakan kekuatan bersenjatamelawan mahasiswa dan kehendak rakyat.Setiba di Jakarta, HM Soeharto kemudian mengundangbeberapa tokoh masyarakat, diantaranya Abdurrahman Wahid dan Nurcholis Madjid,tanpa Amien Rais dan AdiSasono, untuk membicarakanpembentukan Komite Reformasi. Ia juga berencana merombak kabinetnya menjadiKabinet Reformasi. Ia menawarkan reformasi secara gradual untuk mencegah terjadinya keguncangan.Ia juga menerima rombongan rektor Universitas Indonesia. Mereka ini datang untukmeminta Presiden Soehartoberhenti dengan hormat. HMSoeharto mempersilahkan mereka menyampaikan aspirasiitu melalui MPR. Demonstrasimahasiswa pun akhirnya terpusat ke gedung MPR/DPR.Mereka menduduki gedunglegislatif itu.Harmoko yang menjabatKetua MPR, dan pimpinanMPR lainnya, menampungdesakan mahasiswa yang meminta Pak Harto turun. Dihadapan para mahasiswa itu,Harmoko menyatakan bahwapimpinan MPR setuju dengandesakan mahasiswa untuk me-