Page 25 - Majalah Berita Indonesia Edisi 60
P. 25
BERITAINDONESIA, 26 September 2008 25BERITA POLITIKada enam Parpol Gurem yang sudahpopular di mata publik: Partai Hanura,Partai Gerindra, PPRN, PDP, PKNU, danPMB. Popularitas keenam Parpol tersebutsangat dipengaruhi oleh faktor figur tokohyang berada di balik mereka. Bukan olehfaktor visi, misi, ataupun program Parpolyang memang nyaris serupa denganParpol-parpol lainnya.Partai Hanura sangat identik dengansosok Jenderal TNI (Purn) Wiranto,mantan Capres Partai Golkar dalamPemilu 2004. Begitupun halnya denganPartai Gerindra yang menjual imej seorang Letjen TNI (purn) Prabowo Subianto, mantan Danjen Kopassus danPangkostrad yang juga mantan kaderPartai Golkar.Di balik PPRN ada sosok Amelia Yani,putri Pahlawan Revolusi Jenderal TNIAnumerta Ahmad Yani. PDP dibidani dandigawangi oleh sejumlah mantan pentolanPDIP, seperti Roy BB Janis, LaksamanaSukardi, Didi Supriyanto, SukowaluyoMintohardjo, dan Noviantika Nasution.Akan halnya PKNU mengusung namaAlwi Shihab, mantan Ketua Umum DPPPKB dan mantan Menteri Luar Negeri RI.Dari paparan di atas, apakah itu berartibahwa Parpol-parpol Gurem yang tidakmemiliki figur tokoh-tokoh akan sulitbersaing dalam Pemilu 2009? Waktulahyang akan menjawab. Yang pasti, masihada sedikit waktu tersisa bagi Parpolparpol Gurem untuk menaikkan pamor dimata rakyat pemilih.Sejalan dengan itu, belum terlambatbagi rakyat Indonesia untuk menakar(memilah dan memilih) parpol-parpolmana sajakah yang benar-benar memilikiagenda jelas buat perbaikan nasib bangsaini. AFBudaya Sebagai Busananya BangsaMenurut Profesor Budi Santoso, Dewan PertimbanganPresiden RI (Watimpres) bidang Sosial dan Budaya,kondisi sekarang ibarat bandul jam, demokrasi terpimpin,pembangunan terpimpin, dan semua jadi pemimpin, miripdi Indian (Amerika) semua jadi kepala.Hal itu dikemukakan setelah melihat berbagaitayangan di TV maupun di media cetakpemimpin mencari rakyat dan bukan rakyat caripemimpin. Bukan tidak ada tokoh, sebaliknyamalah kebanyakan tokoh. Semua ingin reformasi tapi belum tahu reformasi apa dan kemanareformasi dibawa. Padahal seharusnya reformasi artinya menata kembali menuju perubahan.yang lebih baik.Konteks sosial begitu luas, banyak orang merasa tahu dan berekspresi tapi tidak tahubatasan tentang ekspresi. “Sekarang banyakmemikirkan hak-haknya tapi hak orang lain tidakdihormati dan kewajibannya banyak dilupakan,ini dinamakan sekali merdeka dan merdekasekali,” ungkap mantan Ketua Umum PartaiDemokrat kepada Samsuri dari Berita Indonesia.Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,kata dia, mengedepankan demokrasi tapibukan demokrasi tanpa batasyang menimbulkan anarkhisdan tanpa norma yangakhirnya terjadi. Polisitangkap polisi, jaksa tangkap jaksa, hakim pecat hakim, tokoh agama ribut sesamatokoh agama.Bolak balikzaman, manayang jadi panutan, serba tidak jelas.Merosotnya kesetiakawanan sosial, perubahan paradigma yang berkembang cepat, mautidak mau negara harus mengembangkanpengelolaan sumber daya alam menerapkanteknologi modern untuk memenuhi kebutuhanmasyarakat dalam jumlah maupun mutunya.Orientasi ekonomi memenuhi kebutuhan sehari-hari, diubah ke orientasi mekanisme pasar.Kesan yang muncul, terjadi liberalisasikapitalis, wacana itu muncul tiadanya kesiapanmasyarakat untuk bersaing dalam nilai-nilaibaru dan menuju masyarakat madani. “Orientasi menuju ke arah itu dan bukan berpegangpada tradisi, sementara yang laku adalah pijattradisional,” kata Prof Budi sambil tertawa.Membangun kesetiakawanan sosial, disamping ilmu pengetahuan tapi keterampilansosial perlu mendapat apresiasi. Aspek sosialmaupun sosial mobility perlu dibangun, bukanindividualisme tapi kompetitif. Seperti anaktukang becak atau pengamen jalanan, bisa jadisarjana atau jadi idol (penyanyi) sehingga status sosialnya meningkat. Dari mana asal, tidakjadi soal, yang penting prestasi.Watimpres di bidang sosial, memberikanberbagai masukan kepada presiden. Konsepnya, kata Budi Santoso, apa yang sering dikatakan Bung Karno awal pemerintahan RepublikIndonesia, pertama, membentuk kebudayaanbangsa sebagai tali pengikat. Kedua, identitynational dan pergaulan internasional yangmemberi arah ke mana kita pergi. Ketiga,budaya sebagai busananya bangsa.Menurut Making Marriot, seorang antropologi dari Amerika,budaya bangsa adalah busananya bangsa, bangsa yangberani tampil ke panggungdunia dan busana itu adalah kebudayaan. Dulu, Bung Karnomenampilkan dari unsur–unsurkebudayaan yang samadari pada yang membedakan.NationalBuildingUpacara 17Agustus, Harkitnas, hari pahlawan, semuaeven itu bagiandari membangun rasa sosial dan mengembalikan semangatkebangsaan ritual yang terus ditanamkan.Seperti anak Amerika saat masuk sekolah diamencium bendera Amerika. Film Amerika selaluada bendera Amerika, ini sebuah cermin kebanggaan bagi warganya terhadap negaranya.Sementara film Indonesia, Beranak dalamKubur dan sebangsanya, film bernuansa hantu,sebagian besar film kita kurang mendidik dantidak layak dipertontonkan. Bukan mengembangkan optimisme sosial tapi sebaliknyadiarahkan di luar nalar.Masa pemerintahan SBY menjamin hakasasi manusia dan demokrasi serta perhatianterhadap masalah sosial pada sistem nasional.Dan sebagai negarawan, dia berpikir secaramasak-masak dengan sistem itu, maka penyimpangan dapat terkontrol. SBY tidak menulis diatas kertas putih tapi menulis di antara kertasyang beraneka ragam warna dan tulisan. RIProf. Budi Santosofoto:samsuri/berindo