Page 27 - Majalah Berita Indonesia Edisi 63
P. 27


                                    BERITAINDONESIA, Januari 2009 27LINTAS TAJUKMakin Tidak PeduliDewan PerwakilanRakyat (DPR) semakinmenunjukkanbelangnya.i tengah sorotan publik karenabanyak anggotanya menjadi target pengejaran KPK atas dugaanberbagai tindak korupsi, dewanini kembali menunjukkan jati dirinya yangmemang tidak peduli terhadap suararakyat. Hal tersebut dipertunjukkananggota dewan melalui sikap mereka yangmalas mengikuti rapat serta mengambilkeputusan secara serampangan.Sidang yang mengesahkan RancanganUndang-Undang Mahkamah Agung(RUU MA), Kamis 18 Desember 2008 lalumisalnya. Ketika rapat paripurna itudibuka ada sekitar 28o-an anggota dewanyang mengisi daftar hadir, namun setelahpengambilan putusan ternyata banyakyang tidak kembali ke ruang sidang,sehingga pengesahan hanya diikuti 90anggota DPR secara fisik.Pengesahan RUU ini menjadi kontroversial terkait beberapa hal yang terkandung dalam UU tersebut. Antara lain yangpaling kontroversial adalah mengenai usiapensiun hakim agung menjadi 70 tahundari sebelumnya 65 tahun. PengesahanRUU MA ini bertambah menarik perhatian publik terkait proses pengesahannya, dimana Ketua DPR Agung Laksonoyang langsung meminta persetujuan rapatparipurna apakah RUU MA itu bisadisahkan kendati Fraksi PDI-P telahmenyatakan sikap menolak RUU tersebut.Mengomentari sikap DPR ini, hampirsemua media termasuk tajuk koran hariansependapat mengatakan bahwa sikaplembaga yang digelari wakil rakyat inimenunjukkan ketidakpedulian merekaterhadap aspirasi yang tumbuh danberkembang di tengah masyarakat.Harian Kompas (Sabtu 20/12) misalnyamenyatakan, ketergesaan DPR menyetujui RUU MA untuk disahkan, menjadipertanyaan. Publik bertanya ada kepentingan apa di balik pengesahan RUU MA,khususnya untuk mengegolkan perpanjangan usia pensiun hakim agung menjadi70 tahun. Kompas mempertanyakan,apakah perpanjangan usia 70 tahunsemata-mata ditujukan untuk memperpanjang usia pensiun sejumlah hakimagung dan kemudian untuk membentukformasi kepemimpinan MA yang barupada Januari 2009.Disebutkan, publik pantas kecewadengan perilaku politik anggota DPR.Ketidakhadiran mereka dalam sidangjelas merupakan pengingkaran terhadapmandat rakyat. “Bagaimana mau mengartikulasikan kepentingan rakyat kalauhadir dalam sidang pun mereka ingkar?Bukankah itu juga merupakan sebuahkorupsi jabatan?” tulis harian ini. “Kitamenyayangkan pembahasan RUU MAyang dipaksakan karena itu hanya menciptakan ketidakpercayaan publik kepadaMA. Padahal MA yang mandiri danterbebas dari berbagai kepentingan justruamat dibutuhkan sekarang ini,” lanjutKompas.Hal senada juga dilontarkan harianRepublika (20/12). Harian ini menulis,pembahasan UU ini menimbulkan kecurigaan masyarakat, karena ada muatanpolitis menjelang pemilu legislatif dan pemilihan presiden/wakil presiden. Sedangkan dari sisi hukum, apalagikalau bukan kepentingan memenangkan sebuah perkara. Karenaitu pula partai bersikeras menginginkan ada ‘orangnya’ dimahkamah tersebut. Tak peduli apakahsang hakim tua atau muda. Masih ‘fresh’atau sudah uzur.Inilah kolaborasi agung demi kepentingan-kepentingan agung. Masyarakat taklagi bisa dibodohi untuk mengetahui apayang sesungguhnya terjadi di dalam mahkamah ‘kepentingan’ agung . Karena itupula upaya sejumlah pihak untuk mengajukan uji material UU MA ini patut didukung.Harian sore Sinar Harapan (20/12)juga menyatakan, dengan disahkannyaUU MA yang baru oleh DPR, berakhirlahpro kontra usia pensiun hakim agung 70tahun dari semula 65 tahun dan dapatdiperpanjang 67 tahun. Pertarungandimenangkan oleh yang menguasai parlemen di Senayan. Disebut dimenangkanoleh mereka yang menguasai parlemen,karena Fraksi PDI-P dan Fraksi PPP yangsebenarnya tidak menyetujui, ternyataterbaikan saja.Menurut harian ini, banyak yang akandihadapi di masa depan, kalau kepentingan politik memenangkan peraturandengan disahkannya UU MA yang dirasakan pihak yang memiliki kesadaran hukum kurang mendorong perwujudankeadilan dan penegakan hukum. Perjalanan waktu akan membuktikan siapayang menang, hati nurani atau pemaksaankehendak. Harapan yang tersisa dalammemperbaiki kinerja lembaga peradilandan para hakim adalah peranan KomisiYudisial, sebagai pengawas dan pengawaletika hakim sekaligus penentu apakahseorang hakim agung usia 70 tahun itumasih layak sebagai hakim sesuai denganetika, moral dan ketentuan hukum.Pendapat lebih keras diberikan harianMedia Indonesia (22/12). Di bawah judul‘Masuk Telinga Kanan Keluar Telinga Kiri’harian ini menyatakan, pengesahan itumembuktikan, DPR tidak peduli denganaspirasi yang tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat. Aspirasi itu didengarmelalui telinga kanan, langsung keluarmelalui telinga kiri.Lebih tegas harian ini menyebutkan,perlawanan terhadap UU MA hanyalahsecuil contoh. Ada banyak UU yang telahdibawa ke MK untuk dilakukan uji materi.Hal itu mencerminkan, DPR selama inimembuat UU dengan suka-suka, tidakmengindahkan aspirasi masyarakat,bahkan menyimpang dari konstitusi.Menurut harian ini, tidak ada cara lain,rakyat harus memberikan sanksi keraskepada anggota DPR yang malas bersidang dan membungkam aspirasi rakyat,dengan cara tidak memilih mereka lagidalam pemilu. „ MSD
                                
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31